NovelToon NovelToon
Pelukan Untukmu ASHILLA

Pelukan Untukmu ASHILLA

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Beda Usia / Gadis nakal / CEO / Duniahiburan / Cintapertama
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: MissSHalalalal

Ashilla, seorang buruh pabrik, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga demi menutupi utang judi ayahnya. Di balik penampilannya yang tangguh, ia menyimpan luka fisik dan batin akibat kekerasan di rumah. Setiap hari ia berjuang menembus shift pagi dan malam, panas maupun hujan, hanya untuk melihat gajinya habis tak bersisa.
Di tengah kelelahan, Ashilla menemukan sandaran pada Rifal, rekan kerjanya yang peduli. Namun, ia juga mencari pelarian di sebuah gudang kosong untuk merokok dan menyendiri—hal yang memicu konflik tajam dengan Reyhan, kakak laki-lakinya yang sudah mapan namun lepas tangan dari masalah keluarga.
Kisah ini mengikuti perjuangan Ashilla menentukan batas antara bakti dan harga diri. Ia harus memilih: terus menjadi korban demi kebahagiaan ibunya, atau berhenti menjadi "mesin uang" dan mencari kebebasannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MissSHalalalal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB : KARTU HITAM WINSTAR CLUB

Aku dan Andra berjalan menuju parkiran saat aku melihat Zunai melangkah ke arah gudang produksi. Aku mencoba menghindar, namun terlambat—ia sudah mengenaliku.

"Ashilla!" teriaknya.

Aku terpaku. Dalam sekejap, Zunai sudah berdiri di depanku dengan wajah heran. "Kenapa masuk jam segini? Ini 'kan hari Sabtu. Terus, siapa dia?"

Belum sempat aku menjawab, ia menyambar lagi, "Tunggu, kenapa kemarin kamu tidak masuk kerja?"

Tanpa suara, aku menarik Zunai menjauh dari area gudang. Aku memegang tangannya erat, mataku mulai berkaca-kaca. "Zunai, maafkan aku jika ada salah selama ini. Mungkin ini pertemuan terakhir kita. Aku mau resign."

"Ashilla, ada masalah apa? Kenapa mendadak?" Zunai tampak khawatir.

Tiba-tiba, Mas Rifal muncul dengan langkah gontai. Sepertinya ia sudah mendengar percakapan kami. "Ada masalah apa lagi, Shilla, sampai kamu harus resign?"

"Mas Rifal..." aku terperanjat.

Mas Rifal menatap tajam ke arah Andra yang berdiri di belakangku. Andra yang merasa risi membalas tatapan itu dengan wajah kesal.

"Siapa dia?" tanya Mas Rifal dingin.

"Dia sahabatku, Mas," jawabku singkat.

"Jangan-jangan dia yang membuatmu hilang arah? Dia Andra, 'kan? Orang yang kamu ceritakan kemarin malam, yang mengajakmu mabuk-mabukan!" suara Mas Rifal meninggi.

"Jaga mulutmu!" bentak Andra. Ia sudah mengepalkan tangan, siap melayangkan pukulan.

"Andra, cukup!" aku menahannya.

"Ayo pulang!" Andra menarik lenganku dengan kuat, tapi aku menepisnya. Aku harus menyelesaikan urusan ini.

"Sebentar, Ndra," ucapku lirih. Aku beralih ke Mas Rifal, "Mas, terima kasih atas semua kebaikanmu. Soal uang dua juta kemarin, aku janji akan segera mengembalikannya."

Air mataku tumpah. Zunai yang sejak tadi diam, langsung memelukku erat. "Shilla, aku sudah tahu masalahmu dengan Ayah. Rifal menceritakan semuanya," bisik Zunai sambil terisak.

Aku menatap Mas Rifal dengan kecewa—kenapa dia harus menceritakan rahasia pribadiku?

"Shilla, ayo pulang!" Andra terus mendesak. Aku ingin pergi, tapi langkahku terasa berat.

"Shilla, aku tidak tahu masalah apa lagi yang menimpamu sekarang. Tapi kumohon, jangan lampiaskan pada hal-hal buruk lagi," pesan Mas Rifal.

Tanpa sempat membalas, Andra langsung menarikku pergi dengan cepat meninggalkan mereka.

***

Malam itu, suasana gudang terasa jauh lebih dingin dari biasanya. Aku duduk di sudut ruangan, menggenggam kartu hitam dari Rachel seolah itu adalah tali penyelamat—atau mungkin tali gantungan.

Andra berjalan mondar-mandir. Langkah kakinya yang berat di atas lantai semen menciptakan irama yang gelisah. Tiba-tiba, ia berhenti tepat di depanku.

"Berikan kartu itu padaku, Shilla," pintanya dengan nada rendah.

Aku menggeleng pelan, menyimpan kartu itu ke dalam saku jaket. "Ini jalan satu-satunya, Ndra. Besok tenggat waktu dari Mahendra habis."

"Kita bisa cari cara lain! Aku bisa meminjam uang pada kakakku, atau—"

"Kakakmu membenciku, Andra. Dia tidak akan memberikan seratus juta untuk menyelamatkan anak seorang penjudi," potongku tajam.

Andra terdiam. Ia tahu aku benar. Keheningan kembali menguasai gudang tua itu, hanya menyisakan suara derik jangkrik di luar. Doni, yang sejak tadi hanya menyimak, akhirnya berdiri. Ia mengambil jaketnya yang lusuh.

"Aku akan ikut ke WinStar," ujar Doni singkat.

"Tidak perlu," tolakku cepat. "Kalian sudah cukup banyak membantuku. Aku tidak ingin kalian terseret lebih jauh ke dalam lubang ini."

"Kami tidak akan membiarkanmu masuk ke sana sendirian, Shilla," sela Andra, suaranya kini lebih tenang namun tak terbantahkan. "Jika kau tetap bersikeras pergi, setidaknya biarkan kami memastikan kau keluar dari sana dalam keadaan hidup."

**

Pukul sepuluh malam. Cahaya neon berwarna ungu dan biru menyinari wajahku saat kami berdiri di depan WinStar Club. Dentum musik bass terasa hingga ke tulang dada.

Rachel sudah menunggu di dekat pintu masuk khusus. Ia tampak memukau dengan gaun merah ketat, sangat kontras denganku yang hanya mengenakan kemeja putih polos dan celah kain hitam—pakaian terbaik yang masih ku miliki.

"Kalian berdua tunggu di luar," perintah Rachel pada Andra dan Doni. "Hanya Shilla yang punya tiket masuk malam ini."

Andra hendak memprotes, namun aku menahan lengannya. "Tunggu aku di sini. Satu jam. Jika aku tidak keluar dalam satu jam, kalian boleh melakukan apa saja."

Rachel membimbingku masuk melewati lorong yang remang-remang. Bau parfum mahal bercampur aroma alkohol menyengat indra penciumanku. Kami berhenti di depan sebuah pintu jati besar di lantai atas.

"Di dalam ada seorang pria," bisik Rachel di telingaku. "Namanya Tuan Bram. Dia bukan tipe pria kasar seperti Mahendra. Dia mencari 'teman bicara', tapi dia sangat pemilih. Jika kau bisa membuatnya tertarik, utang ayahmu bukan lagi masalah."

Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungku yang menggila. Aku mendorong pintu itu perlahan.

Ruangan itu luas dan mewah, didominasi warna gelap. Seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi duduk di sofa kulit sambil memutar-mutar gelas wiski. Ia menoleh, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Jadi, kau yang diceritakan Rachel?" suaranya berat dan berwibawa.

Aku melangkah maju, berusaha tidak gemetar. "Nama saya Ashilla, Tuan."

Ia meletakkan gelasnya dan berdiri, berjalan mendekat hingga jarak kami hanya tersisa beberapa jengkal. Ia mengamati wajahku dengan teliti, lalu pandangannya jatuh pada lebam kecil di lenganku—bekas cengkeraman anak buah Mahendra kemarin.

"Kau terlihat seperti orang yang sedang melarikan diri dari badai," gumamnya. "Duduklah. Ceritakan padaku, berapa harga yang kau tetapkan untuk kebebasanmu?"

Aku menelan ludah. Di luar sana, Andra dan Doni sedang menunggu dengan cemas. Di rumah, Ibu mungkin sedang menangis di atas sajadahnya. Dan di sini, aku sedang mempertaruhkan seluruh sisa harga diriku.

"Seratus juta," jawabku tegas.

Tuan Bram tersenyum tipis, sebuah senyuman yang tidak memberikan rasa hangat sedikit pun. "Harga yang cukup tinggi untuk seorang gadis pabrik. Mari kita lihat, apakah kau layak mendapatkan investasi sebesar itu."

Tuan Bram baru saja hendak menyentuh bahuku ketika pintu ruangan itu terbanting terbuka. Suara dentumannya membuatku tersentak kaget.

Seorang pria muda masuk dengan langkah sempoyongan. Meski tampak mabuk berat, aura otoritas yang terpancar darinya begitu pekat. Wajahnya sangat tampan, namun garis rahangnya yang tegas menunjukkan sifat keras kepala yang dominan.

"Keluar, Bram," ucap pria itu dengan suara serak namun penuh perintah.

Tuan Bram, yang tadinya tampak begitu berkuasa, mendadak berubah pucat. Ia bangkit dengan terburu-buru. "Tuan Muda Erlangga? Saya pikir Anda sedang di ruang VIP utama..."

"Aku bilang keluar," potong Erlangga dingin. Matanya yang merah karena alkohol menatap tajam ke arahku, seolah sedang membedah jiwaku.

Tanpa membantah lagi, Tuan Bram segera meninggalkan ruangan, menutup pintu rapat-rapat. Kini, aku hanya berdua dengan pria yang dipanggil Erlangga itu.

Ia mendekat, langkahnya tidak stabil namun setiap hentakannya terasa mengintimidasi. Ia berhenti tepat di depanku, lalu mencengkeram daguku dengan jari-jarinya yang dingin. Bau alkohol yang mahal menguar dari napasnya.

"Gadis baru?" gumamnya, matanya menyisir penampilanku yang sederhana. "Rachel benar-benar mengirimkan 'barang' mentah malam ini."

Aku berusaha melepaskan diri, namun cengkeramannya menguat. "Lepaskan saya, Tuan. Saya di sini karena kesepakatan dengan Tuan Bram."

Erlangga tertawa sinis. Ia mengeluarkan sebuah cek dari saku jasnya yang sudah agak berantakan. Dengan tangan gemetar karena mabuk, ia menuliskan sesuatu di sana lalu melemparnya ke dadaku.

"Bram menawar berapa? Seratus juta?" Ia menyeringai. "Aku bayar tiga kali lipat. Tiga ratus juta."

Aku tertegun melihat angka yang tertera di kertas itu. Angka itu bukan hanya bisa melunasi utang Ayah, tapi juga menjamin hidup Ibu selamanya.

"Tapi ada satu syarat," bisiknya tepat di telingaku, membuat bulu kudukku berdiri. "Mulai detik ini, Kau hanya milikku sampai aku bosan."

Di luar ruangan, aku mendengar keributan. Suara Andra yang berteriak memanggil namaku dicegah oleh penjaga. Aku berada di persimpangan jalan paling berbahaya dalam hidupku: menyelamatkan keluarga dengan cara menyerahkan seluruh kendali hidupku pada pria mabuk yang tak kukenal ini.

"Ambil uangnya, atau kau keluar sekarang dan biarkan Mahendra menghancurkanmu," tantang Erlangga, tangannya mulai merayap ke pinggangku.

***

Bersambung...

1
partini
ehhh nongol tuh Kunti,kata mati kecelakaan?
wah ga mati ini cuma pergi ma lelaki lain ,,
kalea rizuky
tolol harusnya lu sebagai orang tua jujur biar erlangga gk goblok lagi
partini
ahhh jadi seperti itu ,hemmm maklum lah cinta mata MEREM hati tertutup jadinya y agak ni BEGE PLUS IDIOT tetang cinta ,ya susah ga bakal percaya apa lagi tuh sarah dah methong terkecuali ada video Ina inu
partini
Erlangga ko bisa jadi kaya gitu karena wanita,,saking cintanya atau saking dalam lukanya sih Thor aku ngeh bacanya kah
kalea rizuky
biarin ibumu mati bapak mu mati qm bebas sila goblok
kalea rizuky
keluarga tolol. ini. novel paling konyol yg q baca
kalea rizuky
lu yg aneh sila uda tau orang gila lu berkorban demi ibu lu yg goblok itu
kalea rizuky
ibuk goblok
kalea rizuky
emakmu aja gatel tkut kehilangan laki. mokoondo biar aja di penjara lahbuk suami. g guna mati aja lu biar anakmu bebas keluar dr situ jd ibu nyusain doank lu
kalea rizuky
bodoh itu ibumu laki. goblok. kok di piara cerai lah nyusain anak aja buk lu itu
Meris
Maaf thor kalimat perkalimat Ashilla terlalu mendramatisir...
MissSHalalalal: terima kasih banyak atas sarannya kak. akan aku di perbaiki di bab berikutnya🙏
total 1 replies
Meris
Shilla ini aneh .lha wong dia yg menyerahkn diri...koq malah dia yg penuh drama
partini
aku baca sinopsisnya udah nyesek mulai baca bab satu Weh tambah nyesek
MissSHalalalal: jangan lupa baca sampai akhir ya kak🙏
total 1 replies
Iis Amoorea
panggung kehidupan....bikin mewek
MissSHalalalal: terimakasih kak🙏 semoga suka dengan karya saya.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!