Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Brak..!
Suara dentuman pintu menggelegar di depan wajahnya, Rangga terkejut sekaligus malu.
Perasaannya campur aduk, antara marah, cemburu dan malu yang amat sangat karena direndahkan sedemikian rupa oleh tante Rosna.
Rangga juga merasa ia seperti seorang pengemis, yang sedang meminta minta, mengharapkan tubuh molek tante Rosna.
"Sialan kau perempuan jalang!", Rangga memekik marah.
Dadanya bergemuruh hebat, detik itu juga ingin sekali dia mendobrak pintu rumah tante Rosna andai kesadarannya tak segera pulih.
Di balik pintu, dengan tubuh masih bersandar di daun pintu, Rosna tersenyum licik.
" Kau lihat anakmu Masitha! Setelah ini akan banyak perempuan perempuan yang diperdaya oleh anakmu itu.
Siap siaplah kepalamu pusing tujuh keliling!
Ha ha ha...".
Tawa Rosna meledak, membahana ke penjuru rumahnya
Wajah cantiknya berubah bengis dengan senyum iblis bertengger di bibirnya yang tipis.
Namun sedetik kemudian kewarasannya muncul.
"Eh, mengapa aku harus sakit hati pada Masitha? Bukankan rasa sombongnya itu hak azasinya? Tapi,ah, masa bodoh lah! Yang penting aku sudah menodai putranya dan menikmati keperkasaannya bocah itu di ranjang. Dahsyat juga tenaga Rangga, ha ha ha...!"
Tawa membahana penuh dengki mengurai dari mulut jahatnya.
Sedangkan Rangga, dengan wajah kusut, pulang dari rumah sebelah, menuju ke halaman rumahnya sendiri.
"Hei, mengapa wajahmu kucel begitu? Mau ngapain kau ke rumah Rosna?"
Suara bentakan ibunya yang keras, membuat nyali Rangga terpental.
Mendadak ada rasa takut jika ibunya bisa menebak maksud kedatangannya ke rumah tetangga sebelah.
Sering kali Rangga merasa ibunya seperti seorang cenayang, yang selalu benar jika menduga sesuatu.
"Rangga kira tidak ada orang di rumah Bu! Siapa tahu ada titip kunci di rumah sebelah".
Sambil menunduk Rangga menjawab pertanyaan ibunya. Ia menghindari kontak mata dengan perempuan yang telah melahirkannya itu.
" Hem..!"
Masitha hanya berdehem menanggapi sikap kalut anaknya.
Otaknya langsung berpikir jika ada sesuatu pada bocah itu dan wanita tetangganya.
"Rangga masuk Bu!"
Tanpa ba bi bu, Rangga melangkah cepat, melewati tubuh ibunya dan bergegas menjauhi ibunya.
"Suntuk kali kau bang? Kena omel ibu lagi ya? Syukuri! Makanya jangan main mata dengan janda kembang, terjebak kau kan? Ha ha ha...!"
Naomi meledek abangnya dengan ugal ugalan . Bukan cuma itu, gadis cantik boru Harahap itu juga melempari tubuh jangkung Rangga dengan kulit jeruk yang baru saja ia makan isinya.
Deg..!
Jantung Rangga seakan berhenti berdetak.
"Dari mana Naomi tahu hubunganku denhan tante Rosna?", cicitnya dalam hati.
" Santai bang! Bercanda! Tak usah kaget begitu!", ucap Naomi sambil cengengesan.
Mata Rangga melotot kepada Naomi.
"Kepo..!", serunya marah. Lalu dengan langkah kasar, ia menuju ke kamarnya, meninggalkan Naomi yamg terus saja tertawa ngakak, mengejek abangnya.
" Mengapa kau mentertawakan abangmu hah!?", sembur Masitha tiba tiba.
"Itu loh bu, sepertinya abang naksir tante Rosna!", ucap Naomi asal asalan.
" Hush! Jangan sembarangan kau ngomong!", bentak Masitha tak suka.
Tanpa disadari oleh Naomi, ibunya menunduk, memunguti sampah kulit jeruk lalu melemparkan ke wajah anak gadisnya itu.
"Ibuuuu...!", Naomi menjerit marah pada ibunya.
" Makanya jangan buang sampah sembarangan! Bersihkan semua bekas makananmu! Anak gadis kok jorok begitu!"
Wajah ketat ibunya membuat Naomi tak bernyali, bahkan untuk membela diri sekalipun. Ibunya memang makhluk terkuat di trah keluarga mereka.
Lain halnya dengan Rangga, di dalam kamarnya, jantungnya tak berhenti berdetak cepat.
Omongan ibu dan adiknya seolah olah menguliti dirinya. Ia makin dilanda kebingungan bagaimana kedua orang tersebut bisa bicara seperti itu.
"Apakah tingkahku terhadap tante Rosna begitu mencolok mata mereka?"
Waktu terus berpacu, Rangga tak lagi mempedulikan Rosna. Ia bahkan tidak merasa sakit hati ketika perempuan itu benar benar menikah dan membawa suaminya yang kaya dan tampan untuk tinggal di sebelah rumahnya.
Setiap kali mereka tak sengaja berpapasan, Rangga selalu membuang muka. Walau bagaimana pun, ia sadar jika tante Rosna adalah orang yang lebih tua darinya.
Tetapi yang menjadi masalah bagi Rangga, setiap kali hasratnya memuncak, ia selalu kelimpungan untuk menyalurkannya entah kemana.
Hingga suatu ketika, Arima, teman sekelasnya terang terangan menembaknya di saat pulang sekolah dan di dalam kelas yang sudah sepi, hanya tinggal.mereka berdua.
"Rangga, tunggu!"
Tanpa sungkan, Arima menarik tangan Rangga ketika Rangga hendak melangkah keluar kelas.
"Ada apa Rima?", tanya Rangga sambil menaikkan alisnya sebelah.
Ia bukannya tidak tahu jika selama ini, gadis itu memiliki rasa terhadapnya.
Namun sedikit pun Rangga tak memiliki ketertarikan pada Arima. Malah ia sangat ingin mendekati Feby, gadis ayu dan pendiam juga pintar.
Penampilan Feby yang tertutup membuat Rangga segan untuk sering sering berinteraksi denhan gadis itu.
Apa lagi ayah Feby adalah guru agama di sekolah mereka.
" Rangga! Ada yang ingin aku katakan padamu!"
Suara Arima membuyarkan lamunan Rangga tentang Feby.
"Ya sudah, ngomong saja!", sahut Rangga malas.
Selain tidak tertarik pada Arima yang memiliki wajah terlalu biasa dan tubuh sedikit subur dengan tinggi cuma seratus lima puluh, perut Rangga juga sudah sangat lapar.
Ternyata Arima tidak segera bicara, ia memandangi Rangga dengan penuh kekaguman dan mata berbinar binar.
" Hey, cepatlah bicara! Aku sudah lapar!"
Dengan kasar, Rangga mendorong kepala Arima hingga terlempar ke belakang.
"Aku menyukaimu Rangga!", cicit Arima malu malu dan pipinya memerah.
" Shit..! Aku kira apa? Sudahlah, aku mau pulang!", ucap Rangga menolak membalas perasaan Arima.
"Rangga, kau bisa makan di rumahku, pliss!", kejar Arima tanpa malu.
" Di rumahmu? Tidak! Aku malu pada orang tuamu!",tolak Rangga ketus.
"Tapi mereka tidak ada, mereka bekerja, sore nanti baru pulang!'
Bam..!
Otak Rangga tiba tiba terang benderang, rumah Arima sepi, berarti ia bisa menggunakan Arima untuk menyalurkan hasratnya.
" Ayolah!", ajak Rangga sigap. Kapan lagi ia bisa menikmati saat saat indah seperti ini.
Tawanya melebar sepanjang jalan saat ia membonceng Arima dengan motornya.
Merasa mendapat angin dari Rangga, tanpa malu Arima memeluk pinggang Rangga dengan erat.
Betapa bangganya ia, merasa mendapat balasan cinta dari Rangga, pria tampan yang sudah lama dipuja puja.
Rumah Arima benar benar sepi, saat mereka tiba, tak seorang pun yang menyambut mereka.
Bahkan tetangga Arima pun tak ada yang terlihat.
"Masukkan saja motornya ke garasi, Rangga! Takut hilang jika parkir di luar!"
Tanpa membantah Rangga menyorong motornya, lalu memasukkan ke garasi mobil yang terletak di samping rumah.
"Cucilah muka dan tanganmu Rangga, aku akan menyiapkan makanan untuk kita!"
Dengan cekatan Arima menyiapkan semuanya, menyusun makanan di atas meja makan dan menyediakan minuman dingin untuk Rangga.
Karena memang sudah lapar, tanpa malu Rangga melahap hampir semua hidangan yang disediakan oleh Arima.
"Argh..!"
Suara sendawa yang keluar dari mulut Rangga begitu keras.
"Maaf, aku kekenyangan!", seru Rangga salah tingkah.
" Tak apa Rangga, aku suka melihatmu bahagia!"
Tanpa sungkan Arima duduk merapat pada Rangga. Ia sengaja memancing lelaki itu.
Mungkin karena sudah lama memendam hasrat, pancingan Arima tepat sasaran.
Si Jhoni langsung on! Dengan ganas Rangga menghajar Arima, sepertinya perempuan itu pun membalas Rangga dengan sama ganasnya.
Maka terjadilah pergumulan hebat sepasang anak manusia yang masih berseragam putih abu abu itu.
Tak cukup sekali, tapi berkali kali sehingga keduanya terkapar kelelahan.