Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Buka pintunya sekarang."
Yosep segera meminta seorang karyawan untuk membuka pintu. Setelahnya, Brian masuk dengan langkah yang begitu tegas. Aura kepemimpinan nampak terpancar jelas. Tidak ada senyuman. Tidak ada basa-basi. Wajahnya begitu datar dan menatap semua yang berada di sana dengan tatapan elangnya.
Hampir semua yang berada di sana tertunduk. Termasuk Ines. Baru pertama kali ia bertemu dengan Brian. Ia pikir, Brian itu adalah lelaki tua yang masih terlihat tampan. Itulah kenapa Lily memanggilnya Om Tampan. Ternyata tidak, Brian masih terlihat sangat muda dengan kulit putih bersihnya.
Ines sungguh merutuki sahabatnya yang lebih seperti orang rabun. Bagaimana bisa pria setampan Brian dipanggil sebagai om-om.
"Ehm! Yosep, berikan rekaman cctv itu padaku."
Yosep melangkah maju dan memberikan ponselnya. Selama Brian melihat rekaman itu, tidak ada yang membuka suara. Tangan Brian nampak merem*s kuat ponsel Yosep. Seolah hendak menghancurkannya. Namun, setelahnya ia tersenyum licik.
"Aku tidak menyangka kalau gadis kecil menyebalkan ini ternyata sangat berani. Dia bahkan tidak takut pada siapa pun. Pantas saja, dia berani melawanku," ujar Brian.
"Tuan, Anda memuji Nona Lily?"
"Tentu saja. Dia pantas menjadi wanita ku."
"Heh! Buat apa elu banggain gadis murahan itu? Apakah karena kalian sama-sama miskin?" hina Yasmin kesal.
"Yasmin! Jaga bicara lu! Elu enggak tahu kalau Kak Brian ...."
"Arvel, diamlah. Biarkan wanita ini tahu kebenarannya sendiri setelah ini," kata Brian. Masih dibarengi dengan senyuman liciknya.
"Apa?! Elu pikir gue takut sama elu? Tidak! Lihat saja setelah papa gue datang ke sini, elu bakal habis?!" hardik Yasmin sambil menunjuk-nunjuk wajah Brian.
"Oh, ya?" Brian memasukkan satu tangan ke saku celana. Lalu berdiri sambil bersandar meja. Mengambil gelas bekas minuman Lily. Menatap isinya yang masih ada setengah gelas. "Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan papamu yang katanya hebat itu."
"Lihat saja! Dasar pria miskin! Elu dan Lily itu sama saja?! Gue yakin elu pasti udah bersetubuh*h dengan Lily, 'kan? Asal elu tahu, Lily udah berkencan dengan banyak pria!"
Brian merem*s gelas itu. Rasanya sungguh sangat marah mendengar ucapan Yasmin. Namun, ia harus bisa menahan diri. Dengan langkah perlahan, ia mendekati Yasmin dan menatapnya dengan tatapan mengejek.
"Bagaimana kalau yang diucapkan kekasihku itu benar. Bahwa ternyata justru kamu lah yang sudah tidur dengan banyak pria." Brian berbicara sangat dekat dengan Yasmin. Seolah memberi peringatan. Akan tetapi, Yasmin tetap saja bersikap berani. Apalagi ia baru membaca pesan bahwa papa sudah hampir sampai.
"Awas saja! Setelah ini, elu akan bersimpuh di depan papa gue!"
"Kita lihat saja. Kamu sudah menghina dan menyakiti wanitaku. Bahkan, kamu sudah berani menamparnya. Setelah ini, kamu akan mendapatkan balasannya. Satu tamparan yang diterima oleh wanitaku, maka kamu akan mendapatkan balasan berkali lipat."
Brian menangkup dagu Yasmin. Membuka paksa mulut wanita itu dan langsung meminumkan sisa minuman dari Lily dengan cepat. Bahkan, Yasmin sampai tidak bisa menolak.
"Sialan! Apa yang elu lakuin!" Yasmin menepuk dada. Berusaha mengeluarkan minuman itu dari tenggorokannya. Namun, semua benar-benar percuma. "Brengsek!"
"Heh!" Brian justru menunggingkan senyumnya. "Ingat, siapa pun yang berada di sini. Berani menyakiti Lily maka kalian akan berhadapan denganku. Tidak terkecuali siapa pun itu!"
Peringatan dari Brian membuat suasana di ruangan itu mendadak hening. Hanya Yasmin yang nampak gelisah. Sepertinya obat itu mulai bereaksi.
"Kamu tinggal pilih saja, pria seperti apa yang akan memuaskan hasratmu. Bagaimana kalau aku pesankan tiga pria sekaligus?" ujar Brian masih dengan senyuman liciknya.
"Elu! Awas aja!"
"Yasmin, ada apa?"
Mendengar suara sang papa dari arah pintu, seketika senyum Yasmin melebar. Dengan segera mendekati papanya dan merangkul lelaki itu dengan kuat.
"Papa, tolong aku. Pria itu sudah memberikan obat perangsang padaku. Ini rasanya sangat menyiksa," adu Yasmin. Sambil mengusap tubuhnya yang terasa semakin panas.
Pria tua itu, mengepalkan tangan dengan rahang yang mengetat kuat.
"Hallo, Pak Santoso." Yosep menyapa sambil tersenyum simpul. Senyum yang penuh dengan arti.
"Tu-Tuan Yosep. Tu-Tuan Brian?" Pak Santoso nampak gugup. Menatap Yosep dan Brian secara bergantian. Amarah tadi mendadak lenyap saat itu juga.
"Papa kenal mereka? Mereka sudah jahat padaku, Pa." Yasmin semakin merengek.
"Tuan, ini ada apa? Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Pak Santoso bingung. Hal itu justru membuat Yasmin merasa kesal karena sang papa seolah tidak peduli padanya.
Yosep tidak berbicara. Langsung memberikan rekaman cctv di mana Yasmin menghina dan menampar Lily. Bukannya memarahi sang putri, Pak Santoso justru tersenyum simpul.
"Tuan Brian, Tuan Yosep. Memang benar apa yang dikatakan oleh putri saya. Kami mengenal dia sudah lama. Dia hanyalah gadis miskin. Bekerja di toko bunga. Ayahnya orang yang cacat. Jika dia bertahan sampai saat ini, bukankah besar kemungkinan bahwa dia naik ke ranjang pria kaya dewasa." Pak Santoso berbicara dengan santai seolah tanpa beban.
"Lihatlah. Pemikiran ayah gue lebih cerdas daripada pemikiran elu!" Yasmin masih saja berani.
"Kalau begitu, sepertinya kamu harus membayar mahal atas hinaan itu. Yosep, kamu tahu apa yang harus dilakukan bukan?"
Yosep mengangguk cepat. "Santoso, mulai besok kamu bukan lagi manager utama di Perusahaan Anggara Group. Kamu dipecat?!"
"Apa?!"
Semua tersentak. Termasuk Yasmin.
"Bukan hanya itu, namamu akan di blacklist dari semua perusahaan di bawah naungan Anggara Group. Jadi, jangan harap kamu akan hidup enak setelah ini," lanjut Yosep.
"Tapi, Tuan. Apa salah saya? Saya datang ke sini hanya untuk membela putri saya. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun pada kalian bukan?"
"Menghina Nona Lily bahkan menamparnya sampai berdarah. Apa itu bukan sebuah kesalahan fatal?" sentak Yosep. Sementara Brian hanya diam karena sudah terbiasa Yosep yang berbicara. Walaupun hati Brian rasanya panas dan ingin menghabisi kedua orang di depannya itu.
"Memang apa hubungannya Tuan Brian dan Nona Lily? Apakah Tuan Brian ...."
"Apa? Lily ada kekasihku. Dia adalah wanitaku. Tidak ada seorang pun yang boleh menyakitinya. Siapa pun yang berani menyakiti dia maka harus berhadapan denganku. Menerima segala konsekuensinya!"
"Tuan Brian, saya minta maaf. Saya tidak tahu kalau gadis murahan itu adalah kekasih Anda." Pak Santoso menangkup kedua tangan di depan dada.
"Masih berani kamu memanggil wanitaku seperti itu? Apa perlu aku panggil orang untuk menghajarmu sampai mati?!"
"Jangan, Tuan. Maafkan saya. Maksud saya, Nona Lily. Saya tidak tahu kalau Nona Lily adalah kekasih Anda."
"Pa, kenapa jadi begini?" keluh Yasmin merengek. Santoso memberi kode pada Yasmin agar diam. Namun, Yasmin justru mendekati Brian sambil mendelik tajam. "Memangnya elu siapa?! Berani sekali memecat papa?!" teriak Yasmin tidak terima.
"Perkenalan, Nona. Namaku Brian Setya Anggara. Putra sulung Regardian Anggara. Seharusnya kamu tahu, seperti apa posisiku di Anggara Group, bukan?"
"I-ini ti-tidak mungkin."
kenapa Lily begitu syok melihat Om tampan datang yang ikut hadir dimalam itu 🤦