NovelToon NovelToon
Alas Mayit

Alas Mayit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Misteri / Horor / Rumahhantu / Hantu / Iblis
Popularitas:45
Nilai: 5
Nama Author: Mr. Awph

​"Satu detik di sini adalah satu tahun di dunia nyata. Beranikah kamu pulang saat semua orang sudah melupakan namamu?"
​Bram tidak pernah menyangka bahwa tugas penyelamatan di koordinat terlarang akan menjadi penjara abadi baginya. Di Alas Mayit, kompas tidak lagi menunjuk utara, melainkan menunjuk pada dosa-dosa yang disembunyikan setiap manusia.
​Setiap langkah adalah pertaruhan nyawa, dan setiap napas adalah sesajen bagi penghuni hutan yang lapar. Bram harus memilih: membusuk menjadi bagian dari tanah terkutuk ini, atau menukar ingatan masa kecilnya demi satu jalan keluar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11: Ramalan dari balik kristal

Mahluk yang menyerupai dirinya itu kemudian membisikkan sebuah tanggal kematian yang tepat pada hari ini ke telinga Baskara. Suara itu terdengar seperti gesekan ampelas di atas tulang kering yang pecah dan membuat seluruh bulu kuduk Baskara berdiri kaku secara terus-menerus.

Cengkeraman tangan pucat itu terasa sangat dingin hingga membekukan aliran darah di sekitar leher Baskara yang mulai membiru pekat. Baskara berusaha melepaskan diri namun tubuh mahluk itu sangat padat seolah terbuat dari batu granit yang tidak memiliki celah sedikit pun.

Kembaran gaib itu tersenyum lebar hingga memperlihatkan barisan gigi yang semuanya berbentuk taring tajam dan berlumuran cairan hitam. Mata peraknya menatap tajam ke dalam bola mata Baskara seolah sedang menghisap seluruh memori indah yang tersisa di dalam benak pemuda itu.

"Apa maksudmu dengan tanggal itu? Aku tidak akan mati di tangan mahluk menjijikkan seperti kamu!" bentak Baskara sambil mencoba menggerakkan belati peraknya.

Mahluk itu tertawa tanpa suara namun dadanya berguncang hebat hingga mengeluarkan suara detak jantung yang sangat cepat secara berulang-ulang. Ia menekan leher Baskara lebih kuat hingga pandangan Baskara mulai dipenuhi oleh bintik-bintik putih yang sangat menyilaukan mata.

"Kematianmu adalah satu-satunya cara agar gerbang Alas Mayit bisa tertutup kembali untuk selamanya," bisik mahluk itu dengan nada yang sangat dingin.

Pemuda misterius yang memegang seruling bambu segera melompat maju dan menusukkan keris kecilnya ke arah punggung mahluk perak tersebut. Percikan api berwarna hijau meledak keluar saat ujung keris bersentuhan dengan kulit mahluk yang keras seperti perisai baja itu secara berulang-ulang.

Mahluk itu meraung kesakitan dan terpaksa melepaskan cengkeramannya pada leher Baskara hingga Baskara jatuh tersungkur di atas tumpukan jam tangan. Baskara terbatuk-batuk hebat sambil menghirup udara yang terasa sangat perih seperti mengandung serpihan kaca yang sangat halus dan tajam.

"Gunakan darah dari telapak tanganmu yang dijahit untuk menghancurkan cermin kristal ini sekarang juga!" teriak pemuda misterius itu sambil terus menahan serangan mahluk perak.

Baskara melihat telapak tangan kanannya yang kini bercahaya keemasan dengan sangat terang seolah-olah ada bara api yang menyala di balik kulitnya. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga luka jahitannya terbuka kembali dan mengeluarkan darah yang bercampur dengan uap panas yang sangat menyengat.

Ia menghantamkan telapak tangan berdarah itu ke arah pintu kristal hitam dengan seluruh sisa tenaga yang masih ia miliki di dalam tubuhnya. Suara ledakan yang sangat dahsyat mengguncang seluruh ruangan hingga tumpukan jam tangan di bawah kaki mereka beterbangan tidak beraturan secara terus-menerus.

"Rasakan ini, mahluk terkutuk! Aku tidak akan menjadi tumbal bagi keserakahan leluhurku sendiri!" seru Baskara dengan penuh amarah yang meluap-luap.

Pintu kristal hitam itu retak dan pecah menjadi jutaan kepingan kecil yang langsung terbang menusuk tubuh mahluk perak yang menyerupai Baskara tersebut. Mahluk itu menjerit melengking sebelum akhirnya hancur menjadi debu putih yang berbau amis seperti tulang yang dibakar dalam tungku panas.

Setelah mahluk itu musnah, suasana di dalam ruangan berubah menjadi sangat sunyi dan hanya menyisakan suara napas Baskara yang masih memburu kencang. Pemuda misterius itu mendekati Baskara dan memberikan selembar kain hitam untuk membalut luka di telapak tangan yang masih mengeluarkan cahaya redup.

"Kamu baru saja membunuh bayangan mautmu sendiri, namun itu berarti hutan ini akan mengirimkan penjaga yang jauh lebih kuat," ucap pemuda itu dengan wajah yang tampak sangat cemas.

Baskara berdiri dengan kaki yang masih gemetar dan menatap ke arah lubang besar yang kini terbuka di bekas pintu kristal hitam tadi. Di balik lubang tersebut, ia melihat sebuah tangga spiral yang terbuat dari susunan tulang belakang manusia yang menjulur turun ke kegelapan yang sangat dalam.

Hawa dingin yang jauh lebih ekstrem mulai merangkak naik dari bawah tangga tersebut hingga membuat napas Baskara berubah menjadi uap putih yang pekat. Ia merasakan jam tangan ayahnya yang ada di saku celananya kembali bergetar seolah memberikan sinyal bahwa pemiliknya berada di bawah sana.

"Apakah ayahku benar-benar ada di dasar tangga tulang ini atau ini hanya jebakan lain?" tanya Baskara sambil menatap ragu ke arah kegelapan.

Pemuda misterius itu terdiam sejenak sambil memainkan nada pendek pada seruling bambunya untuk mendeteksi keberadaan mahluk gaib di sekitar mereka. Ia kemudian mengangguk pelan namun matanya tetap waspada menatap ke arah setiap sudut ruangan yang mulai dipenuhi oleh bayangan hitam yang bergerak.

"Ayahmu ada di sana, namun ia bukan lagi orang yang kamu ingat dalam album foto masa kecilmu dulu," jawab pemuda itu dengan suara yang sangat rendah.

Baskara mulai melangkah menuruni anak tangga pertama yang terasa sangat licin karena tertutup oleh lendir berwarna merah yang menyerupai darah beku. Setiap langkah yang ia ambil memicu suara rintihan kecil dari tulang-tulang yang ia pijak seolah mereka masih memiliki sisa-sisa kesadaran manusia.

Mereka turun semakin dalam hingga cahaya dari jamur biru di atas tidak lagi bisa menjangkau posisi mereka yang kini dikelilingi oleh kegelapan total. Baskara hanya mengandalkan cahaya keemasan dari telapak tangannya yang kini berfungsi sebagai lentera alami di tengah lorong tulang yang sangat sempit.

"Kenapa hutan ini dibangun di atas penderitaan jutaan nyawa manusia seperti ini?" tanya Baskara sambil terus berjalan menuruni tangga yang seolah tidak ada ujungnya.

Pemuda misterius itu tidak menjawab karena ia tiba-tiba berhenti dan memberi isyarat agar Baskara segera mematikan cahaya di tangannya tersebut. Di bawah sana, terlihat sebuah ruangan luas yang diterangi oleh ribuan lilin hitam yang apinya bergerak mengikuti irama nyanyian pemujaan yang sangat aneh.

Baskara mengintip dari balik celah tulang dan melihat barisan mahluk halus berpakaian bangsawan sedang duduk mengelilingi sebuah meja perjamuan yang sangat panjang. Di atas meja tersebut, bukan makanan lezat yang disajikan, melainkan tumpukan jantung manusia yang masih berdenyut secara berulang-ulang.

Salah satu bangsawan lelembut itu berdiri dan mengangkat sebuah piala emas yang berisi cairan merah kental ke arah langit-langit ruangan yang tinggi. Wajah bangsawan itu sangat pucat dengan kumis yang panjang dan mengenakan blangkon hitam yang dihiasi oleh permata merah yang sangat berkilau.

"Mari kita sambut kedatangan tamu kehormatan kita yang telah membawa kunci perak untuk membuka gerbang terakhir!" seru bangsawan itu dengan suara yang sangat berwibawa.

Seluruh mahluk halus di ruangan itu serentak menoleh ke arah tangga tulang tempat Baskara dan pemuda misterius itu sedang bersembunyi dengan sangat rapat. Baskara merasa seluruh tubuhnya terkunci oleh ribuan pasang mata yang menatapnya dengan penuh rasa lapar dan haus akan darah segar.

Komandan tiba-tiba muncul di tengah perjamuan tersebut dengan mengenakan pakaian kebesaran yang sama dengan para bangsawan lelembut yang ada di sana. Ia tersenyum ke arah Baskara namun senyumnya tidak sampai ke matanya yang kini sudah berubah menjadi putih sepenuhnya tanpa ada pupil sama sekali.

"Baskara, bergabunglah dengan kami dan ambillah tempatmu di sebelah ayahmu yang sudah menunggu sejak lama," ucap Komandan sambil menunjuk ke arah kursi kosong di ujung meja.

Baskara melihat sosok ayahnya duduk di kursi tersebut dengan tangan yang terikat oleh rantai besi yang membara dan terus mengeluarkan asap hitam secara terus-menerus. Ayahnya menatap Baskara dengan penuh luka dan menggelengkan kepalanya seolah sedang memberikan peringatan terakhir agar Baskara segera melarikan diri.

Secara tiba-tiba, lantai di bawah kaki Baskara runtuh dan menjatuhkannya tepat ke tengah-tengah meja perjamuan para bangsawan lelembut.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!