NovelToon NovelToon
Pasutri Bobrok

Pasutri Bobrok

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Rrnsnti

Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

anak baru

Pagi itu, suasana kelas menjadi ramai ketika seorang guru masuk membawa seorang siswi baru. Semua mata tertuju pada gadis yang berdiri di depan kelas dengan senyum kecil di wajahnya. Guru memperkenalkan siswi baru tersebut sebagai Alana Melvina.

“Anak-anak, mulai hari ini Alana akan bergabung di kelas kita. Alana, kamu bisa duduk di kursi kosong sebelah Raja,” ujar guru tersebut, menunjuk kursi di barisan tengah.

Raja, yang sedang bersandar di kursinya, hanya mengangkat bahu. Ia tidak terlalu peduli. Namun, Chilla yang duduk di belakang Raja langsung memasang wajah tidak suka. Tanpa membuang waktu, ia berdiri dan berjalan cepat menuju kursi tersebut, lalu duduk di sana sebelum Alana sempat mendekat.

“Eh, lo Duduk di sana aja sama Peti,” ujar Chilla dengan nada ringan, menunjuk kursi kosong di pojok belakang, tempat salah satu siswa pendiam bernama Peti duduk.

Alana tampak sedikit bingung, tetapi ia mengangguk patuh. “Oke,” jawabnya pelan sebelum berjalan menuju kursi yang ditunjukkan Chilla.

Raja yang melihat kejadian itu mendengus kesal. Ia mencondongkan tubuh ke arah Chilla, lalu berbisik, “Ngapain sih lo duduk di sini? Pindah gak?”

Chilla menoleh, menatap Raja dengan tatapan penuh tekad. “Nggak,” jawabnya singkat.

“Serius, Chilla. Lo mau bikin masalah di kelas lagi? Udah, pindah sana,” bisik Raja lagi, mencoba menahan emosinya.

“Awas aja kalau lo deket-deket cewek lain, Raja. Cukup Sella aja yang udah bikin gue emosi,” balas Chilla dengan nada rendah, tetapi penuh ancaman.

Raja mendengus sambil memutar bola matanya. “Lo nggak ada hak buat ngatur-ngatur gue kayak gitu,” balasnya tajam.

Namun, bukannya mundur, Chilla malah menyeringai. Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya, lalu memperlihatkan sebuah foto kepada Raja. Foto itu adalah foto dirinya dan Raja saat tidur bersama. Dalam foto tersebut, terlihat jelas Raja memeluk Chilla erat, bahkan dengan tangannya yang berada di posisi tidak seharusnya.

“Gue nggak punya hak? Yakin? Lihat ini,” bisik Chilla sambil menyodorkan ponselnya lebih dekat ke wajah Raja.

Raja membelalakkan matanya. Wajahnya memerah karena marah dan malu. Ia segera memalingkan wajahnya, mencoba menguasai emosinya. “Lo—lo nggak akan nyebarin foto itu,” ujarnya dengan nada rendah tetapi penuh ancaman.

“Coba aja gue nggak akan nyebarin, Ja,” balas Chilla dengan nada manis yang justru membuat Raja semakin kesal. “Tapi kalau lo macam-macam sama gue atau deket-deket sama cewek lain, gue nggak bakal ragu buat nyebarin foto ini ke seluruh sekolah.”

Raja mengepalkan tangannya. “Lo gila, Chilla. Lo mau ngancurin reputasi gue, ya?”

“Gue cuma mau ngingetin lo satu hal, Ren. Lo itu suami gue. Dan gue nggak akan tinggal diam kalau lo malah main-main sama cewek lain. Jadi, lo yang pilih, nurut sama gue atau ngadepin konsekuensi,” ujar Chilla tegas.

Raja menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Ia tidak menyangka Chilla akan bermain sekejam ini. Namun, ia tahu bahwa jika foto itu benar-benar tersebar, hidupnya di sekolah—dan mungkin di luar sekolah—akan hancur.

Akhirnya, Raja hanya bisa menggertakkan giginya dan kembali bersandar di kursinya tanpa berkata apa-apa. Ia melirik Chilla sekilas, yang kini duduk dengan santai sambil tersenyum puas.

Sementara itu, Alana yang duduk di pojok belakang hanya bisa memperhatikan interaksi mereka dari kejauhan. Ia merasa ada sesuatu yang aneh antara Chilla dan Raja, tetapi ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan hal itu.

Selama pelajaran berlangsung, Raja hampir tidak bisa fokus. Ia merasa kesal, tidak hanya pada Chilla, tetapi juga pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa terjebak dalam situasi seperti ini?

Di sisi lain, Chilla merasa puas dengan tindakannya. Baginya, mempertahankan haknya sebagai istri sah Raja adalah hal yang paling penting. Ia tidak peduli jika harus menggunakan cara yang licik.

Namun, dalam hati kecilnya, Chilla tahu bahwa hubungannya dengan Raja tidak akan pernah benar-benar berjalan lancar jika hanya didasarkan pada ancaman dan manipulasi. Ia berharap suatu saat nanti, Raja akan melihatnya sebagai istri yang pantas untuk dicintai—bukan hanya sebagai seseorang yang ia toleransi karena terpaksa.

Saat bel berbunyi menandakan akhir pelajaran, Raja segera berdiri dan berjalan keluar kelas tanpa mengatakan sepatah kata pun. Chilla hanya mengangkat bahu, membiarkannya pergi.

“Pelan-pelan aja, Ja. Gue yakin suatu saat lo bakal sadar kalau gue ini lebih dari cukup buat lo,” gumam Chilla sambil tersenyum kecil.

Jam pelajaran kedua dimulai dengan Pak Hari memasuki kelas sambil membawa beberapa dokumen. Ia mengumumkan bahwa tugas kali ini adalah kerja kelompok dua orang. Setiap pasangan akan ditentukan oleh guru, dan kelompok yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik akan mendapat nilai tambahan.

Pak Hari mulai membacakan nama-nama pasangan. Ketika sampai pada nama Raja, ia menyebutkan bahwa Raja akan bekerja dalam satu kelompok bersama Alana, murid baru yang duduk di pojok kelas.

“Raja dan Alana,” ujar Pak Hari, menatap keduanya.

Namun, belum sempat Alana bangkit dari kursinya, suara Chilla memotong suasana. “Gak bisa, Pak. Raja satu kelompok sama saya,” ujarnya tegas, wajahnya penuh keberanian.

Pak Hari mengerutkan dahi. “Chilla, saya sudah atur semuanya. Alana murid baru, dia belum mengenal siapa pun. Saya pikir Raja bisa membantu dia beradaptasi.”

Chilla mendengus kesal, tetapi ia tidak menyerah. Ia melipat tangan di depan dada dan menatap Pak Hari dengan tajam. “Ya udah, terserah. Kalau bapak tetap maksa, saya telpon Ayah saya biar bapak ditegur karena nggak adil sama saya,” ancamnya.

Pak Hari tampak terkejut. Semua siswa di kelas tahu bahwa ayah Chilla adalah donatur terbesar sekolah ini. Tidak ada guru yang berani menolak permintaan Chilla, karena risikonya terlalu besar. Setelah menghela napas panjang, Pak Hari menyerah.

“Oke, oke. Kamu satu kelompok sama Raja,” ujarnya akhirnya, mencoba menjaga ketenangan.

Mendengar itu, senyum lebar muncul di wajah Chilla. Ia mengangguk puas. “Bapak memang terbaik. Nanti tinggal kirim alamat rumah bapak ke saya ya, saya mau kasih hadiah buat bapak,” katanya, suaranya penuh kemenangan.

Siswa lain hanya bisa memandang dengan beragam reaksi. Beberapa tampak iri dengan kekuasaan Chilla, sementara yang lain merasa jijik dengan cara dia memanfaatkan posisi ayahnya.

Raja, yang sejak tadi duduk diam, akhirnya mencubit lengan Chilla dengan kesal. Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik tajam, “Bisa nggak sih sehari aja lo nggak bikin masalah? Lo nggak bisa seenaknya gunain kekuasaan bokap lo kayak gini.”

Chilla menatap Raja dengan tatapan tajam, tetapi ia tidak mundur. “Apa? Lo mau sekelompok sama tuh anak baru? Awas aja kalau sampe apartemen, gue bikin lo nggak berdaya,” desisnya.

Raja terkejut mendengar ancaman itu, tetapi sebelum ia bisa membalas, Chilla melanjutkan, “Ngaca, Raja. Lo juga sering gunain kekuasaan papa lo. Lo sering hambur-hamburin uang buat Sella, cewek lo yang simpenan om-om itu.”

Wajah Raja memerah karena amarah bercampur rasa malu. Ia memandang Chilla dengan tatapan tajam, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ia tahu bahwa apa yang dikatakan Chilla ada benarnya, tetapi mendengar itu dilontarkan di depan semua orang membuat egonya terluka.

“Udah, Ja. Lo nggak usah marah-marah. Lo kan tau, gue cuma mau kita tetap bareng. Lo suami gue, dan gue nggak bakal biarin siapa pun masuk di antara kita,” lanjut Chilla dengan nada yang lebih lembut, tetapi tetap penuh dengan makna tersirat.

Pak Hari memandangi keduanya dari mejanya, tetapi ia tidak berani berkata apa-apa. Ia tahu ada sesuatu yang tidak biasa antara Chilla dan Raja, tetapi ia juga tahu bahwa melawan Chilla hanya akan membawa masalah.

Di sisi lain, Alana yang duduk diam di pojok ruangan hanya bisa memperhatikan semuanya dengan wajah bingung. Ia tidak mengerti mengapa gadis seperti Chilla begitu bertekad untuk mendominasi semua hal yang berhubungan dengan Raja. Namun, sebagai murid baru, ia tidak merasa berhak untuk ikut campur.

Ketika Pak Hari melanjutkan pembagian kelompok, Chilla tersenyum puas dan kembali ke kursinya di samping Raja. Ia melirik pria itu dengan senyum penuh kemenangan, sementara Raja hanya bisa menghela napas panjang.

“Ayo kerja kelompok, sayang,” ujar Chilla dengan nada manis, yang hanya membuat Raja semakin kesal.

“Lo gila,” gumam Raja sambil menutup wajahnya dengan tangan.

Chilla hanya terkikik kecil. Baginya, ini hanyalah langkah kecil untuk memastikan Raja tetap berada di sisinya. Ia tidak peduli seberapa jauh ia harus melangkah, selama hasil akhirnya sesuai dengan keinginannya.

1
Kelinciiiii
bersyukur ja
Ciaa
ayo lanjut seru juga ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!