NovelToon NovelToon
Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Takdir Yang Berbelit: Dari Mata-Mata Menjadi Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Romansa Fantasi / Cinta Paksa / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / Bercocok tanam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: d06

Prolog

Hujan deras mengguyur malam itu, membasahi jalanan berbatu yang dipenuhi genangan air. Siena terengah-engah, tangannya berlumuran darah saat ia berlari melewati gang-gang sempit, mencoba melarikan diri dari kematian yang telah menunggunya. Betrayal—pengkhianatan yang selama ini ia curigai akhirnya menjadi kenyataan. Ivana, seseorang yang ia anggap teman, telah menjebaknya. Dengan tubuh yang mulai melemah, Siena terjatuh di tengah hujan, napasnya tersengal saat tatapan dinginnya masih memancarkan tekad. Namun, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, satu hal yang ia tahu pasti—ia tidak akan mati begitu saja.

Di tempat lain, Eleanor Roosevelt menatap kosong ke luar jendela. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat tanpa kehidupan, seolah dunia telah menghabisinya tanpa ampun. Sebagai istri dari Duke Cedric, ia seharusnya hidup dalam kemewahan, namun yang ia dapatkan hanyalah kesepian dan penderitaan. Kabar bahwa suaminya membawa wanita lain pulang menghantamnya seperti belati di dada

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon d06, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 sesuatu yang tidak bisa diubah

Suasana di kediaman Duke terasa lebih hening dari biasanya. Semua pelayan yang melihat Cedric menggendong Eleanor dalam keadaan tidak sadarkan diri menunduk diam, tidak berani bertanya ataupun berbisik satu sama lain. Wajah sang Duke terlihat gelap, seolah tidak ingin diganggu, membuat siapa pun yang berpapasan dengannya memilih menyingkir.

Sesampainya di kamar Eleanor, Cedric dengan hati-hati membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang. Matanya menatap wajah Eleanor yang masih pucat, napasnya pun terdengar lemah. Ia menghela napas panjang, mencoba mengabaikan rasa aneh yang menggeliat di dadanya.

Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka. Edwin datang bersama seorang tabib tua yang langsung menghampiri Eleanor. Cedric berdiri di samping tempat tidur, menyaksikan sang tabib memeriksa denyut nadi Eleanor, meraba dahinya, lalu mengeluarkan beberapa kantung ramuan dari tasnya.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Cedric dingin.

Tabib itu menoleh dengan ekspresi penuh pertimbangan. "Nona Eleanor tampaknya kelelahan, ditambah dengan tekanan emosional yang cukup besar. Tubuhnya juga tampaknya belum sepenuhnya pulih dari kondisi sebelumnya."

Cedric tidak langsung merespons. Matanya beralih ke wajah Eleanor yang tertidur lemah. Kelelahan? Tekanan emosional? Apa ini karena pertengkaran mereka tadi?

"Dia harus banyak beristirahat, Yang Mulia," lanjut tabib itu. "Saya akan meninggalkan beberapa ramuan untuk memperkuat tubuhnya. Pastikan dia mengonsumsinya secara teratur."

Cedric mengangguk kecil, menandakan bahwa ia mengerti. Setelah memberikan beberapa instruksi tambahan, tabib itu akhirnya pamit, meninggalkan ruangan bersama Edwin.

Kini, hanya ada Cedric dan Eleanor di dalam kamar.

Cedric berdiri di samping ranjang, memperhatikan wanita itu dalam diam. Tangannya terangkat, hampir menyentuh wajah Eleanor, namun ia menahan diri. Ia menghela napas lagi, lalu melangkah pergi. Namun, baru beberapa langkah, suara pelan menghentikannya.

"Cedric…"

Cedric berbalik. Eleanor mengigau, wajahnya masih terlihat lemah. Tangannya sedikit bergerak, seolah mencari sesuatu dalam tidurnya.

Untuk sesaat, Cedric hanya menatapnya. Kemudian, tanpa berpikir panjang, ia melangkah kembali ke sisi ranjang. Ia duduk di tepi tempat tidur, diam-diam memperhatikan Eleanor yang masih dalam kondisi setengah sadar.

Malam semakin larut, namun Eleanor masih terbaring dengan wajah pucat dan napas yang tidak beraturan. Keringat dingin membasahi dahinya, tubuhnya menggigil hebat. Cedric yang hendak pergi tiba-tiba merasakan genggaman lemah di pergelangan tangannya.

Mata Eleanor masih tertutup, tetapi tangannya mencengkeram erat, seolah tidak ingin melepaskan Cedric. Ia menggigil, tubuhnya semakin mengejang karena suhu dingin yang menyerang. Cedric terdiam sejenak, menatap wanita itu dengan ekspresi sulit ditebak.

Biasanya, ia akan mengabaikan siapa pun yang mencoba menarik simpatinya. Namun kali ini, melihat Eleanor dalam kondisi seperti ini, entah mengapa ada sesuatu yang mengusik hatinya. Ia duduk kembali di tepi ranjang, mengamati sosok wanita yang terlihat jauh lebih rapuh dari yang pernah ia bayangkan.

Baru kini ia benar-benar memperhatikan Eleanor. Tulang selangka yang menonjol, wajah yang tampak semakin tirus, serta lengan kurus yang terlihat seperti bisa dipatahkan dengan sedikit tekanan. Cedric mengerutkan kening. Bagaimana bisa dia tidak menyadari ini sebelumnya?

Eleanor terus menggigil, bibirnya sedikit bergerak seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi hanya suara lirih yang keluar. Cedric menghela napas panjang. Pada akhirnya, tanpa banyak berpikir, ia naik ke atas ranjang dan berbaring di sampingnya.

Tangannya perlahan melingkar di tubuh Eleanor, menariknya ke dalam dekapan hangat. Eleanor menggeliat sedikit, namun tanpa sadar merapatkan diri ke tubuh Cedric, mencari kehangatan. Cedric dapat merasakan betapa dinginnya tubuh wanita itu, seperti es yang membeku.

Saat itu, Cedric menyadari satu hal—Eleanor bukanlah wanita yang lemah, tetapi selama ini dia hidup dalam kesulitan yang membuatnya terbiasa bertahan sendirian. Mungkin, tanpa sadar, Cedric mulai melihatnya dari sisi yang berbeda.

Tanpa banyak kata, malam itu ia tetap berada di sana, memeluk Eleanor erat, membiarkan kehangatan tubuhnya membantu meredakan demam wanita itu.

...⁠ ⁠✿✿⁠✿...

⁠ Fajar mulai menyingsing, sinar matahari perlahan menembus tirai tebal di kamar Eleanor. Suhu tubuhnya masih hangat, tetapi tidak sedingin semalam. Napasnya kini lebih teratur, meski raut wajahnya masih tampak lelah.

Cedric yang masih berbaring di sampingnya perlahan membuka mata. Ia tidak terbiasa tidur dalam posisi seperti ini, apalagi dengan seseorang dalam pelukannya. Tapi anehnya, ia tidak merasa terganggu. Eleanor masih menggenggam bajunya erat, seolah takut kehilangan sumber kehangatan.

Biasanya, ia selalu mengalami kesulitan untuk tidur, sering terbangun di tengah malam karena pikirannya yang dipenuhi berbagai hal. Tapi anehnya, tadi malam ia tidur dengan nyenyak tanpa gangguan sedikit pun.

Pandangannya jatuh pada sosok Eleanor yang masih terlelap di sisinya. Napasnya sudah lebih teratur, wajahnya tidak lagi sepucat semalam. Cedric tetap diam, tidak langsung beranjak dari ranjang. Ada sesuatu yang membuatnya enggan bergerak—seakan ingin menikmati momen langka ini sedikit lebih lama.

Tatapannya mengamati setiap detail wajah Eleanor. Dalam tidurnya, wanita itu terlihat begitu damai, jauh berbeda dari sikap keras kepala dan tegar yang selalu ia tunjukkan saat sadar. Rambut panjangnya sedikit berantakan, beberapa helainya jatuh menutupi wajahnya. Tanpa sadar, Cedric mengulurkan tangan untuk menyelipkan helaian rambut itu ke belakang telinga Eleanor.

Namun, sebelum ia sempat menarik kembali tangannya, mata Eleanor perlahan terbuka.

Sepersekian detik mereka hanya saling menatap. Eleanor masih setengah sadar, tetapi ketika kesadarannya pulih sepenuhnya, matanya membelalak. Butuh waktu baginya untuk memproses situasi ini—Cedric berada tepat di hadapannya, wajah mereka begitu dekat, dan yang lebih mengejutkan, pria itu masih memeluknya!

Tanpa pikir panjang, Eleanor langsung mendorong dada Cedric dengan sekuat tenaga.

Brak!

Cedric yang tidak menduga serangan tiba-tiba itu kehilangan keseimbangan dan jatuh dari ranjang.

Eleanor langsung terduduk, wajahnya merah padam, antara syok dan marah. "A-apa yang kau lakukan di sini?!" serunya panik, menarik selimut untuk menutupi dirinya meskipun dia masih mengenakan pakaian lengkap.

Cedric yang jatuh terduduk di lantai hanya bisa menatap Eleanor dengan ekspresi datar. Ia mengusap pelipisnya, lalu menatap wanita yang baru saja menjatuhkannya. "Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kau mendorongku?" tanyanya santai, sama sekali tidak terlihat kesal meskipun baru saja jatuh dari ranjang.

Eleanor masih bernapas cepat, otaknya mencoba mengingat kejadian semalam. Yang ia ingat, ia merasa sangat kedinginan, lalu…

Matanya kembali membulat saat menyadari kemungkinan yang terjadi. Ia menatap Cedric tajam. "Jangan bilang… kau tidur di sini sepanjang malam?"

Cedric mengangkat bahu. "Aku tidak bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti itu."

Eleanor terdiam. Sebagian dari dirinya ingin membalas dengan kata-kata tajam, tetapi bagian lain dalam hatinya merasa aneh. Ia tidak tahu harus merasa marah atau… justru tersentuh?

Namun, tetap saja…

"Tetap saja, kau seharusnya tidur di tempat lain!" katanya akhirnya, mencoba mempertahankan harga dirinya.

Cedric menghela napas panjang, lalu bangkit berdiri, menepuk-nepuk jubah tidurnya. "Aku memang seharusnya pergi lebih awal. Tapi kau menahanku, dan pasti kau tidak ingat" Eleanor masih terdiam

Eleanor masih menatap Cedric dengan sorot tajam. Wajahnya memerah, entah karena marah atau sesuatu yang lain yang tidak ingin ia akui. Cedric, di sisi lain, hanya bersikap santai, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Jangan seenaknya mengatakan bahwa kau yang menahanmu," gerutu Eleanor, menepis selimut dari tubuhnya lalu bangkit dari tempat tidur. "Seharusnya kau tidak tidur di sini sejak awal!"

Cedric menatapnya dengan tenang. "Aku tidak akan membiarkan seseorang yang demam tinggi tidur sendirian. Jika aku meninggalkanmu semalam, mungkin kau sudah jatuh dari tempat tidur dan mati kedinginan."

Eleanor mengepalkan tangannya, merasa kesal dengan nada datar pria itu. "Aku bisa mengurus diriku sendiri!"

Cedric mengangkat satu alisnya. "Benarkah? Itu sebabnya kau pingsan di hadapanku kemarin?" sindirnya.

Eleanor terdiam sesaat, tetapi kemudian mendengus, "Lebih baik aku pingsan daripada menerima bantuan dari orang sepertimu!"

Cedric menyipitkan matanya, ekspresinya berubah sedikit tajam. "Aku tidak butuh ucapan terima kasih darimu, Eleanor. Tapi kalau kau ingin mati karena keras kepala, jangan lakukan itu di depanku."

Eleanor mencengkeram sisi gaunnya, menahan diri agar tidak melempar sesuatu ke arah Cedric. "Kenapa kau selalu mencampuri urusanku?"

Cedric mendekat, tatapannya menusuk. "Harusnya aku yang bertanya, kenapa kau selalu bersikeras menolak bantuanku padahal jelas-jelas kau membutuhkannya?"

Eleanor menggigit bibirnya, berusaha mencari jawaban, tapi Cedric sudah lebih dulu berbicara.

"Jangan bertingkah seolah kau bisa menghadapi semuanya sendirian," lanjutnya, suaranya lebih pelan tetapi penuh tekanan. "Aku tahu kau tidak suka mengandalkan orang lain, tapi itu bukan berarti kau bisa mengabaikan dirimu sendiri."

Eleanor terdiam, dadanya terasa sesak karena ucapan Cedric. Ia benci mengakuinya, tapi pria ini—meskipun menyebalkan—selalu bisa melihat sisi dirinya yang bahkan tidak ingin ia akui.

Eleanor membuang napas kasar. "Kalau aku mengabaikan diriku sendiri, itu bukan urusanmu."

Cedric menatapnya lama sebelum akhirnya menggeleng pelan. "Terserah. Lakukan sesukamu, Eleanor." Ia berbalik, berjalan menuju pintu.

Tapi sebelum ia benar-benar keluar, ia berhenti sejenak dan tanpa menoleh berkata, "Setidaknya, jangan membuatku khawatir lagi."

Eleanor tertegun.

Pintu tertutup di belakangnya, meninggalkannya sendirian dengan jantung yang berdegup tak karuan.

Tidak, ini bukan perasaannya Eleanor yakin tubuh dan hatinya tidak sepenuhnya terkendali olehnya

1
Khanza Safira
Hai Aku mampir
dea febriani: hai, terimakasih sudah menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini❤️
total 1 replies
masria hanum
kak ini ceritanya bagus banget lho, cerita yang lain2 juga bagus2 semoga viewers nya makin banyak ya...

suka banget sama alurnya, pelan tapi ada aja kejutan di tiap bab...
dea febriani: MasyaAllah Tabarakallah, terima kasih banyak! Komentar kamu benar-benar bikin aku semangat. Semoga kamu juga selalu diberkahi dan tetap menikmati ceritaku! 💖
total 1 replies
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
eleanor rubahlah dirimu jgn krn cinta kau lemah, tingglkan yg tak menginginkanmu dan buatlah benteng yg kuat untuk dirimu.
lanjut up lagi thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!