"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Baby, kemarilah.." Sagara memanggil Laura yang tengah membersihkan dapur, gadis itu segera mencuci tangannya lalu berjalan mendekat pada Sagara yang telah menunggunya di ruang tamu.
"Ada apa, Dad?" Tanya Laura.
"Duduklah." Sagara menepuk pelan sofa kosong di sampingnya. Laura menurut, dia duduk di samping pria tampan itu.
"Kelihatannya serius banget, ada apa?"
"Ini untukmu.." Sagara memberikan sebuah berkas pada Laura. Gadis itu mengernyitkan keningnya, jujur saja dia tidak tahu berisi apa berkas yang diberikan oleh Sagara ini. Tapi dari bentukannya, ini benar-benar terlihat seperti barang penting nan berharga. Bahkan di bagian luar, ada materai yang telah ditandatangani.
Laura membukanya dan membacanya dengan teliti, hingga kemudian dia mengetahui kalau berkas ini adalah surat pengalihan kepemilikan tanah serta bangunan.
"Dad.."
"Sekarang, rumah itu sudah resmi menjadi milikmu, rumah itu sudah atas namamu." Jawab Sagara yang membuat Laura berkaca-kaca, lalu menundukkan kepalanya, dia menangis sesenggukan karena terharu. Jujur saja, dia tidak menyangka rumah itu akan menjadi miliknya lagi setelah sekian lama.
"Kenapa menangis hmm?"
"A-aku gak tahu harus berterimakasih dengan cara apa untuk menebus semua ini, Dad."
"Hmm, bagaimana yaa? Cukup dengan layani Daddy dengan baik, baby."
"Aku berjanji akan melakukannya, Dad."
"Daddy percaya padamu, baby." Sagara mengusap puncak kepala Laura dengan lembut, lalu mengecup keningnya. Laura menyandarkan kepalanya di pundak Sagara, dia mendekap erat surat alih kepemilikan serta sertifikat tanah dan rumah itu. Jangan tanyakan bagaimana bahagianya Laura, sejak dulu ini adalah hal yang paling dia inginkan.
Sang ayah menjual rumah peninggalan sang ibu itu tanpa persetujuannya, jelas dia merasa sangat benci pada ayahnya, belum lagi caranya memperlakukannya selama ini, membuatnya benar-benar membenci sosok ayahnya.
"Simpan sertifikat itu baik-baik."
"Hari minggu nanti, apa aku bisa berkunjung ke rumah itu, Dad?"
"Tentu saja, akan Daddy temani." Jawab Sagara.
"Apa Daddy tidak sibuk?"
"Ya, sesibuk apapun tapi untukmu, Daddy akan meluangkan waktu." Sagara tersenyum, dia merangkul pundak Laura dan melayangkan beberapa kecupan hangat di pucuk kepala Laura.
"Manis banget ihh, Om-om."
"Enak saja, Daddy belum setua itu.."
"Iya, tapi udah kepala tiga."
"Ya, minimal belum kepala empat." Jawab Sagara sambil terkekeh pelan. Suasana apartemen sejak kedatangan Laura, jauh lebih hangat dan nyaman. Sagara lebih bersemangat menjalani kehidupannya. Padahal dulu, hidupnya hanya fokus dengan pekerjaan, kerja dan kerja saja. Sampai dia melupakan banyak hal, jarang sekali dia berkumpul dengan teman-temannya karena sibuk bekerja.
"Dad.."
"Hmm, yes baby."
"Gak jadi deh, hehe.."
"Ada apa?"
"Tidak ada, Dad." Jawab Laura. Dia memeluk Sagara dari samping, saat bersama pria itu, Laura merasa begitu dilindungi oleh pria ini. Dia benar-benar mendapatkan pria yang tepat untuk menjadi sosok pelindungnya. Laura sosok yang lemah dan seringkali tertindas dan Sagara adalah pria berkuasa, jadi keduanya cocok memang.
.
"Mau berangkat bareng, sayang?" Tanya Sagara. Pria itu tengah memasang arloji mahalnya di pergelangan tangan. Di belakangnya, ada Laura yang tengah bersiap dengan seragamnya.
"Bolehkah?"
"Tentu saja."
"Yaudah deh, aku ikut yaa." Laura tersenyum kecil, dia menepuk-nepuk pelan seragamnya, lalu berjalan mendekat ke arah Sagara dan membantu pria itu merapikan pakaiannya.
"Ganteng." Puji Bella terang-terangan, membuat Sagara menerbitkan senyuman kecilnya.
"Ini mont*k banget, suka." Dengan sengaja, Sagara meremas buah apel di dada Laura yang terlihat ranum.
"Ihhh, nakal deh tangannya."
"Gapapa, kan cuma sama kamu doang." Jawab Sagara. Setelah selesai bersiap, keduanya pun berangkat bersama. Sagara menggenggam mesra tangan Laura, keduanya keluar dari apartemen dan pergi menggunakan mobil kesayangan Sagara.
"Sayang.."
"Iya, Dad. Kenapa?"
"Kamu yakin gak mau berhenti kerja?"
"Kalau aku berhenti kerja, aku pengangguran dong."
"Kamu bisa andalkan uang Daddy. Kamu tidak percaya kalau Daddy bisa mencukupi semua kebutuhanmu hmm?"
"Bukan begitu, tapi.."
"Tapi apa?"
"Aku ingin bekerja saja, Dad." Jawab Laura yang membuat Sagara menghela nafasnya dengan kasar.
"Tapi, kalau suatu saat aku hamil, aku akan berhenti."
"Haruskah Daddy membuatmu hamil secepatnya agar kamu hanya diam di rumah menunggu dan menyambut Daddy pulang bekerja hmm?" Tanya Sagara yang membuat Laura terkekeh.
"Aku masih belum siap untuk itu, Dad. Apalagi dalam waktu yang cepat."
"Ya, lagipula usiamu masih terlalu muda untuk hamil dan melahirkan." Jawab Sagara sambil mengusap paha Laura yang tertutup stocking transparan.
"Jangan genit, ingat kamu punya Daddy. Semua yang ada padamu sekarang, semuanya milik Daddy. Mengerti?" Tanya Sagara. Laura tersenyum lalu menganggukan kepalanya.
"Jawab?"
"Iya, aku mengerti, Daddy."
"Good girl, baby."
"Geli, hehe.."
"Bikin basah?"
"Iya.." Jawab Laura jujur.
"Nanti, Daddy bisa bikin kamu becek. Mau coba?"
"Mau, tapi masih halangan."
"Gapapa, Daddy sabar kok." Jawab Sagara, dia melirik Laura sekilas lalu tersenyum kecil. Pria itu terlihat lihai menyetir hanya dengan satu tangan, karena satu tangannya lagi digunakan untuk mengusap-usap paha Laura.
Beberapa saat kemudian, Sagara menghentikan laju mobilnya di depan butik tempat Laura bekerja.
"Aku kerja dulu ya, Dad."
"Hati-hati, kalau ada pelanggan genit jangan diladeni. Kalau dia macam-macam, panggil Daddy."
"Baik, Daddy." Jawab Laura sambil tersenyum manis. Gadis itu mendekat dan mengecup pipi kanan Sagara.
"Nanti pulang kerja jalan-jalan ke mall Sam Lily, beli barang-barang yang kamu mau. Jangan mengirit, uang Daddy takkan habis hanya untuk membeli beberapa barang saja."
"Baiklah, Dad. Dengan senang hati akan membantu Daddy menghabiskan uang."
"Kartu yang Daddy berikan masih ada?"
"Ada, Dad. Aku menyimpannya.." Laura membuka dompetnya dan menunjukkan kartu yang pernah diberikan oleh Sagara padanya tempo hari.
"Nanti Daddy isi lagi saldonya."
"Gak usah, Dad. Aku yakin uangnya masih banyak, soalnya belum pernah aku pakai kartunya."
"Hmm, baiklah."
"Dad, kalau aku pakai uangnya buat traktir Lily, boleh? Soalnya, waktu itu dia bilang kalau aku jadi sama Daddy, dia minta di traktir."
"Lakukan apapun yang kamu mau, sayang. Tidak perlu izin dari Daddy, kamu bisa melakukan apapun takkan Daddy larang."
"Terima kasih, Daddy."
"Kiss.." pinta Sagara. Laura mendekat dan mencium bibir sang pria dengan mesra, hanya beberapa menit saja keduanya berciuman di dalam mobil.
"Nanti lanjut di apart ya, Dad."
"Iya, sayang."
"Aku duluan, hati-hati nyetirnya jangan kebut-kebutan yaa.." Sagara mengangguk, dia pun membiarkan Laura turun dari mobilnya. Setelah itu, Sagara kembali melakukan mobilnya menjauhi butik tempat sang gadis bekerja.
"Cieee, yang udah jadi simpanan om-om." Celetuk seseorang, sesaat sebelum Laura membuka pintu kaca butik. Dia menoleh dan ternyata itu adalah kakak tirinya, Calista.
"Gimana rasanya di fasilitasi sama Om-om?"
"Enak dong." Jawab Laura dengan senyuman sinisnya.
"Gitu ya? Gak nyangka, kamu mengikuti jejak ku."
"Ohh, tidak. Kamu salah besar, aku memilih Om-om tampan, bukan yang berperut buncit dan rambut setengah plontos. Satu lagi, aku tidak tertarik menjadi simpanan pria beristri."
"Hey!"
lanjut Thor dobel Napa Thor...