Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 – Kebenaran yang Tersembunyi
Seraphina menatap pria di hadapannya dengan tatapan penuh kehati-hatian. Kata-katanya masih berputar di kepalanya.
"Kau bukan satu-satunya Duskbane yang selamat."
Tangan Seraphina tanpa sadar mengepal. Itu tidak mungkin. Sejauh yang ia tahu, seluruh keluarganya telah dibantai bertahun-tahun yang lalu. Hanya ia yang berhasil bertahan—atau begitulah yang selalu ia yakini.
Lucian menyipitkan mata, siaga dengan pedangnya. "Kau sedang bermain-main dengan kami?" tanyanya tajam.
Pria itu tersenyum kecil. "Aku tidak punya waktu untuk bermain-main. Jika kau ingin kebenaran, kau harus siap mendengarnya."
Seraphina menghela napas dalam, mencoba menenangkan emosinya yang mulai mendidih. "Bicara. Katakan semuanya."
Pria itu mengangguk. "Nama lengkapku adalah Kael Duskbane. Aku adalah kakak laki-lakimu."
Seraphina merasa dunianya seakan runtuh. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tertahan.
"Bohong," gumamnya. "Kakakku sudah mati dalam serangan itu. Aku melihatnya sendiri."
Kael menggeleng pelan. "Yang kau lihat adalah ilusi. Aku berhasil melarikan diri, tapi dengan harga yang sangat mahal."
Seraphina memandangnya dengan penuh skeptisisme, tetapi ada sesuatu dalam sorot mata Kael yang membuatnya ragu untuk menyangkalnya begitu saja.
Lucian, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. "Jika kau benar-benar kakaknya, kenapa baru muncul sekarang? Kenapa tidak pernah mencari Seraphina lebih awal?"
Kael menghela napas. "Karena aku tidak bisa. Setelah aku selamat dari serangan itu, aku jatuh ke tangan Orcus."
Seraphina terkejut. "Orcus? Kau bekerja untuk mereka?"
Kael menatapnya dengan tajam. "Aku tidak punya pilihan. Mereka menangkapku saat aku masih anak-anak, mencuci otakku, dan menjadikanku alat mereka. Aku menghabiskan bertahun-tahun dalam bayang-bayang, menjadi senjata bagi mereka. Hanya baru-baru ini aku berhasil membebaskan diri."
Seraphina merasakan sesuatu yang panas di dadanya. Jika Kael berkata jujur, maka ia telah hidup selama ini dengan kebohongan. Selama ini ia mengira dirinya satu-satunya Duskbane yang tersisa, satu-satunya yang harus menanggung beban balas dendam sendirian.
"Kenapa kau muncul sekarang?" tanyanya, suaranya lebih lembut.
Kael menatapnya lurus. "Karena kau sedang menggali sesuatu yang seharusnya tetap terkubur. Kunci Hitam bukan sekadar artefak. Itu adalah kunci menuju kekuatan yang bisa menghancurkan dunia ini. Dan jika Orcus menginginkannya, kau tahu itu berarti bencana."
Lucian menyilangkan tangan. "Jadi kau ingin menghentikan kami?"
Kael tersenyum kecil. "Tidak. Aku ingin membantumu. Karena jika kita tidak bergerak lebih cepat, Orcus akan menemukannya lebih dulu. Dan jika itu terjadi, tidak ada tempat yang akan aman."
Seraphina menatap pria yang mengaku sebagai kakaknya dengan perasaan campur aduk. Bagian dari dirinya ingin mempercayai Kael, tetapi bagian lain masih ragu.
Namun, satu hal yang ia tahu dengan pasti—tidak peduli seberapa sulit kenyataan ini, ia tidak akan mundur.
"Kalau begitu," katanya akhirnya, "ceritakan semuanya. Mulai dari awal."
Kael mengangguk. "Kalau begitu, dengarkan baik-baik. Ini adalah kebenaran yang telah disembunyikan darimu selama ini."
Dan dengan itu, Kael mulai berbicara, mengungkap rahasia yang selama ini terkubur dalam bayang-bayang masa lalu.
.
.
.
Seraphina tidak dapat mengalihkan pandangannya dari pria yang mengaku sebagai kakaknya. Pikirannya kacau, berusaha memilah informasi yang baru saja diterimanya. Lucian berdiri di sampingnya, tangannya tetap berada di gagang belatinya, bersiap jika sesuatu yang mencurigakan terjadi.
"Aku ingin mempercayaimu," kata Seraphina akhirnya, suaranya datar tetapi penuh kewaspadaan. "Tetapi aku butuh lebih dari sekadar kata-katamu."
Kael tersenyum samar. "Aku tahu kau tidak akan percaya begitu saja."
Dia lalu merogoh kantong jubahnya dan mengeluarkan sebuah liontin berwarna hitam pekat. Seraphina membelalakkan matanya. Itu adalah liontin yang identik dengan miliknya—liontin warisan keluarga Duskbane.
Dengan tangan gemetar, Seraphina mengeluarkan liontinnya sendiri. Keduanya memiliki ukiran rumit yang sama, dengan simbol khas Duskbane di bagian tengahnya. Tidak mungkin ada orang lain yang memilikinya selain anggota keluarga mereka.
"Ini..." Seraphina nyaris kehilangan kata-kata.
Kael mengangguk. "Ini milik kita. Bukti bahwa aku benar-benar kakakmu."
Lucian masih terlihat tidak sepenuhnya percaya, tetapi dia memilih diam dan membiarkan Seraphina mengambil keputusan.
Seraphina merasakan dadanya sesak. Jika Kael benar-benar kakaknya, itu berarti selama ini dia tidak sendirian. Selama bertahun-tahun, dia menanggung semua kebencian, penderitaan, dan rasa kehilangan sendirian. Sekarang, seseorang muncul dan mengatakan bahwa dia bukan satu-satunya Duskbane yang selamat.
"Bagaimana kau bisa selamat?" tanya Seraphina, suaranya lebih pelan.
Kael menghela napas panjang sebelum menjawab. "Malam itu... ketika serangan terjadi, aku sempat bersembunyi di ruang bawah tanah seperti yang diperintahkan oleh Ayah. Tapi musuh lebih kuat dari yang kita kira. Mereka tidak hanya menghancurkan rumah kita, mereka juga membakar habis seluruh kota tempat kita tinggal."
Seraphina mengingat malam itu dengan jelas. Api melahap segalanya. Jeritan orang-orang masih terngiang di telinganya.
"Aku sempat berlari ke hutan, tetapi mereka menemukanku," lanjut Kael. "Aku pikir aku akan mati malam itu, tetapi seseorang dari Orcus justru membawaku pergi. Mereka melihat potensiku dan menjadikanku salah satu dari mereka."
Seraphina menggigit bibirnya. "Jadi kau adalah bagian dari Orcus?"
Kael menggeleng. "Dulu, ya. Tapi tidak lagi. Begitu aku mengetahui siapa sebenarnya mereka dan apa yang mereka rencanakan, aku memutuskan untuk keluar. Itu bukan hal yang mudah, dan aku harus membayar mahal untuk kebebasanku."
Seraphina bisa merasakan kepedihan dalam suara Kael, dan itu membuatnya semakin sulit untuk tidak mempercayai pria itu.
Lucian, yang sejak tadi hanya mendengarkan, akhirnya berbicara. "Jika kau sudah lama keluar dari Orcus, kenapa baru sekarang kau menemui Seraphina?"
Kael menatap Lucian dengan tenang. "Karena aku baru tahu bahwa dia masih hidup."
Seraphina terkesiap. "Kau tidak tahu aku masih hidup?"
Kael menggeleng. "Orcus mengatakan bahwa seluruh keluarga Duskbane telah dimusnahkan. Aku tumbuh dengan keyakinan bahwa aku adalah satu-satunya yang tersisa. Baru setelah aku melarikan diri dan menggali informasi lebih dalam, aku menemukan bahwa ada seseorang yang memiliki darah Duskbane yang masih bertahan."
Seraphina menghela napas panjang. Semuanya masuk akal, tetapi tetap sulit untuk diterima begitu saja.
Kael menatapnya dengan serius. "Aku tahu ini sulit bagimu, Seraphina. Tapi aku ada di sini sekarang. Dan aku ingin membantumu."
Seraphina menatap Kael lama sebelum akhirnya berkata, "Buktikan."
Kael mengangkat alis. "Buktikan?"
Seraphina mengangguk. "Buktikan bahwa kau memang benar-benar kakakku. Bukan hanya dari liontin atau ceritamu. Tapi dari tindakanmu."
Kael tersenyum kecil. "Baik. Aku akan membuktikannya."
Lucian menatap mereka berdua dengan tatapan rumit. Dia tidak ingin Seraphina terlalu percaya begitu saja, tetapi dia juga bisa melihat bahwa Kael bukan orang sembarangan.
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Lucian.
Kael menghela napas. "Orcus tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan Kunci Hitam. Kita harus lebih dulu menemukannya sebelum mereka melakukannya. Jika kunci itu jatuh ke tangan mereka, dunia ini akan berada dalam bahaya besar."
Seraphina mengangguk. "Kalau begitu, kita harus bergerak sekarang."
Kael tersenyum. "Tepat sekali."
Mereka bertiga akhirnya sepakat untuk bekerja sama. Namun, Seraphina tahu bahwa ini baru permulaan. Kebenaran tentang keluarganya, tentang siapa Kael sebenarnya, dan tentang Kunci Hitam—semuanya masih penuh misteri.
Tetapi satu hal yang pasti, dia tidak akan berhenti sampai dia menemukan semua jawaban yang selama ini tersembunyi.
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲