Ini kelanjutan kisah aku istri Gus Zidan ya, semoga kalau. suka🥰🥰🥰
****
"Mas, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil tercengang, matanya membesar sempurna, ia ingin sekali beranjak dari tempatnya tapi kakinya untuk saat itu belum mampu ia gerakkan,
"Apa?" Ia duduk lebih tegap, mencoba memastikan ia tidak salah dengar.
Gadis itu menganggukan kepalanya pelan, kemudian menatap Gus Syakil dengan wajah serius. "Saya bilang, saya mau menikah dengan Anda."
Gus Syakil menelan ludah, merasa percakapan ini terlalu mendadak. "Tunggu... tunggu sebentar. mbak ini... siapa? Saya bahkan tidak tahu siapa Anda, dan... apa yang membuat Anda berpikir saya akan setuju?"
Gadis itu tersenyum tipis, meski sorot matanya tetap serius. "Nama saya Sifa. Saya bukan orang sembarangan, dan saya tahu apa yang saya inginkan. Anda adalah Syakil, bukan? Anak dari Bu Chusna? Saya tahu siapa Anda."
Gus Syakil mengusap wajahnya dengan tangan, mencoba memahami situasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Satu kamar
Akhirnya setelah perdebatan panjang, Malam ini pertama kalinya Sifa resmi pindah ke kamar Gus Syakil, ia merasa begitu aneh saat berada berdua saja di dalam kamar bersama seorang pria. Bukan karena hal-hal romantis seperti di drama, tapi karena kegugupan dan kecanggungannya sendiri.
Aku harus apa sekarang? Memang aku bakal bisa tidur kalau kayak gini ..., batin Sifa. Dia yang biasa bar bar dan tidak tahu aturan tiba-tiba seperti kucing rumahan di depan sang suami.
Sifa berdiri di tengah kamar dengan tangan di pinggang, menatap kasur yang kini harus ia bagi dengan suaminya.
Kenapa tiba-tiba kasurnya terlihat begitu sempit? batin Sifa lagi, ia ragu untuk kembali melangkah maju ke dekat kasur.
Sementara itu, Gus Syakil duduk di kursi roda, menatap Sifa dengan tatapan penuh makna. Entah karena geli melihat wajah istrinya yang tegang atau karena Sifa tampak benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
"Sifa, kamu melamun apa sih?" tanya Gus Syakil sambil menatap Sifa heran.
Sifa tersentak, mengibaskan tangannya. "Nggak! nggak! Aku cuma... ini kan pertama kali aku harus tidur sama orang lain di satu kasur. Jadi, agak aneh aja."
Gus Syakil menaikkan sebelah alis. "Oh? Jadi ini pertama kalinya buat kamu?" tanya syakil menyelidik, jika melihat penampilan Sifa, siapapun pasti akan mengira jika Sifa adalah seorang gadis yang terbiasa dengan kebebasan dan dunia malam.
Sifa melotot. "Ya jelas aneh lah, mas! Memang kamu pikir aku udah pernah tidur sama pria lain selain sama kamu?" tanyanya kesal.
Syakil pun melihat penampilan Sifa kembali, baju tengtop tanpa lengan, celana di atas lutut dengan jebol sana sini, rambut pirang, "Yahhh..., maksud aku, ya... udahlah, nggak usah dipermasalahin!"
Sifa yang kesal karena faham dengan maksud suaminya pun berjalan mendekati sang suami, ia membungkukaan badanya, mendekatkan wajahnya pada syakil membuat syakil menjauhkan wajahnya dengan cepat tapi terlambat karena Sifa sudah lebih cepat menarik bahu syakil hingga membuat jarak wajah mereka begitu dekat, "Jadi mas syakil mau aku membuktikan?" tanya Sifa sedikit berbisik.
Hal yang di lakukan Sifa berhasil membuat jantung syakil berdetak kencang, ia segara berdehem untuk menetralkan suaranya, "Memang..., kamu berani?"
"Nyaliku cukup besar untuk mencoba yang baru. Lagi pula itu juga tidak perlu di ragukan, untuk melaamarmu aja aku berani, apalagi cuma kayak gini." Sifa tampak menantang.
Syakil semakin tidak nyaman, ia ingin segera menghindar dari tatapan Sifa tapi tidak bisa, "Aku percaya, sekarang bisa kan menjauh dulu."
Sifa tersenyum, merasa menang sekarang. Ternyata ..., dia nggak berbahaya, batin Sifa. Ia pun melepaskan pegangannya dari bahu syakil hendak menjauhkan tubuhnya, tapi naas. Tiba-tiba kakinya terpeleset membuat tubuhnya terhuyung dengan cepat dan mendarat di atas tubuh Gus syakil.
Brukkkkk
Membuat syakil semakin terpaku, apalagi saat tangah Sifa tidak sengaja memegang benda sakralnya.
Ini apa keras-keras? Batin Sifa sembari melirik ke arah tangannya, menyadari jika tangannya mendarat di tempat yang tidak tepat,
Apa dia sengaja ingin membangunkan singa tidur, batin syakil yang ternyata tatapannya juga mengarah ke tangan Sifa.
Sifa pun bersiap untuk menjauh dari tubuh syakil dengan berusaha berdiri.
"Maaf, aku tadi tidak sengaja." ucap Sifa dengan cepat setelah berhasil berdiri.
"Emmm, tidak pa pa." Syakil pun tidak juah beda, wajahnya memerah seperti tengah menahan sesuatu.
Sifa berdehem dan mengalihkan pandangan ke tempat lain. Kemudian ia pun mencari topik lain untuk mencoba mencairkan suasana yang tegang akibat ulahnya.
"Eh, mas... terus, gimana cara kamu naik ke kasur?" tanyanya sedikit garing, karena setiap hari ia yang membantu syakil naik ke atas tempat tidur.
Syakil pun berdehem, ia mencoba bersikap biasa, "Seperti biasa, yang kamu lakukan."
Sifa pun menoleh kembali pada syakil, "Ahh iya,baiklah aku akan bantu naik ya."
Sifa pun mendorong kursi roda syakil mendekat ke arah kasur, tepat di tepi tempat tidur, tiba-tiba syakil memegang tangan Sifa yang berada di kursi roda, "Tunggu!"
Hal itu berhasil membuat Sifa terkejut, ia dengan cepat menarik tangannya,
"Maaf, tidak sengaja." ucap Syakil dengan cepat.
Sifa pun segera mengibaskan tangannya, "Nggak pa pa. Ada apa?"
"Aku tidur di sofa kan? Kenapa membawaku ke sini?" tanya syakil penasaran.
Sifa pun memutar kursi roda Syakil hingga menghadap padanya, "Kaki mas kan sakit, nggak pa pa deh kita berbagi tempat tidur."
Syakil mengerutkan keningnya, "Serius nggak pa pa?"
Sifa pun menganggukkan kepalanya, "Iya."
"Ya udah bantu aku naik." akhirnya suasana menjadi kembali cair.
"Aku angkat?" tanya Sifa tiba-tiba blank.
Gus Syakil mengangguk santai. "Iya dong. Masa aku teleportasi?"
Sifa menghela napas panjang. "Aduh, gimana kalau aku nggak kuat? Kamu segede ini, aku takut malah ngejatuhin kamu!"
Syakil menghela nafas, "Sifa, biasanya kan juga bisa, kenapa malam ini jadi nggak bisa?"
"Emmm, kayaknya tadi tangan aku agak terkilir." ucap Sifa bohong sembari mengibas- ibaskan tangannya berbohong,
"Iya, dicoba aja,Sif. Jangan meragukan tenaga istrimu sendiri," balas Gus Syakil sambil terkekeh.
Dengan hati-hati, Sifa berdiri di depan Gus Syakil dan mencoba membantu mengangkatnya. Tapi, begitu ia menarik lengan suaminya, tubuhnya justru ikut terdorong ke depan, membuatnya hampir jatuh menindih Syakil.
"Astaghfirullah hal azim, Sifa!" Gus Syakil buru-buru menahan bahu istrinya agar tidak benar-benar jatuh ke pangkuannya lagi untuk kedua kalinya.
Sifa terperanjat, wajahnya memerah. "Aduh! Aduh! Maaf, maaf! Aku nggak sengaja, lagi...!"
Gus Syakil hanya tertawa. "Tenang, Sifa. Aku ini lumpuh, bukan rapuh. Tapi kalau kamu jatuh lagi, aku bisa patah hati."
Sifa menatapnya kesal. "Mas, ini serius! Aku nggak mau ceroboh, nanti kamu malah keseleo."
Gus Syakil mengangguk. "Oke, kita coba pelan-pelan. Pegang aku di bawah lengan, terus bantu aku geser ke tempat tidur."
Sifa mengikuti instruksi dengan hati-hati. Setelah beberapa menit bergulat dengan kegugupan, akhirnya Gus Syakil berhasil naik ke kasur. Ia merebahkan diri dengan napas lega, sementara Sifa mengusap dahinya yang berkeringat.
"Fiuh! Akhirnya!" ujar Sifa, duduk di pinggir kasur.
Gus Syakil menoleh dengan senyum jahil. "Makasih, Sifa. Kamu hebat juga, ternyata."
Sifa mengibaskan tangan dengan gaya sok cuek. "Ya iyalah!"
Sifa pun akhirnya naik ke kasur, menyelimutkan diri dengan gugup. Mereka berdua saling diam untuk beberapa saat, hanya mendengar suara kipas angin yang berputar pelan.
"Sifa?"
"Hm?"
"Kamu tidur di ujung banget, kayak mau kabur."
Sifa menelan ludah, menyadari bahwa dirinya memang menempati bagian paling pinggir kasur, nyaris jatuh ke lantai.
"Aku cuma... biar kamu lebih leluasa," dalihnya.
Gus Syakil tersenyum. "Kasurnya gede, nggak perlu segitunya."
Sifa pura-pura tidak dengar dan membalikkan badan, membelakangi Gus Syakil. Tapi tiba-tiba—
"Awas, Sifa, jatuh!"
Sifa refleks terkejut dan langsung bergeser ke tengah. Gus Syakil terkekeh.
"Udah, tenang aja. Aku nggak bakal gigit."
Sifa mendengus. "Kalau gigit sih nggak masalah, aku takut tiba-tiba kamu ngajak debat jam tiga pagi!"
Gus Syakil tertawa lebar. "Nggak janji, sih. Aku ini kan suka ngajak diskusi."
Sifa menarik selimut lebih tinggi. "Udah, tidur aja, mas. Jangan banyak omong!"
Gus Syakil tersenyum puas. "Selamat tidur, Sifa."
"Selamat tidur, mas."
Dalam diam, Sifa menatap langit-langit kamar, menyadari bahwa malam ini adalah awal baru dalam hidupnya. Konyol, canggung, tapi entah kenapa, ia merasa nyaman.
Bersambung
malu 2 tapi mau🤭
saranku ya sif jujur saja kalau kamu yg nabrak syakil biar gak terlalu kecewa syakil nya
pasti dokter nya mau ketawa pun harus di tahan....
krn gak mungkin juga lepas ketawa nya...