Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rio berubah pikiran
Hari berlalu begitu cepat seperti biasa Kevin menjalani semua aktivitasnya .Bisnis, rapat ,telepon penting hingga hal-hal yang melingkupi dunia pekerjaan selalu dilakukan dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Tak sekali pun ia melupakan kewajibannya sebagai pebisnis yang paling diperhitungkan.
"Pagi Kevin." sapa Soraya yang sudah menunggunya di meja makan.
Kevin menghentikan langkahnya sejenak, sedikit terkejut melihat Soraya yang duduk santai di ruang makan rumahnya, seolah itu adalah hal biasa. Ia merapikan dasinya sambil menarik napas panjang, mencoba menyembunyikan kekesalan yang perlahan muncul.
"Pagi, Soraya," balas Kevin datar.
Soraya tersenyum manis, seolah tidak menyadari perubahan suasana. Ia menyodorkan secangkir kopi yang sudah ia siapkan.
"Untukmu. Aku pikir kau butuh energi sebelum memulai hari yang panjang," katanya dengan nada menggoda.
Kevin hanya menatap cangkir itu sebentar, lalu duduk di kursi seberang tanpa menyentuh kopi pemberian Soraya.
"Apa yang kau lakukan , Seraya ?" tanyanya akhirnya, tanpa basa-basi.
Soraya tersenyum tipis, meletakkan sendok kecil di piring rotinya dengan pelan, lalu menatap Kevin lekat-lekat.
"Aku hanya ingin memastikan kau sarapan sebelum kerja. Aku peduli padamu, Kevin. Selalu." katanya manis, namun ada nada kepemilikan dalam suaranya.
Kevin mendengus pelan. Ia tahu Soraya bukan tipe wanita yang melakukan sesuatu tanpa maksud tersembunyi. Walau Kevin sudah menjelaskan semuanya,Soraya tidak akan pernah berhenti.
"Tidak perlu Soraya, lau tidak harus melakukannya," balas Kevin singkat.
Soraya masih mempertahankan senyumnya, meski ia bisa merasakan ketegangan di udara.
"Aku dengar, kau sering ke kota Dimas akhir-akhir ini," katanya perlahan, nadanya berpura-pura santai.
Kevin menegang. Ia mengangkat pandangannya, bertemu dengan mata Soraya yang kini berbinar aneh.
"Kau memata-matai ku? Soraya ini urusanku bukan urusanmu." jawab Kevin dingin.
Soraya tertawa kecil, suaranya ringan namun penuh tekanan.
"Kevin," ucapnya lembut, hampir seperti bisikan,
"Aku hanya ingin mengingatkanmu. Tidak semua orang layak untuk berdiri di sisimu. Dunia kita terlalu keras untuk orang sepertinya."lanjutnya.
Kevin mengepalkan tangannya di atas meja, menahan diri agar tidak meledak. Ia tahu Soraya sedang bermain api mencoba mengusik kesabarannya.
"Jangan ikut campur, Soraya," ucap Kevin tegas.
"Aku yang memutuskan siapa yang ada di sisiku."
Soraya mengangguk perlahan, bibirnya membentuk senyum pahit.
"Kalau begitu, jangan salahkan aku kalau suatu saat kau menyesal," katanya pelan, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya.
Ia merapikan tas kecilnya, melangkah dengan anggun ke arah pintu. Namun sebelum pergi, ia sempat berbalik sebentar, menatap Kevin dengan pandangan menusuk.
"Beberapa luka, Kev... tidak akan pernah sembuh. Kadang, lebih baik mencegah daripada memperbaiki."
Setelah itu, Soraya pergi meninggalkan Kevin yang masih duduk diam, menatap kosong ke arah pintu yang baru saja tertutup. Kata-kata Soraya bergema di kepalanya, mengusik ketenangan yang berusaha ia bangun.
Tanpa sadar, Kevin mengepalkan kedua tangannya. Ia tahu, Soraya tidak akan berhenti sampai di sini.Ia merasa bersalah membiarkan Soraya keluar masuk dalam kehidupannya.
***
Di sebuah apartemen Soraya melampiaskan kekesalannya. Anita dan Rio hanya menatap Soraya dengan diam.
"Brengsek." maki Soraya.
Soraya tak menduga Kevin berubah begitu jauh lebih dingin dari biasanya. Semakin hari ,Kevin semakin jauh darinya. Anita yang sejak awal meminta dirinya untuk tak mengusik kehidupan pribadi Kevin pun mendekat ,mencoba menenangkan sahabatnya itu.
"Soraya, sebaiknya kau tenangkan diri dulu. Kau tahu Kevin bukan tipe orang yang bisa dipaksa." ucap Anita lembut sambil memegang lengan Soraya.
Namun Soraya menepis tangan Anita dengan kasar, matanya merah menahan amarah.
"Aku sudah cukup sabar, Nita!" serunya.
"Aku sudah terlalu lama membiarkan dia hidup sesuka hati. Sekarang, aku tidak akan tinggal diam, apalagi membiarkan gadis murahan itu merebut Kevin dariku!"
Rio yang dari tadi hanya memperhatikan akhirnya angkat suara.
"Soraya, dengarkan aku. Kalau kau bertindak gegabah, semua akan berbalik melawan mu. Kevin bisa benar-benar membencimu."
Namun Soraya menggeleng cepat, senyum miring kembali menghiasi wajahnya.
"Kalau Kevin membenciku... biar. Yang penting dia tidak akan pernah jatuh ke tangan perempuan itu," gumam Soraya dengan nada mengerikan.
Anita dan Rio saling pandang, saling bertukar kekhawatiran tanpa kata.
"Apa yang akan kau lakukan, Soraya?" tanya Anita pelan, meski dalam hatinya ia ragu ingin tahu jawabannya.
Soraya menatap Rio, tatapannya begitu menusuk hingga Rio mengerti apa yang harus dilakukan.
"Baiklah ,Soraya. Aku akan membantumu sesuai rencana. Tapi aku tak ingin terlibat langsung. Kau tau bukan jika Kevin juga sahabatku."
Soraya mengangkat satu alisnya, bibirnya menyunggingkan senyum tipis penuh perhitungan.
"Tentu saja, Rio. Aku tak akan menyeret mu terlalu jauh. Aku hanya butuh kau menakutinya," ucap Soraya santai, seolah yang direncanakannya hanyalah hal sepele.
Rio menghela napas panjang. Ada perasaan tidak nyaman menggerayangi hatinya, tapi ia tetap mengangguk pelan.
"Apa yang kau butuhkan?"
Soraya bergerak cepat. Ia mengambil ponsel dari meja, membuka sebuah file foto yang memperlihatkan Alya, gadis yang kini mulai dekat dengan Kevin, sedang tersenyum di depan toko bunganya.
"Ini dia. Namanya Alya. Gadis biasa yang tiba-tiba muncul di hidup Kevin. Aku ingin hidupnya hancur."
Anita membelalak.
"Soraya, ini sudah keterlaluan! Kau mau menghancurkannya?"
Soraya menatap Anita dengan mata yang dingin.
"Kalau itu satu-satunya cara agar dia pergi dari Kevin... ya."
Anita memijit pelipisnya, hatinya berkecamuk. Ia mengenal Soraya terlalu baik, sekali Soraya memutuskan sesuatu, ia akan melakukannya sampai tuntas, tanpa peduli siapa yang terluka. Rio menatap foto Alya itu lama, sebelum akhirnya bergumam,
"Baiklah,aku akan berusaha. Tapi Soraya...hal ini bisa membuatmu kehilangan segalanya."
Soraya tertawa kecil, suaranya terdengar getir.
"Aku sudah kehilangan Kevin, Rio. Apa lagi yang perlu aku takutkan?"
Suasana ruangan itu menjadi semakin berat. Anita hanya bisa diam, berharap dalam hati semoga apapun yang akan terjadi, tidak akan berakhir terlalu buruk untuk semua orang.
Di sisi lain, Kevin yang sedang berada di kantornya, berdiri di depan jendela besar, menatap langit kota yang kelabu. Firasat buruk menggelayuti pikirannya. Ia tahu Soraya tidak akan menyerah semudah itu. Ia tahu, badai sedang menunggu di depan. Dan orang yang paling ia khawatirkan... adalah Alya.
***
Rio berhenti di sebrang jalan depan toko bunga di mana Alya berada. Sebelum benar-benar melakukan apa yang diinginkan Soraya,Rio mencoba memperhatikan gerak-gerik Alya terlebih dahulu.
Tak berapa lama seorang gadis keluar dari dalam toko, mata Rio terbelalak melihat senyum manis gadis itu,wajahnya memancarkan kesejukan membuat hati Rio bergetar.
Rio mendadak bimbang. Ia menatap Alya dari jauh, melihat bagaimana gadis itu tertawa kecil sambil mengatur beberapa pot bunga di depan tokonya. Setiap gerakan Alya begitu alami, begitu... murni. Sama sekali tidak seperti sosok "perusak" yang dibayangkan Soraya.
"Apa yang aku lakukan..." gumam Rio, setengah bicara pada dirinya sendiri.
Soraya meminta dia membuat Alya ketakutan, mengusirnya dari kehidupan Kevin. Tapi sekarang, berdiri di sini, Rio justru merasa ragu. Ada sesuatu tentang Alya yang membuatnya berpikir dua kali.
Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Soraya.
"Sudah kau lakukan?"
Rio mendesah berat, mengetik balasan singkat.
"Masih observasi."
Ia masukkan kembali ponselnya ke saku, lalu kembali menatap Alya. Tanpa sadar, Rio tersenyum kecil saat melihat Alya membantu seorang nenek tua memilih bunga, melayani dengan sabar dan penuh perhatian.
Ini jauh dari sosok perempuan "murahan" seperti yang dituduhkan Soraya.
Rio memutuskan untuk menunggu lebih lama, mencari tahu lebih banyak. Setidaknya, sebelum ia mengambil keputusan yang bisa merusak hidup seseorang.
**
Beberapa jam kemudian, ketika toko mulai sepi, Alya tampak menutup pintu tokonya. Rio melihatnya berjalan ke arah mini market sambil membawa tas kecil ditangannya.
Tiba-tiba, naluri Rio sebagai pelindung muncul. Ia memutuskan untuk mengikutinya dari jauh, memastikan Alya sampai dengan aman. Bukan untuk menakutinya seperti rencana awal... melainkan untuk berjaga.
Di kejauhan, Rio tersenyum kecil.Mungkin, pikirnya, Tuhan mempertemukan mereka bukan untuk saling menyakiti... melainkan untuk saling menyelamatkan.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.