BERAWAL DARI SALAH KIRIM NOMOR, BERAKHIR DI PELAMINAN?!
Demi tes kesetiaan pacar sahabatnya, Dara (22) nekat kirim foto seksi sambil ngajak "kawin". Sayangnya, nomor yang dia goda itu BUKAN nomor pacar sahabatnya, tapi Antonio (32), Oom-nya Acha yang dingin, mapan, tapi... diam-diam sudah lama suka sama Dara!
Dara kabur ke pelosok desa, tapi Nio justru mengejar. Dara mencoba membatalkan, tapi Nio justru malah semakin serius.
Mampukah Dara menolak Om-om yang terlalu tampan, terlalu dewasa, dan terlalu bucin karena salah chat darinya ini?
Novel komedi tentang cinta yang beda usia 10 tahun. Yuk, gas dibaca. Biar tahu keseruan hidup Dara-Nio yang serba gedabak-gedebuk ini 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ame_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Rencana Pertunangan
Acha menyodorkan sebotol air mineral untuk Dara. Setelah berbagai keributan beberapa hari yang lalu---termasuk saat Dara kabur dari rumah, akhirnya gadis itu kembali ke kampus untuk bimbingan skripsi lagi. Acha juga sama. Jadi, kedua gadis itu duduk-duduk di pendopo yang ada di depan gedung rektorat dulu setelah selesai menemui dosen mereka.
"Katanya, minggu depan kalian tunangan?"
"Uhuk!"
Dara yang sedang minum langsung terbatuk. Tunangan, katanya? Dara memang ingat saat itu Papanya meng-acc kalau Nio melamarnya dengan segera. Tapi, dia tidak menyangka kalau akan sesegera itu juga! Dan lagi, kenapa dia malah tidak diberi tahu?!
"Siapa yang bilang?" tanya Acha.
"Oom gue. Dia udah woro-woro ke keluarga besar, minta kami ngeluangin waktu untuk bisa datang ke acara pertunangannya dia. Dia juga udah beli banyak barang hantaran mahal, loh!" jelas Acha.
Tapi bukannya merasa bangga ataupun senang mendengar itu, Dara justru menepuk dahinya.
"Duh, mampus. Gara-gara lo, nih! Gue kan jadi begini karena mau nolongin lo awalnya. Eh, lo nya malah langsung lepas tanggung jawab gitu aja begitu ada masalah. Kampret emang." kesal Dara.
Acha meringis, jelas sadar bahwa keadaan saat ini memang betul karena campur tangannya.
"Ya sorry. Tapi, ada bagusnya juga kalau lo sama dia, Dar. Om Nio itu definisi triple akhiran -an. Tampan, mapan...."
"Sange'an?" lanjut Dara saat sahabatnya itu tak kunjung melanjutkan kata-katanya, "Lo bener-bener, ya, Cha. Ngeres aja pikiran lo!"
Acha tertawa terbahak-bahak.
"Ya maksud gue, lo enggak perlu khawatir untuk urusan itu. 32 tahun belum tua, kok. Masih aman untuk urusan itu, kalau lo khawatir. Malah kayaknya Oom gue lebih matang?"
Dara melemparkan tatapan tajam seolah mengatakan, 'omongan lo tetep enggak ngaruh buat gue'.
Dara mendengus.
"Emangnya lo enggak ngerasa aneh kalau sahabat lo tiba-tiba jadi bibi lo?" tanya Dara.
Acha tersenyum miring.
"Justru gue merasa lebih tenang kalau lo yang nikah sama Om Nio. Jadi gue enggak perlu khawatir Oom bakal berubah setelah nikah. Apalagi, ngepangkas uang jajan gue." jawab Acha.
Dara memutar matanya.
"Ternyata, ada udang dibalik bakwan. Sengaja banget lo ngemanfaatin gue."
Acha kembali tertawa mendengar keluh kesah sahabatnya.
"Tapi ya, Dar. Coba deh lo pikirin. Lo kan sering bilang kalau gue mah enak, mau beli apa aja bisa. Nah, ini! Ini sekarang gue kasih lo kesempatan buat bisa hidup enak kayak gue. Bahkan lebih enak lagi, karena lo yang jadi bininya Oom gue. Lo bisa ngatur Oom gue langsung, enggak kayak gue yang takut uang jajan ke pangkas dan segala macam tetek bengeknya. Apalagi ya, Dar, gue rasa Oom gue beneran suka sama lo, deh. Dia jadi banyak senyum sejak mau nikah. Vibe 'kuras rekeningku, Sayang' -nya tuh kerasaaa banget."
Dara menatapnya dengan sinis.
'Segitunya ni bocah ngedukung Oomnya. Fix, enggak akan ada gunanya juga meski gue mintol apapun ke dia.' batinnya.
Saat mereka tengah berbincang-bincang begitu, Acha tiba-tiba menunjuk ke arah jalan.
"Eh, panjang umur. Ayang mbeb lo datang, tuh. Kalian mau pergi jalan?" tanya Acha.
Dara yang mengikuti arah tunjuk sahabatnya itu seketika terlonjak, kaget. Nio turun dari mobilnya, lalu mulai berjalan mendekat ke arah mereka.
"Anjir! itu si Oom ngapain datang ke kampus, sih?! Gue kan gamau dikira jadi sugar baby!" kesal Dara.
Nio yang tidak tahu---atau mungkin memang tidak mau tahu saja, dengan gagahnya tetap melangkah ke arah Dara.
"Sudah selesai bimbingannya, Sayang? Ayo kita pergi mencari baju untuk pertunangan kita nanti." kata Nio.
Dara cengo.
Ekspresinya sekarang benar-benar seperti yang ada di komik-komik.
'Gila, ini gue beneran bakal dikawinin sama ni om-om, huh?!'
Dara kembali menatap pria tampan di hadapannya.
"Om, bentar deh. Kok gue enggak tahu sama sekali kalau kita bakal tunangan minggu depan?" tanya Dara.
"Itu kamu tahu kalau kita akan tunangan minggu depan." jawab pria dihadapannya dengan santai.
Dara menggeram pelan sambil meremas tangan.
"Gue baru tahu dari Acha. Acha yang kasih tahu gue. Yang mau nikah siapa sih, sebenernya? Kok malah gue enggak tahu apapun." kesal Dara.
Harusnya sebagai orang yang mau menikah---meskipun terpaksa, dia harus tahu semuanya, kan? Harusnya dia dilibatkan dalam semua persiapan pernikahan ini. Tapi anehnya, malah hanya Nio dan keluarganya saja yang mengurus semuanya.
Walau memang benar, Dara tidak menginginkan ini sebenarnya. Bahkan kalau bisa dia ingin mengacak-acak semuanya. Apa mungkin karena itu, keluarganya memutuskan untuk mempersiapkan semuanya tanpa ikut campur Dara?
"Baiklah, maaf kalau kamu merasa tidak dilibatkan. Mulai sekarang kamu akan ikut mengurus persiapan pernikahan kita. Bagaimana, setuju?"
"Setu---eh?"
Dara terdiam. Kok, dia malah kedengaran seperti bersemangat untuk mempersiapkan pernikahan mereka juga, sih?
Nio terkekeh pelan.
Mereka pun akhirnya pergi untuk mencari baju pertunangan mereka, sedang Acha pergi jalan dengan pacarnya. Dara baru tahu bahwa ternyata pacarnya Acha adalah anak dari fakultas kedokteran di kampus mereka.
Hm, dia jadi merasa tidak nyaman lagi.
Bahkan Acha pun berpacaran dengan anak kuliahan. Tapi Dara, dia malah akan menikah dengan Om-Om. Apakah ini akan baik-baik saja?
"Kamu khawatir dengan perbedaan umur kita?" tanya Nio.
Mereka telah selesai mencari baju pertunangan, dan saat ini tengah berhenti di warung seblak langganan Dara. Dara sebenarnya agak terkejut, bagaimana bisa pria ini tahu tempat makan kesukaannya? padahal warung ini hanyalah warung kecil rumahan, hampir tidak mungkin jika Nio mengajaknya makan disini karena dia juga suka makan disini.
"Memangnya Om enggak khawatir dibilang pedofil?" tanya Dara balik.
Nio tersenyum.
"Khawatir, sangat khawatir. Tapi, sekarang usia kamu sudah 22 tahun. Kamu sudah dewasa. Saya rasa normal-normal saja kalau kita menikah, kan? Karena yang jaraknya lebih jauh dari kita pun banyak." jawab Nio.
"Seperti Kakek T yang diberitakan di medsos itu?"
"Benar sekali." Nio mengangguk.
Dara kembali terdiam, merenungi apa yang calon suaminya ini katakan. Memang, sih... yang menikah beda umur lebih jauh dari mereka ada banyak. Tapi, Dara tidak pernah berpikir bahwa dia akan jadi salah satunya. Dia bahkan tak pernah berpikir akan menikah dalam waktu dekat. Wajar kalau dia merasa tidak nyaman seperti ini, kan?
"Tapi, Om, gue masih punya banyak hal yang ingin gue capai. Kerja, jalan-jalan ke banyak tempat..."
Nio tersenyum mendengar itu.
"Apa susahnya? Kamu tetap bisa melakukan semua itu. Saya enggak akan larang kamu. Bahkan kalau kamu mau jalan-jalan, saya bisa temani kamu. Menyenangkan, kan?"
Dara menatap pria itu. Tiba-tiba perkataan nyeleneh Acha di pendopo tadi kembali terngiang di telinganya.
"Apalagi ya, Dar, gue rasa Oom gue beneran suka sama lo, deh. Dia jadi banyak senyum sejak mau nikah. Vibe 'kuras rekeningku, Sayang' -nya tuh kerasaaa banget."
Dara jadi berpikir sejenak.
'Oomnya Acha beneran suka gue, kah? Tapi...kok bisa? Gue aja baru ketemu dia pas dia datang ke rumah nenek hari itu. Tapi iya, sih. Kalau dipikir-pikir... kayaknya orang macam dia ini enggak mungkin banget ngebet ngajak kawin cuma karena ajakan nyeleneh gue waktu itu.' batinnya.
Dara berniat memastikan hal ini dan bertanya Langsung pada Nio.
"Om, lo---"
"Permisi, Mas dan Mbak. Ini pesanannya."
Seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka.
"Yang ini seblak level 10,"
Nio menggeser mangkuk berisi seblak level 10 itu ke arah Dara.
"Yang ini seblak level 1."
Pelayan itu menaruh seblak level 1 ke arah Nio, lengkap dengan teh es untuk mereka masing-masing.
"Selamat menikmati~"
Pelayan itu pergi.
Nio menatap Dara yang sudah tampak ngiler dengan makanan di hadapannya. Aroma seblak yang menggoda, kuah merah merona yang hampir membuatnya menjatuhkan air liur...
"Tadi kayaknya kamu mau mengatakan sesuatu. Kamu mau mengatakan apa?" tanya Nio.
Dara mengangkat kepalanya.
Oh, iya.
Dia tadi memang ingin menanyakan sesuatu.
Tapi...
DARA LUPA!
DIA LUPA MAU BERTANYA APA TADI!
'Ntar, ntar. Tadi gue mau tanya apaan, sih? Ah, brengsek, ini kayaknya penting banget, deh. Tapi gue mau tanya apaan tadi???'
Dan, begitulah. Dara akhirnya tidak bisa menanyakan apapun meski rasanya dia benar-benar gatal untuk bertanya.
***
Siapa yang suka lupa pertanyaan penting kayak Dara? 🤣
Soalnya author gitu juga. Biar bisa bikin genk kita. Mungkin namanya (Lupa-Lupa Ingat)? 🤣
Okelah, author gak mau kebanyakan ngebacot. Tunggu bab selanjutnya hari ini juga, ya.
Bye-bye~
btw, Dar kuatin punggung lu aja ya, pria umur segitu masih ke itung muda. 🤣
ga semua sih cuma seuprit laki laki