NovelToon NovelToon
Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Poligami / Janda / Harem / Ibu Mertua Kejam / Tumbal
Popularitas:34.4k
Nilai: 5
Nama Author: Hayisa Aaroon

Di Era Kolonial, keinginan memiliki keturunan bagi keluarga ningrat bukan lagi sekadar harapan—melainkan tuntutan yang mencekik.
~
Ketika doa-doa tak kunjung dijawab dan pandangan sekitar berubah jadi tekanan tak kasat mata, Raden Ayu Sumi Prawiratama mengambil jalan yang tak seharusnya dibuka: sebuah perjanjian gelap yang menuntut lebih dari sekadar kesuburan.
~

Sementara itu, Martin Van der Spoel, kembali ke sendang setelah bertahun-tahun dibayangi mimpi-mimpi mengerikan, mencoba menggali rahasia keluarga dan dosa-dosa masa lalu yang menunggu untuk dipertanggungjawabkan.

~

Takdir mempertemukan Sumi dan Martin di tengah pergolakan batin masing-masing. Dua jiwa dari dunia berbeda yang tanpa sadar terikat oleh kutukan kuno yang sama.

~

Visual tokoh dan tempat bisa dilihat di ig/fb @hayisaaaroon. Dilarang menjiplak, mengambil sebagian scene ataupun membuatnya dalam bentuk tulisan lain ataupun video tanpa izin penulis. Jika melihat novel ini di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayisa Aaroon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengkhianatan Sumi

Sementara di kamar tamu kadipaten, Sumi terbaring gelisah di tempat tidur yang terasa asing. Matanya terpejam namun tidur tak kunjung datang. 

Pikirannya dipenuhi kata-kata Ki Jayengrana tentang telur bulus yang harus dimakan tujuh butir dalam tujuh malam berturut-turut. Tidak boleh terputus. Jika terputus, ritual akan sia-sia, bahkan bisa mendatangkan malapetaka.

Sumi memijat keningnya. Dari tujuh butir telur bulus yang harus ia makan, baru dua yang berhasil ia konsumsi. 

Dan malam ini, karena harus berada di kadipaten, ia tidak bisa melanjutkan ritual itu. Apa yang akan terjadi? Apakah memang akan ada malapetaka?

Dalam hati, ia semakin menyesali keputusannya mendatangi dukun itu. Alih-alih menyelesaikan masalahnya, justru semakin memperumit keadaan. 

Belum lagi kejadian dengan Martin kemarin malam—hal yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan akan terjadi.

Dan yang paling menyakitkan hati adalah kenyataan bahwa ia telah mengambil jalan pintas ke dukun hanya untuk memenuhi harapan keluarga suaminya, tetapi keluarga itu dengan mudahnya menggantikannya dengan perempuan lain yang jelas bisa mempunyai anak. 

Rasa sakit itu menusuk lebih dalam dari segala tuduhan dan cercaan yang pernah ia terima.

Sumi memejamkan mata lebih erat, berharap bisa mengusir semua pikiran yang membuatnya gelisah. 

Besok, putusnya dalam hati, ia akan menemui Ki Jayengrana dan memutus perjanjian ritual itu. Ia sudah lelah.

Namun sebelum ia sempat terlelap, suara pintu yang ditutup dengan keras mengejutkannya. Tidak seperti biasanya—Soedarsono selalu menutup pintu dengan halus dan berhati-hati. Kali ini terdengar seperti orang yang sedang kesal.

Sumi bangkit dan segera berdiri untuk menyambutnya. "Bagaimana keadaan Romo, Kangmas?" tanyanya dengan nada khawatir, berusaha mengabaikan ekspresi dingin di wajah suaminya.

Soedarsono tidak langsung menjawab. Ia melepas beskap hitamnya dengan gerakan kasar, melemparkannya ke atas kursi tanpa peduli pada lipatannya.

"Romo sudah lebih baik," jawabnya singkat, suaranya terdengar kesal. "Tapi aku justru mendapat masalah baru."

Sumi yang mengambil surjan sutra dan kain batik halus dalam lemari sontak menoleh ke arah suaminya. "Masalah apa, Kangmas?"

Soedarsono berbalik, menatap istrinya dengan tatapan tajam. "Ibu menceritakan percakapan kalian tadi. Tentang bagaimana Diajeng berani membantah Ibu."

Sumi menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk amarah suaminya. "Saya hanya membela diri, Kangmas. Ibu menuduh saya sebagai penyebab Raden Ajeng Suryaningrum dan Raden Ajeng Kusumastuti tidak kunjung mendapat lamaran."

"Dan Diajeng berkata pada Ibu bahwa adik-adik Kangmas tidak cukup cantik?" tanya Soedarsono, suaranya meninggi.

"Memang kenyataannya demikian. Jelas mereka kalah bersaing dengan anak-anak bupati lain yang lebih cantik. Jadi mengapa mereka tidak kunjung menerima lamaran, itu bukan kesalahan saya."

Soedarsono mengepalkan tangannya. "Kau sudah keterlaluan, Diajeng. Bagaimana kau bisa bicara seperti itu pada Ibu?"

"Karena saya lelah disalahkan terus-menerus!" suara Sumi mulai meninggi, meski ia berusaha mengendalikan diri. 

Soedarsono melangkah mendekat, wajahnya menggelap menahan amarah. "Aku sudah susah payah mempertahankanmu selama sepuluh tahun terakhir, Diajeng. Membela posisimu di hadapan Ibu, di hadapan keluarga besar. Tapi kau merusaknya dengan begitu mudahnya."

Sumi menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. "Mempertahankan? Atau hanya menunda-nunda untuk menceraikan saya?"

"Jangan membalik kata-kataku!"

"Saya tidak membalik apa-apa, Kangmas," jawab Sumi, suaranya bergetar tapi tetap tegas. "Mungkin memang jodoh kita tidak panjang. Saya juga sudah lelah."

Soedarsono terdiam, tidak menyangka istrinya akan berkata seperti itu.

"Saya juga sudah berupaya sekeras mungkin," lanjut Sumi, air matanya mulai mengalir. "Melakukan apa pun yang bisa saya lakukan. Minum jamu pahit setiap hari, menjalani berbagai pengobatan, bahkan ...." Ia terdiam, hampir menyebut ritual di Kedung Wulan.

"Bahkan apa?" tanya Soedarsono curiga.

"Bahkan rela Kangmas menikah lagi tanpa protes," lanjut Sumi cepat. "Menerima Pariyem dan Lastri dengan lapang dada. Menerima cercaan dan ejekan. Tapi mungkin memang sudah saatnya Kangmas menikah dengan perempuan yang jelas bisa mempunyai anak."

Soedarsono menatap istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Jadi kau menyerah begitu saja?"

"Bukan menyerah," jawab Sumi, menghapus air matanya. "Tapi sudah legowo. Mungkin memang nasib saya tidak bagus. Orangtua meninggal semua saat saya masih muda. Tidak punya saudara kandung. Mungkin saya memang ditakdirkan sebatang kara."

Kata-kata itu keluar dengan penuh kepahitan. Sumi ingat bagaimana ayahnya, Demang Pranatadirja, meninggal dalam keadaan melankolis setelah kematian misterius sang istri. 

Tidak ada saudara kandung. Hanya kecantikannya yang akhirnya memberi status sebagai garwo padmi, dan itu pun akan segera hilang.

"Kau bicara seolah sudah putus asa," ucap Soedarsono, nada suaranya sedikit melembut.

"Bukankah memang sudah waktunya?" tanya Sumi balik. "Kangmas akan menikahi Raden Ayu Retnosari. Keluarga akan bahagia karena akhirnya ada istri yang bisa memberikan keturunan. Dan saya ... saya akan mencari jalan hidup saya sendiri."

Soedarsono duduk di tepi tempat tidur, tampak lelah. "Aku tidak ingin bercerai darimu, Diajeng. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan keinginan Ibu dan tuntutan untuk memberikan pewaris."

"Saya mengerti," angguk Sumi. "Dan saya tidak akan mempersulit. Tapi saya juga tidak akan menerima posisi sebagai garwo ampil. Saya masih punya harga diri."

Mereka terdiam dalam keheningan yang menyesakkan. Di luar jendela, terdengar suara burung hantu yang menambah suasana suram.

"Jadi ini akhirnya?" tanya Soedarsono pelan.

"Mungkin," jawab Sumi, suaranya hampir berbisik. "Kita sudah berusaha, Kangmas. Tapi mungkin memang tidak berjodoh panjang."

Soedarsono menatap istrinya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Diajeng, Kangmas ingin bertanya sesuatu. Tentang cinta Diajeng pada Kangmas."

Sumi mengangkat wajahnya, menatap suaminya dengan bingung.

"Selama ini," lanjut Soedarsono, suaranya bergetar, "Kangmas rela menerima kenyataan bahwa Diajeng tidak bisa memberi keturunan. Kangmas tetap mempertahankanmu di tengah desakan Ibu untuk melepaskanmu. Aku yang berjuang agar kau tetap menjadi istri utama, setidaknya sampai sekarang, lima belas tahun lamanya."

Sumi menunduk, tidak sanggup menatap mata suaminya yang penuh luka.

"Tapi kenapa kau begitu mudahnya pergi dari Kangmas?" tanya Soedarsono dengan nada terluka. "Kenapa kau tidak berjuang untuk mempertahankan pernikahan kita? Apakah cinta Diajeng pada Kangmas selemah itu?"

Sumi terdiam lama sebelum menjawab. "Justru karena cinta, Kangmas. Karena saya mencintai Kangmas, saya tidak ingin menjadi beban yang menghambat masa depan Kangmas. Kangmas butuh pewaris, dan saya tidak bisa memberikannya."

“Jika benar cinta, seharusnya Diajeng tidak akan meninggalkan Kangmas.” Suara Soedarsono semakin berat, terdengar perih.

"Lalu bagaimana kalau kita pergi dari sini?" tanya Sumi tiba-tiba, menatap suaminya dengan mata berbinar. "Pergi jauh, memulai hidup baru tanpa lingkungan yang mencekik saya setiap hari dengan pertanyaan kapan mempunyai anak? Tanpa tekanan dari keluarga, tanpa status dan kedudukan yang mengekang?"

Soedarsono menatap istrinya dengan tatapan tidak percaya. "Pergi? Meninggalkan semua ini?"

"Kenapa tidak?" desak Sumi. "Kita bisa pindah ke Batavia, atau bahkan ke luar pulau. Mulai hidup sederhana, hanya kita berdua. Bukankah itu yang penting?"

Soedarsono menggeleng pelan. "Itu mudah bagimu untuk bicara seperti itu, Diajeng. Kau sudah tidak punya orangtua, tidak punya keluarga besar yang bergantung padamu. Tapi aku ... aku anak laki-laki tertua. Aku punya banyak tanggung jawab. Pada Ibu, pada adik-adikku, pada rakyat yang kuurus sebagai patih."

Sumi menghela napas, kecewa dengan jawaban suaminya.

"Dan lagi," lanjut Soedarsono, matanya menyipit curiga, "Kangmas merasakan Diajeng telah berubah sejak bertemu dengan Martin van der Spoel. Ada sesuatu yang berbeda darimu, Diajeng."

Sumi menghela napas panjang, merasa lelah dengan tuduhan yang terus berulang. "Jangan mencari kambing hitam, Kangmas. Saya memang berubah, tapi bukan karena Tuan Martin. Saya berubah karena lelah dengan keluarga Kangmas, terutama Ibu dan adik-adik perempuan Kangmas yang terus memojokkan saya."

Ia beranjak, mengambil baju tidur suaminya. "Mari, Kangmas. Sudah larut. Besok masih ada banyak urusan."

Dengan gerakan lembut yang sudah menjadi kebiasaan selama lima belas tahun, Sumi membantu suaminya berganti pakaian, memakaikan surjan sutra, melipat pakaian dengan rapi. Rutinitas yang mungkin akan segera berakhir.

Setelah keduanya berbaring, Soedarsono memeluk istrinya dari belakang. Tubuh Sumi terasa familiar di pelukannya—lekuk-lekuk yang telah ia hafal, aroma melati yang selalu menguar dari rambutnya, kehangatan yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.

"Diajeng," bisiknya di telinga istrinya, "Kangmas tidak yakin bisa hidup tanpamu."

Tapi Sumi tidak menjawab. Napasnya sudah teratur, pertanda ia telah terlelap. Kelelahan fisik dan emosional hari ini akhirnya mengalahkan kegelisahannya.

Soedarsono tidak bisa tidur. Pikirannya terus berkelana, mencoba mencari jalan tengah. Jelas ia tidak mau berpisah dengan perempuan yang telah mengisi hidupnya selama lima belas tahun. Itu tidak akan mudah. Tapi bagaimana ia bisa melawan tekanan keluarga dan tuntutan untuk memiliki pewaris?

Dalam kegelapan, ia menatap wajah istrinya yang tidur dengan damai. Bahkan dalam tidur, Sumi terlihat sangat cantik—garis wajah yang halus, bulu mata yang panjang, bibir yang selalu terlihat memerah alami.

Tiba-tiba, dari bibir Sumi yang tertidur, keluar gumaman pelan. Soedarsono menajamkan pendengarannya.

"Tuan Martin …," gumam Sumi dalam tidurnya, diikuti dengan desahan pelan yang membuat bulu kuduk Soedarsono berdiri. 

Jantung Soedarsono seakan berhenti berdetak. Nama pemuda Belanda itu keluar dari bibir istrinya dengan nada yang ... intim. Sangat berbeda dari cara Sumi menyebut nama itu ketika terjaga.

Kini ia lebih mempercayai instingnya daripada mulut istrinya ketika terjaga. Ada sesuatu yang disembunyikan Sumi, dan itu berkaitan dengan Martin van der Spoel.

Dengan hati-hati agar tidak membangunkan sang istri, Soedarsono mulai membuka perlahan kancing kebaya Sumi yang berkerah tinggi. 

Jemarinya bergerak dengan sangat hati-hati, satu per satu, sampai kerah kebaya itu terbuka dan menyingkap leher, bahu, serta dada istrinya.

Yang dilihatnya membuat darahnya membeku.

Di bahu dan dada Sumi, jelas terlihat tanda-tanda yang telah menggelap—bekas-bekas yang ia kenal betul sebagai bekas ciuman dan gigitan. 

Tanda-tanda yang tidak mungkin ia buat, karena sudah berhari-hari ia tidak menyentuh istrinya secara intim.

Dengan amarah yang menggunung, Soedarsono bangkit dari tempat tidur, tangannya mengepal erat. 

Tidak pernah ia membayangkan bahwa istrinya—Sumi yang dikenalnya begitu menjaga kehormatan, yang bahkan enggan menatap langsung mata laki-laki lain—dapat tergoda oleh seorang pemuda Belanda.

Ia berdiri di samping tempat tidur, menatap istri yang masih tertidur pulas itu dengan campuran kemarahan, kekecewaan, dan sakit hati yang luar biasa. 

Selama lima belas tahun, ia percaya sepenuhnya pada kesetiaan Sumi. Selama lima belas tahun, ia mempertahankannya dari segala tekanan. Dan ini balasannya?

Dengan langkah geram, Soedarsono keluar dari kamar, menutup pintu dengan keras. Ia perlu udara segar.

Di koridor kadipaten yang sepi, Soedarsono berjalan mondar-mandir, pikirannya berkecamuk. Bagaimana ini bisa terjadi? Kapan? Di mana? Dan yang lebih penting—apa yang harus ia lakukan sekarang?

Satu hal yang pasti, pernikahannya dengan Sumi sudah benar-benar berakhir. Bukan hanya karena masalah keturunan, tapi karena pengkhianatan yang tidak akan pernah bisa ia maafkan.

Tapi yang membuat amarahnya semakin membara adalah kenyataan bahwa pemuda Belanda itu—Martin van der Spoel—telah berani menodai istrinya. Dan pemuda itu harus membayar perbuatannya.

Sementara itu, di kamar, Sumi masih terlelap dalam tidurnya yang penuh gairah bersama Martin van der Spoel, tidak menyadari bahwa rahasianya telah terbongkar dan badai yang mengerikan sedang menanti untuk menghancurkan hidupnya.

1
🍭ͪ ͩ💜⃞⃟𝓛 S҇ᗩᑎGGITᗩ🍒⃞⃟🦅
Sumi kerasukan sihir
entah bagaimana caranya
Sumi harus sampai ke pendeta Cornelis
semoga belum terlambat
Alea 21
tegang puoll..apalagi bacanya pas tengah malam...
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
wahh mantra dendam terus berjalan yaaa
waduhh semoga saja ini berhasil dan semua akan memudar dgn ikatan suci krn jln satunya ya menikah bukan berzianah meski bukan karna kehndk sndri tp semua itu. dilandasi dendam seseorang
Amara
Tidak semudah perkiraan ,membawa Sumi walau berhasil tapi tetap ada perlawanan dari penghuni jiwa ...
Takut Sumi menolak di kristenisasi dan kutukan itu akan semakin dalam dan sulit buat di lenyapkan
Amara
Takut banget Sumi bakal loncat dari mobil yang sedang melaju...
menggeram dan menyerang semua yang ada di mobil dan karena panik lalu mengalami kecelakaan....
ngeri banget bayanginnya ...
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
wiiih tegang ndoro.. /Sweat/ kekuatan gelap dalam diri Sumi berusaha menolak cahaya
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana: appa mah Avatar Ang yuk 🙄
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈: ahahahahaaaaa.... apa yg suka bawa si momo dan appa itu bukan
total 12 replies
Anggita 2019
semoga selamat sampai ke gereja
Darwati Zian
baca pertama,,moga Sumi SM Martin bisa lepas dari kutukan Thor
mbok e Gemoy
retno baru juga calon sudah duduk didepan,
padahal belum karuan gimana dia melayani anaknya kelamSumi udah melayani anaknya 15tahu dan legowo dengan sikap ibu mertuanya tapi begitu direndahkan
Zia Zee
can't wait for the next chapter, Ndorooo 😁
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
aduh ndoro ayu
coet nikah aja sm martin biar g jd firnah dan terbebas dr belebgu dendam ya aknnn
Ai Emy Ningrum: /Toasted//Toasted/
total 1 replies
Titik Luk Aida
Martin martiiiinnnn sabar sabar jangan tegangan dong,,,, selangkah lagi selangkah lagi kami semoga bisa nikah dgn Sumi. pak Johan jangan egois lihatlah tingkah anakmu di kerumunan orang saja berani mau berdiri mengikuti sumu keluar untung km cegah kl tidak udah lari dia nyamperin Raden ayu sumirna
Titik Luk Aida
Sumi tolong jangan pulang dan jangan melanjutkan aksi bunuh dirimu , merenung lah...
noofii
Martin astaga malu ihh keliatan kecintaan banget 🤭
Alea 21
Hatjr nuwun double up nya ndooroo Author....gak sabar nunggu hari esok
Amara
Rasa 15 tahun bersama masih bersemayam, apa yang kau harap Sumi?? Apa kamu menginginkan Soedarsono menjemputmu lagi setelah masa iddah mu selesai??
Jangan Sumi, jangan punya harapan seperti itu, apa kau mau tenggelam lagi dalam hinaan kanjeng ibu dan menjadi garwo sisih?
🍭ͪ ͩ💜⃞⃟𝓛 S҇ᗩᑎGGITᗩ🍒⃞⃟🦅
ndoro ayu Sumi
merasa sesekk ,
bertahan di sana tapi bukan siapa2 lagi ,
apalagi dgn mudahnya Raden Soedarsono menceraikan stlh 15 th menikah,di abai kan begtu saja
selain menghindari timbulnya rasa yg sdh tidak pantas lagi ,
Sumi juga menghindari Martin ,
daripada membawa masalah makin rumit , setidaknya menghindar untuk sekarang
Anggita 2019
kurang panjang ndoro
neng Ai💗
Andai Johan memilih reputasi pun akan tetap malu,karena ulah Martin yg sudah dikendalikan iblis sepenuhnya jika tidak dinikahkan
Alea 21
semoga raden ayu sumirna bersedia menjadi istri nya martin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!