Tak ingin lagi diremehkan oleh teman-temannya, seorang bocah berusia enam tahun nekad mencari 'Ayah Darurat' sempurna; tampan, cerdas, dan penyayang.
Ia menargetkan pria dewasa yang memenuhi kriteria untuk menjadi ayah daruratnya. Menggunakan kecerdasan serta keluguannya untuk memanipulisi sang pria.
Misi pun berjalan lancar. Sang bocah merasa bangga, tetapi ia ternyata tidak siap dengan perasaan yang tumbuh di hatinya. Terlebih setelah tabir di masa lalu yang terbuka dan membawa luka. Keduanya harus menghadapi kenyataan pahit.
Bagaimana kisah mereka? Akankah kebahagiaan dan cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emergency Daddy 4.
Elvano yang awalnya berniat menutup diri dan sekolah hanya agar sang mommynya tak kecewa itu kini mulai bisa bergaul karena adanya William, Olivia dan Rania.
Ketiga bocah itu tak pernah bersikap berlebihan terhadap Elvano, kecuali, Olivia tentunya. Gadis kecil cantik itu selalu heboh saat bicara dengan Elvano, tapi hal itu lantas tidak membuat Elvano merasa tidak nyaman. Elvano cukup memahami, mungkin memang sudah sifat Olivia seperti itu. Bahkan setiap kali bicara pun, semua anggota tubuh Olivia bergerak.
"Rambutmu sangat indah, El. Kau semakin tampan dan sangat mirip dengan elf-elf yang ada di dalam cerita dongeng," ucap Olivia serius. Ia bertepuk tangan dengan wajah penuh ceria. Kekaguman tak dapat terelakan dari tatapan bocah perempuan itu. "Iyakan, Rania? Dan aku juga merasa pernah melihatmu. Tapi di mana?" Tangan kecil Olivia saling menggenggam. Ia memperhatikan wajah Elvano lebih intens. Berusaha keras mengingat sesuatu.
"Di dalam serial peri magic yang kau tonton." William memberikan jawaban yang membuat Olivia memukul lengannya.
"Bukan seperti itu, Will! Aku memang merasa pernah melihatnya saja, tapi lupa di mana."
Elvano memang seperti gambaran nyata makhluk fantasi bertubuh kecil yang Olivia katakan tadi, tapi gadis kecil itu merasa ia pernah melihat seseorang yang mirip Elvano, versi manusianya.
"Sudahlah, kau itu selalu saja menyamakan semua orang yang terlihat tampan dengan tokoh-tokoh cerita dalam semua dongengmu."
Olivia mengerucutkan bibir. Kakinya menghentak dengan tangan yang kembali memukul lengan William. "Kau jahat, Will," kecam Olivia pada William.
"Benar, kau juga menyamakan Daddy dan mommyku dengan dongeng snow white." Rania ikut menimpali.
"Bukan snow white, Rania. Uncle Agam dan Aunty Hena ada dalam dongeng putri tidur, putri raja yang cantik dan pangeran tampan." Olivia menangkup wajahnya sendiri dengan tersenyum seraya membayangkan wajah Mommy dan Daddy-nya Rania.
Rania dan William saling pandang, setelah itu keduanya sama-sama menghembuskan napas dan menggeleng melihat tingkah Olivia.
Sementara Elvano, bocah yang begitu dikagumi oleh Olivia itu hanya tersenyum samar. Ia tetap menikmati makan siangnya dengan tenang.
Mereka kembali ke dalam kelas setelah jam istirahat habis. Memasuki sesi belajar untuk jam terakhir di hari ini. Elvano melalui hari pertamanya sekolah dengan cukup baik. Sekolah resmi ternyata tidak seburuk yang ia bayangkan.
Elvano tidak mengalami hal yang sama di masa lalu, hal buruk yang pernah terjadi ketika bocah itu duduk di taman kanak-kanak dan mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari teman-temannya saat menyinggung masalah tentang kedua orang tua Elvano.
Namun sepertinya, ketenangan itu hanya dapat Elvano rasakan sesaat. Karena setelah jam belajar berakhir, bocah itu kini duduk terdiam tak beranjak meninggalkan kursinya meski waktu pulang sekolah sudah tiba.
Ruangan kelas seketika riuh dengan suara antusias teman-temannya, dan itu tak mengusik diamnya Elvano. Pandangan bocah itu terus terkunci pada sebuah undangan yang ada di atas meja.
"Mommy dan daddyku pasti datang dan membantu penampilanku."
"Aku akan bermain drama dengan daddyku sebagai super hero penyelamat bumi."
"Aku akan menjadi dewa matahari dan daddyku yang akan menjadi raja iblisnya."
"Kamu menjadi apa, Rania? Aku akan menjadi elf dan daddyku akan menjadi kurcaci," ucap Olivia bersemangat. Ia tertawa lucu saat membayangkan sang ayah yang akan menjadi kurcaci.
"Kenapa kau tidak menjadi putri raja saja? Malah menjadi peri kecil," ujar William.
"Aku menyukai elf, Will!"
William hanya mengangguk dari pada harus berdebat dengan Olivia si bocah keras kepala.
"Aku tidak tahu ingin berperan sebagai apa. Daddy masih ada pekerjaan di luar negeri, aku akan memberi tahu Mommy nanti," ucap Rania. Ia segera menyimpan undangan ke dalam tas, undangan untuk para orang tua agar terlibat dalam pentas seni tahunan yang akan diadakan di sekolah tepat di hari ayah nanti.
"Bagaimana denganmu, El. Kau akan menjadi apa?" tanya William. Olivia dan Rania ikut menatap pada Elvano, menunggu jawaban dari teman baru mereka itu.
Namun hal yang tak mereka duga terjadi. Elvano beranjak kasar dari kursinya dan pergi begitu saja meninggalkan mereka bertiga.
William, Olivia dan Rania terkejut, mereka saling pandang dengan tatapan heran. Ada apa dengan Elvano? Teman mereka itu langsung pergi tanpa mengatakan apapun.
Wajah Elvano terlihat marah, ia berjalan cepat dengan pandangan lurus serta tangan yang menggenggam undangan itu dengan erat. Netranya memindai tempat sampah di depan sana.
"El... Elvano tunggu!!" William, Olivia dan Rania mengejar Elvano. Mereka bahkan serentak berlari.
"Rania!!"
Suara seseorang di depan sana menghentikan aksi berlari ketiga bocah itu. Mereka berhenti dan tak jauh di hadapan mereka, Elvano juga berhenti.
Rania yang namanya dipanggil tersenyum kala menatap siapa gerangan pria dewasa yang kini melambaikan tangan jauh di depan sana kepadanya.
"Wahhh Om Nathan...!!!" pekik Olivia kencang. Rania dan William bahkan sampai harus menutup kedua telinga mereka.
Olivia berlari lebih dulu demi bisa menghampiri pria dewasa yang merupakan paman dari sahabatnya-Rania. Gadis itu tanpa sungkan memeluknya, bagai seorang penggemar yang bertemu dengan bintang idola, Olivia adalah salah satu fans garis depannya Nathan Joan Raksa.
"Dia adalah pamannya Rania," kata William pelan. Ia sudah mendekat pada Elvano yang mematung, setelah Rania juga menyusul Olivia menghampiri Nathan.
Elvano hanya diam. Pandangannya lurus terkunci pada pria yang warna rambutnya sama dengan miliknya; tengah berbicara pada Rania dengan penuh kehangatan dan senyuman setelah melepas pelukan dari Olivia.
"Uncle sudah kembali?"
"Om, Rania! Om Nathan," tekan Olivia memotong ucapan Rania. Olivia sangat tahu jika Nathan lebih suka dipanggil om dari pada uncle. Tapi lihatlah sahabatnya ini, Rania masih saja memanggil Nathan dengan sebutan uncle.
Nathan terkekeh, ia mengusap kepala Olivia dengan sayang dan memberikan sesuatu pada gadis kecil itu dari balik punggungnya yang semakin membuat Olivia menjerit kegirangan.
Nathan tak menyadari, sikapnya itu semakin membuat seorang bocah laki-laki tertegun di tempatnya.
Nathan ternyata memberikan Olivia sebuah boneka beruang.
"Ini cantik sekali, Om Nathan." Wajah Olivia berseri, ia peluk erat boneka itu seraya menciumnya dengan kaki yang tak lupa melompat-lompat kecil.
"Dan ini spesial untuk mu." Nathan beralih memberikan sesuatu pada Rania, sang keponakan yang memutar bola matanya melihat sikap Olivia.
Gadis kecil itu menerima kotak berukuran sedang yang Nathan berikan, dan saat membukanya, netra Rania terlihat berbinar. Ia mendapatkan satu paket coklat premium. Rania sangat menyukai coklat, tapi gadis yang merupakan bungsu keluarga Raksa itu tetap tenang saat menerima hadiah kesukaannya.
"Kita pulang?" Nathan mengulurkan tangan, mengajak Rania untuk masuk ke dalam mobil. Ia datang ke BIS memang untuk menjemput Rania sang keponakan dan memberikan oleh-oleh yang ia bawa dari perjalanan bisnisnya di luar negeri.
Olivia juga langsung mendekat pada ibunya yang kebetulan sudah datang menjemput.
"Tunggu!"
Rania menahan langkah, urung masuk ke dalam mobil, membuat Nathan juga melakukan hal yang sama. Semua yang ada di sana menoleh pada Elvano yang kini berjalan mendekat pada mereka bersama William.
Di saat jam pulang sekolah seperti ini, para orang tua atau perwakilan orang tua biasanya terlihat ramai di area penjemputan, karena bersamaan menjemput kepulangan anak-anak mereka.
"Daddy mau ke mana?" tanya Elvano dengan wajah yang serius tertuju pada Nathan.
Deg!
Netra Nathan membulat sempurna saat mendengar panggilan yang diberikan untuknya. Daddy? Terdengar aneh dan cukup...mengusik perasaannya.
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/