Tuhan Bawa Aku Pergi

Alisa melihat tampilan saudari kembarnya tersebut, bahkan Anisa tak malu memakai pakaian yang begitu terbuka melihatkan auratnya.

“Anisa, Kamu kenapa seperti ini ?” tanya Alisa

Anisa menatap Alisa dengan jengah,

“Memangnya apa urusan mu, hah ? Jangan ikut campur urusan Ku ! Paham !” Anisa mendorong Alisa hingga Alisa mundur beberapa langkah.

“Aku seperti ini gara-gara Kamu ! Seharusnya Aku yang lahir bukan Kamu ! Gara-gara Kamu Aku harus mengubur mimpi Ku !” Anisa meluapkan emosinya pada Alisa.

“Apa maksud Kamu, Nis ?” tanya Alisa tak mengerti.

“Usaha Ayah bangkrut sekarang ! Ibu sakit ! dan Aku harus mencari uang untuk sekolah !” kata Anisa apa adanya yang membuat Alisa langsung terkejut mendengarnya.

“Ayah bangkrut ? Ibu Sakit ?” ucap Alisa dengan mata yang berkaca-kaca.

“Semua ini gara-gara Kamu yang selalu jadi anak yang setiap harinya hanya bisa membuat ulah !” kata Anisa terus memojokkan Alisa yang membuat Alisa semakin sedih mendengarnya.

“Mulai sekarang, anggap saja Kita tidak pernah saling mengenal ! Aku juga tidak menganggap Kamu masih hidup ! Jalani saja hidup mu di pesantren jadi anak yang solehah !” kata Anisa hendak meninggalkan Alisa.

“Pekerjaan apa yang Kamu jalani, Nisa ? Jangan bilang Kamu jadi simpanan pria itu !” tebak Alisa yang membuat Anisa geram mendengarnya.

“Memangnya apa peduli mu, hah ? Aku hanya perlu mengangkang kan kaki memuaskan dia !” kata Anisa menatap tajam Alisa

“Astaghfirullah !” Alisa sampai menutup bibirnya, begitu mendengar ucapan Anisa barusan.

“Lagian, kalau Kamu ada di posisi Aku. Kamu pasti ikutan juga jadi lon*te !” kata Anisa, kemudian ia pergi meninggalkan Alisa yang kini menangis.

“Ya Allah, Nisa !”

Alisa tak mampu lagi berkata apa-apa, benarkah yang dikatakan oleh Anisa padanya. Kedua orang tuanya sedang susah sekarang. Tapi mengapa mereka tidak memberi kabar padanya ?

Syira menunggu Alisa sejak tadi tak kunjung kembali ke meja mereka. Ia pun berinisiatif menyusul Alisa ke toilet. Di sana ia ia melihat Alisa ternyata dalam keadaan menangis.

“Alisa, Kamu kenapa ?” tanya Syira khawatir.

Alisa kemudian menghapus air matanya.

“Gak apa-apa Mbak !” jawab Alisa cepat.

“Gak mungkin ! Kamu jangan sembunyikan apapun dari Mbak ! Ayo cerita, ada apa ?” tanya Syira penasaran, ia tak yakin kalau Alisa baik-baik saja.

“Serius Mbak ! Aku gak apa-apa ! Aku cuma kepleset aja tadi. Lihat nih baju Aku basah !” kata Alisa, ia tak mungkin menceritakan masalah keluarganya pada Syira. Itu adalah aib yang sangat memalukan baginya. Siapa yang siap mendengar jika ia memiliki saudari kembar yang saat ini tengah berprofesi sebagai pela.cur.

“Aduh…Kamu kok gak hati-hati sih, Lisa ! Ya sudah Mbak ambilkan baju ganti dulu buat Kamu ya !”

Melihat kepergian Syira membuat Alisa merasa sedikit lega. Namun kembali lagi ucapan Anisa membuatnya terus kepikiran.

Beberapa bulan kemudian,

Tak terasa Alisa sudah satu tahun Alisa tinggal di pesantren dan ia memutuskan untuk kembali pada kedua orang tuanya.

Alisa bahkan tidak di jemput oleh kedua orang tuanya, ia memutuskan untuk pulang sendiri dan ternyata Syira berinisiatif untuk mengantarkan Alisa pulang sampai ke rumahnya dengan aman dan selamat.

“Terimakasih Ummi dan Abah sudah mendidik Alisa di pesantren ini. Maaf kalau Alisa ada salah selama mondok disini.” Kata Alisa dengan tulus berpamitan pada Najwa dan Aziz.

“Justru Kami yang berterimakasih padamu, Nak ! Berkat Kamu yang pernah tampil di televisi lihat santri di pondok pesantren ini tambah banyak peminatnya dari berbagai kota yang jauh mereka dengan niat mau belajar disini.” Jawab Aziz

“Kapan pun Kamu ingin kembali ke pesantren ini, Abah dan Ummi dengan senang hati akan menerima mu. Pintu pesantren ini selalu terbuka untuk mu, Alisa !” jawab Najwa merangkul Alisa yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.

“Terimakasih, Abah Ummi !” jawab Alisa

Najwa kemudian memeluk Alisa dan mencium kening Alisa dengan lembut. Karena ini adalah momen dimana ia tak lagi bertemu dengan Alisa. Gadis yang dulunya nakal karena salah bergaul di sekolah, yang kini telah berubah drastis menjadi anak yang solehah dan lemah lembut tutur bahasanya. Dan dia juga adalah gadis yang di cintai oleh putranya, Fahmi.

Singkat cerita, Fahmi telah membatalkan pernikahannya dengan anak teman Aziz. Ia dengan berani mengatakan pada Aziz dan Najwa jika ia mencintai wanita lain, dan itu adalah Alisa.

Mereka tentu saja terkejut dengan keputusan putranya itu. Apalagi Fahmi mengatakan jika ia mencintai Alisa.

“Maafkan Aku, Abah Umii ! Aku tidak bisa melanjutkan rencana pernikahan ku dengan wanita pilihan kalian. Sebab Aku mencintai wanita lain.” Kata Fahmi

“Siapa wanita itu, Nak ?” tanya Najwa dengan lembut.

“Alisa, Ummi ! Alisa anak pondok pesantren ini.” Jawab Fahmi jujur dan membuat Aziz tak bisa berkata apa-apa lagi.

Baik Najwa pun begitu, ia pun tak bisa memaksakan putranya untuk menikah dengan wanita pilihan hati mereka. Sebab pernikahan bukanlah mainan, jika Fahmi mencintai wanita lain. Itu artinya Fahmi tidak akan pernah mencintai wanita manapun meskipun wanita itu sudah menyandang status sebagai istrinya. Akan ada hati yang terluka nantinya.

“Jujur Abah sebenarnya kecewa, Fahmi. Tapi Abah juga bangga padamu. Setidaknya Kamu sudah berkata jujur lebih awal.”

“ Ya sudah, jika Kamu tidak bisa menikah dengan wanita pilihan Kami. Tidak apa-apa, nanti Abah dan Ummi yang akan membatalkan pernikahan mu dengan anak teman Abah.” Jawab Aziz menatap Fahmi.

“Kamu mencintai Alisa, apakah Alisa sendiri mencintai Kamu, Fahmi ?” tanya Najwa

Fahmi terdiam, ia tak tahu pasti yang jelas ia yakin Alisa juga menaruh hati padanya. Sebab mereka kini sering bertemu dalam pandangan yang sulit untuk di ungkapkan dengan kata-kata.

Hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Terakhir kali Fahmi pernah menemui Alisa, karena Alisa yang kini menjadi santri populer karena kemunculannya di televisi yang membawakan ayat suci al qur’an selama bulan ramadhan. Fahmi pernah memberikan Alisa sebuah buku yang di dalamnya terdapat sebuah surat berisi perasaannya selama ini pada Alisa.

Alisa memang tak menjawab surat yang diberikan oleh Fahmi namun setiap kali mereka sering bertemu secara tak sengaja, Alisa hanya menampilkan senyuman manis di bibirnya untuk Fahmi yang membuat Fahmi yakin jika Alisa memiliki perasaan yang sama sepertinya.

“Mau Ummi bantu melamar Alisa, Fahmi ?” tanya Najwa yang membuat jantung Fahmi menjadi berdegup tak karuan.

“Kedua orang tuanya adalah teman baik Abah, jika memang Kamu memiliki maksud baik pada Alisa. Abah dan Ummi akan menemui kedua orang tuanya, tapi nanti setelah Alisa selesai dari pondok pesantren ini !” kata Aziz menatap Fahmi.

“Benarkah Abah Umi ?” tanya Fahmi menatap kedua orang tuanya.

Najwa menganggukkan kepalanya dan Aziz pun hanya tersenyum menanggapinya. Fahmi senang bukan kepalang mendengarnya. Namun sebelum Alisa lulus dari pesantren, ternyata Fahmi sudah lebih dulu pergi ke Kota karena ia mendapatkan tawaran kerja di sebuah perusahaan dan juga menjadi seorang Dosen di salah satu universitas.

“Alisa !”

“Gus Fahmi !”

“Aku akan pergi ke Kota !” jawab Fahmi yang membuat Alisa terdiam.

“Aku akan meniti karir Ku !” kata Fahmi lagi.

Alisa hanya menatap Fahmi dari di hadapannya.

“Nanti Aku akan menemui mu, Alisa ! Menemui kedua orang tua mu !” kata Fahmi dengan penuh kepastian.

“Aku ingin melamar mu nanti, menjadi istri Ku !” kata Fahmi yang membuat mengangkat wajahnya melihat Fahmi.

“Apa ucapan Gus Fahmi bisa di percaya ?” tanya Alisa.

“Aku berjanji, Alisa ! Tunggulah Aku !” jawab Fahmi.

Alisa tersenyum, ia kemudian menganggukkan kepalanya.

Mereka adalah dua insan yang jatuh cinta, hanya saja tidak ada yang tahu jika mereka berdua memiliki perasaan itu. Hanya mereka dan Tuhan yang mengetahuinya.

...****************...