Dimas Seorang pekerja supir truk yang gak sengaja menabrak pekerja kantoran, tapi anehnya pandanganya gelap dan dia muncul didunia lain.
Sistem dewa naga terkuat menemani perjalananya menuju puncak kekuatan, dengan berbagai misinya Dimas mendapatkan berbagai harta yang sangat kuat.
Bagaimana perjalanan Dimas, Ikuti kisah keseruanya.
Gas... gua bakal up tiap hari sesuai mood, mungkin 2 chapter sampai 5 chapter perhari, kalau lagi mood bisa lebih.
Maaf jika ada kesalahan pada cerita, karena author hanya manusia, bukan nabi Boy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11 - Ling Yuan
Setelah mereka mengenakan topengnya, Dimas dan Putri Alexa mulai berjalan santai di tengah keramaian kota Lianggang. Meski keramaian di sini terkesan biasa bagi warga lokal, bagi Dimas, ini pengalaman yang baru. Hiruk-pikuk suara pedagang yang menawarkan barang dagangan mereka, suara tawa para wanita dari berbagai rumah bordil, sampai denting koin emas yang saling bertabrakan di tangan-tangan pelanggan memenuhi udara di sekitar mereka.
Mereka berjalan menyusuri jalan utama kota, sesekali berhenti di beberapa lapak yang menjual kue-kue manis dan beragam jenis manisan yang tak pernah Dimas cicipi sebelumnya. Putri Alexa tampak menikmati setiap gigitan kecil dari manisan merah muda yang dibelinya di salah satu pedagang jalanan. Dimas sendiri hanya mencicipi sepotong kecil kue berisi kacang yang rasanya manis, namun sedikit lengket di lidah.
Benar seperti yang dikatakan orang-orang, kota Lianggang memang terkenal sebagai pusat rumah bordil. Di setiap sudut kota, bisa dilihat wanita-wanita berpakaian mencolok menawarkan jasa mereka. Ada yang hanya melambaikan tangan dengan senyum manis, ada pula yang berani menarik lengan pria yang mereka incar. Namun, anehnya, meskipun Dimas dan Alexa sudah mengenakan topeng kain yang menutupi setengah wajah mereka, aura yang terpancar dari keduanya justru semakin menarik perhatian.
Pria-pria di sekitar mereka sempat memandangi Alexa dari kejauhan, mengira dia seorang wanita bangsawan yang sedang menyamar, sementara wanita-wanita bordil yang melihat Dimas malah semakin penasaran dengan siapa dia sebenarnya. Banyak dari mereka mencoba mendekat, mengundang dengan kata-kata lembut, menawarkan segelas anggur manis, atau sekadar mengelus punggung tangan Dimas sambil tersenyum genit. Tapi Dimas hanya menepis semua itu dengan sikap dingin, sementara Alexa memandangi mereka dengan tatapan tajam yang membuat beberapa di antara mereka mundur tanpa bicara.
Berita tentang kehancuran kerajaan Wu perlahan menyebar di kota ini. Desas-desus tentang kehancuran mendadak sebuah kerajaan kuat dalam semalam telah menjadi topik utama di kedai-kedai minum, rumah bordil, dan rumah makan. Dan meski tak ada yang benar-benar tahu siapa yang menyebabkan kehancuran itu, nama "Dimas" mulai beredar, diiringi dengan rasa takut yang merambat ke hati banyak orang.
“Jangan pernah membuat masalah dengan orang itu,” bisik seorang pedagang kepada pelanggan setianya, “katanya, satu kerajaannya dihancurkan hanya dalam semalam!”
Beberapa sekte di kota ini juga mulai memperingatkan murid-murid mereka untuk tidak menyinggung pria yang baru datang itu. Bahkan beberapa pemimpin keluarga bangsawan mulai mengirimkan mata-mata untuk mengawasi pergerakan Dimas dan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin.
Dimas sendiri tidak peduli pada semua itu. Baginya, yang penting sekarang adalah menikmati waktu santainya bersama Putri Alexa. Tapi entah mengapa, dalam hatinya dia merasa dunia ini terlalu tenang… dan itu membuat pikirannya resah.
Akhirnya, mereka berhenti di sebuah restoran bergaya klasik yang berada di bawah kekuasaan Rumah Lelang Seribu Bambu, salah satu rumah lelang terbesar di benua ini. Restoran itu tampak elegan, dengan pilar-pilar kayu bambu hijau yang menjulang tinggi, atap bersusun dengan ornamen ukiran naga, dan pintu kayu beratap merah muda. Di halaman depannya ada kolam ikan koi yang tenang, membuat suasana tempat ini tampak damai di tengah hiruk-pikuk kota.
Mereka duduk di sebuah meja dekat jendela, menghadap ke arah taman kecil dengan pohon plum yang sedang berbunga. Pelayan wanita dengan pakaian tradisional segera menyajikan teh hijau hangat dan beberapa camilan ringan.
Dimas menyandarkan punggungnya di kursi, menatap keluar jendela, pikirannya melayang. “Aku gak tahu apa yang harus kulakukan di dunia ini, Alexa,” ucapnya pelan, nyaris seperti gumaman. “Setelah menghancurkan kerajaan Wu, rasanya kosong aja.”
Putri Alexa meletakkan cangkir tehnya, menatap Dimas dengan pandangan lembut. “Mungkin kamu cuma butuh tujuan baru,” jawabnya singkat. Dia memahami betul bagaimana kekuatan besar yang dimiliki Dimas kadang membuatnya merasa asing di dunia ini. Dunia tempat mereka berdiri terasa terlalu kecil bagi pria sekuat Dimas.
Percakapan mereka terhenti saat seorang pelayan lelaki menghampiri meja mereka dengan sopan. Dia membungkuk rendah, lalu berkata dengan suara yang tenang namun jelas, “Tuan dan Nona, ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian. Jika berkenan, mohon ikut saya.”
Dimas dan Alexa saling pandang. Tatapan Alexa menyiratkan kehati-hatian, sementara Dimas mengangguk santai. “Siapa yang mencari kami?” tanya Dimas dengan nada datar.
Pelayan itu menggeleng pelan. “Maaf, kami hanya diperintah untuk mengantarkan kalian.”
Mereka berdua berdiri dan mengikuti pelayan itu melewati tangga kayu spiral menuju lantai atas restoran. Setiap langkah mereka disertai dengan pandangan penuh rasa ingin tahu dari beberapa tamu di restoran itu, tapi tak satu pun berani bertanya.
Setelah sampai di lantai tiga, mereka dibawa ke sebuah ruangan pribadi. Begitu pintu geser dari kayu pinus itu terbuka, aroma bunga melati menguar lembut dari dalam ruangan. Cahaya redup dari lentera kertas berwarna putih keperakan menerangi sosok wanita yang duduk dengan anggun di depan meja rendah dari kayu eboni.
Wanita itu mengenakan pakaian hanfu berwarna biru pucat dengan bordiran motif awan perak. Rambut panjangnya yang hitam legam diikat setengah, dihiasi hiasan rambut dari giok putih. Sebuah kain tipis berwarna perak menutupi bagian bawah wajahnya, menyisakan hanya mata indahnya yang terlihat. Mata itu… bagai bulan sabit di langit malam, tajam namun lembut, memancarkan ketenangan namun juga menyiratkan kekuatan tersembunyi.
Kulitnya seputih salju, begitu halus hingga membuat siapa pun ingin menyentuhnya. Dimas terdiam sejenak, mengamati wanita ini. Tak bisa dipungkiri, kecantikannya sangat mencolok, bahkan dalam diam dan balutan kain penutup wajah, pesona yang terpancar dari dirinya sulit untuk diabaikan.
Wanita itu berdiri perlahan saat melihat kedatangan Dimas dan Alexa. Mata beningnya menatap Dimas sekilas, seakan mengukur siapa dia sebenarnya, lalu beralih ke Alexa yang berjalan di sampingnya. Ada ketenangan di raut wajah wanita itu, tetapi jelas sekali bahwa dia memperhatikan mereka dengan seksama.
“Siapa kamu?” tanya Dimas tanpa basa-basi, menatap langsung ke mata wanita itu. “Dan kenapa kami dipanggil ke sini?”
Wanita itu menundukkan kepala sedikit sebagai tanda penghormatan. “Namaku Ling Yuan,” jawabnya, suaranya lembut tapi penuh ketegasan. “Aku dari keluarga Ling, salah satu pemilik Rumah Lelang Seribu Bambu.”
Dimas menyipitkan matanya. Ia ingat samar-samar nama itu disebut di antara bisik-bisik orang-orang di kota Lanxiang. Namun, yang membuatnya lebih curiga adalah kenyataan bahwa wanita ini adalah orang yang kemarin memperhatikannya diam-diam.
“Kenapa memanggil kami?” tanya Alexa kali ini.
Ling Yuan menatap Dimas, seolah berbicara hanya padanya. “Aku tertarik padamu, Dimas,” katanya terus terang. “Aku telah mengamatimu sejak di Lanxiang. Kekuatanmu luar biasa, dan aku percaya kau adalah orang yang tepat untuk membantuku.”
Dimas masih diam, menunggu penjelasan lebih lanjut.
“Ada reruntuhan kuno yang akan dibuka sepuluh hari lagi,” lanjut Ling Yuan. “Di sana terdapat warisan yang menjadi rebutan banyak pihak. Aku ingin kau dan Putri Alexa menjadi partiku dalam ekspedisi itu.”
Dimas menghela napas pendek. “Kenapa aku harus membantu? Apa untungnya buatku?”
Ling Yuan tampak sudah menduga pertanyaan itu. Ia mengambil sebuah kantong kecil dari dalam lengan hanfunya, melemparkannya ke meja di depan Dimas. Suara dentingan koin emas terdengar berat dan penuh. “Sepuluh ribu koin emas akan menjadi milikmu,” jawabnya tenang. “Sebagai bayaran di muka. Jika kita berhasil mendapatkan warisan itu, bagianmu akan lebih besar lagi.”
Dimas memandangi kantong emas itu, lalu melirik Putri Alexa. Ia tahu, selama ini dia selalu hidup dari traktiran Alexa. Dengan uang ini, setidaknya dia bisa hidup lebih leluasa tanpa terus bergantung padanya.
“Baik,” kata Dimas akhirnya. “Aku terima.”
Ling Yuan tersenyum di balik kain penutup wajahnya. “Mulai besok, kita akan mempersiapkan perjalanan.”
Mereka bertiga kemudian menghabiskan waktu bersama, mengobrol dan bercanda ringan. Meskipun Ling Yuan tampak anggun dan berkelas, dia tidak kaku. Sesekali dia tersenyum pada lelucon yang diutarakan Dimas, membuat suasana pertemuan itu menjadi lebih santai.
Setelah pertemuan itu selesai, Ling Yuan memanggil pelayannya untuk mengantar Dimas dan Alexa ke penginapan VIP yang disediakan di Rumah Lelang Seribu Bambu. Penginapan itu berada di bagian belakang kompleks utama, dikelilingi taman bambu yang asri dan kolam ikan koi yang luas.
Mereka berdua mendapat dua kamar yang berdampingan. Kamar itu mewah, dengan ranjang besar berselimut kain sutra dan jendela besar menghadap taman. Aroma bunga melati memenuhi ruangan, membuat suasana menjadi tenang.
Dimas duduk di pinggir ranjang, memandangi kantong emas di tangannya. Dia tahu, ini baru permulaan.
Besok, perjalanan baru mereka akan dimulai.
........
BERSAMBUNG...