Kamila gadis yatim piatu mencintai Adzando sahabatnya dalam diam, hingga suatu malam keduanya terlibat dalam sebuah insiden.
Adzando seorang artis muda berbakat.
Tampan, kaya, dan populer. Itulah kata-kata yang tepat disematkan untuknya.
"Apapun yang kamu dengar dan kamu lihat, tolong percayalah padaku. Aku pasti akan bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan. Kumohon bersabarlah."
Karena skandal yang menimpanya, Adzando harus kehilangan karier yang ia bangun dengan susah payah, juga cintanya yang pergi meninggalkannya.
"Maafkan aku, Do. Aku harus pergi. Kamu terlalu tinggi untuk aku gapai."
"Mila... Kamu di mana? Aku tidak akan berhenti mencarimu, aku pasti akan menemukanmu!"
Kerinduan yang sangat mendalam di antara keduanya, membuat mereka berharap bahwa suatu hari nanti bisa bertemu kembali dan bersatu.
Bagaimana perjalanan cinta mereka?
Mari baca kisahnya hanya di sini ↙️
"Merindu Jodoh"
Kisah ini hanya kehaluan author semata
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
...*...
Secara serentak semua bangkit dari tempat duduknya masing-masing, lalu berlarian menghampiri Zando yang tiba-tiba ambruk di ujung tangga.
Papa Daniel dibantu Arbi segera mengangkat tubuh Zando, dan membawanya masuk ke dalam kamar tamu, lantas membaringkannya di tempat tidur. Mama Zeya membaluri kaki dan tangan putranya dengan minyak kayu putih, sambil memijitnya perlahan.
Sementara Adzana menghubungi Dokter Alissa, dan beruntungnya dokter cantik itu belum pergi ke rumah sakit. Tak selang berapa lama, Dokter Alissa pun datang.
"Assalamualaikum." Ia menyapa Azura ketika melihat keponakannya itu keluar dari rumah.
"Waalaikumsalam. Hallo, Tante!" Azura menyambut tantenya dengan gembira. Lalu salim padanya.
"Hallo, Sayang!" Dokter Alissa mencium kedua pipi keponakannya dengan gemas.
"Ayo masuk, Tante! Abang ada di kamar tamu." Azura membawa tantenya masuk ke dalam kamar.
"Eeeh ... kamu udah datang, Cha?" tanya Mama Zeya.
"Iya, Kak!" sahut Dokter Alissa.
Lalu kedua wanita itu cipika cipiki, begitu pula halnya dengan Adzana. Lantas Dokter Alissa bersalaman dengan Papa Daniel dan Arbi.
"Ada apa dengan Zando, Kak?" tanya Dokter Alissa.
"Aku tidak tahu, tadi Abang habis muntah, katanya tidak tahan mencium bau parfum sama melihat susu putih," jelas Mama Zeya.
"Baiklah, aku periksa dulu, ya. Tolong yang lain bisa keluar!" ucap Dokter Alissa.
Papa Daniel keluar kamar diikuti Adzana dan Arbi di belakangnya.
Dokter Alissa kemudian mengeluarkan stetoskop dari dalam tas kerjanya, lalu memeriksa tanda-tanda vital pada tubuh Zando, seperti tekanan darah, detak jantung, dan suhu tubuh, serta perut, mengingat Zando habis muntah. Terakhir Dokter Alissa memeriksa denyut nadi keponakannya itu.
"Bagaimana, Cha? Apa ada sesuatu, maksudku ... apa Abang menderita suatu penyakit?" tanya Mama Zeya tidak sabar.
"Zando tidak apa-apa kok, Kak! Lambungnya juga baik-baik saja, tidak ada masalah," tutur Dokter Alissa.
"Sebenarnya aku mencurigai sesuatu. Apa Zando pernah melakukan anu pada seorang gadis?" tanya Dokter Alissa kemudian.
"Kamilaaaa .... kamu di mana, Mila? Kenapa kamu pergi?" Zando mengigau di tengah pingsannya.
Mama Zeya yang hendak menjawab pertanyaan adiknya, lantas tertegun saat mendengar Zando mengigau. Ia mendekat, lalu menempelkan punggung tangannya pada kening sang putra.
"Tidak panas!" Mama Zeya mengernyit bingung.
"Apa mungkin Abang terkena sindrom kehamilan simpatik, seperti Papa dan Kak Arbi, Ma?" timpal Adzana.
Mama Zeya dan Dokter Alissa kompak menatap ke arah Adzana, yang baru saja masuk kembali ke kamar, setelah suaminya berangkat ke kantor.
"Bisa jadi, Kak," jawab Mama Zeya.
"Tunggu, maksudnya ini bagaimana? Aku sebenarnya curiga seperti itu, tapi tidak mungkin kan, Zando berani berbuat begitu?"
"Tapi kenyataannya memang seperti itu, Tante! Abang sudah berbuat anu pada Kamila," sahut Adzana.
"Maksudnya ini ... Dokter Kamila, bukan?" tanya Dokter Alissa.
"Iya itu, memang Dokter Kamila yang dimaksud, Tante!" sahut Adzana.
"Benarkah...? Soalnya, pernah waktu itu Abang dan temannya datang ke rumah sakit, dan menanyakan tentang Dokter Kamila," ujar Dokter Alissa.
"Lalu, kamu bilang apa?" tanya Mama Zeya.
"Ya, aku bilang kalau Dokter Kamila sudah resign, dan dia pulang kampung karena menerima perjodohan dari orangtuanya," tutur Dokter Alissa.
"Hahahaha ..." Adzana tertawa lebar saat mendengar penuturan tantenya.
"Kenapa Kakak tertawa?" tanya Mama Zeya bingung.
"Ya, mana mungkin Kamila dijodohkan, Ma! Dia kan, sudah tidak punya orang tua. Alias yatim piatu. Di kampung hanya ada ibu tirinya, tapi hubungan mereka tidak baik," papar Adzana.
"Astaghfirullah ..." Mama Zeya tercengang laluo menutup mulutnya.
"Kamilaaaa ....!" Zando lalu terbangun dan memperhatikan sekeliling.
"Kenapa kalian ada di sini? Kenapa ada tante Icha juga?" tanya Zando bingung.
"Tadi Abang pingsan, dan kita langsung panggil Tante Icha ke sini!" beritahu Adzana.
"Apa yang Abang rasakan? Kenapa tiba-tiba pingsan?" tanya Mama Zeya.
"Abang tidak tahu, Ma! Tadi kepala abang pusing sekali, terus tiba-tiba gelap," ungkap Zando.
Kemudian Mama Zeya menyodorkan gelas berisi air putih, lalu membantu Zando minum.
"Kak Ze, kalau begitu aku balik ke rumah sakit, ya! Soalnya ada jadwal operasi dua jam lagi," pamit Dokter Alissa.
"Oke, makasih ya, Cha. Maaf ya, jadi merepotkan kamu!" ucap Mama Zeya.
"Sama sekali tidak merepotkan kok, Kak!" sahut Dokter Alissa.
"Zando, tante pamit, ya! Jangan lupa jaga kesehatan. Semoga lekas dipertemukan dengan Dokter Kamila. Semangat!" ucap Dokter Alissa memberi dukungan.
"Aamiin." Zando mengaminkan ucapan tantenya sambil tersenyum malu.
"Kak Daniel, aku balik dulu," pamit Dokter Alissa pada Papa Daniel.
"Makasih ya, Cha. Maaf merepotkanmu." Keduanya lalu bersalaman.
"Kita ini keluarga, Kak. Jadi tidak perlu sungkan!"
Setelah cipika-cipiki dengan Mama Zeya dan Adzana, Dokter Alissa meninggalkan kediaman Adzana dengan mengendarai mobilnya.
Zando keluar dari kamar usai membersihkan diri. Dia sudah terlihat segar kembali, seolah tidak terjadi sesuatu padanya. Ia pun segera menuju ke meja makan, karena perutnya merasa lapar.
"Loh, Abang ... ?" Mama Zeya tampak bingung ketika mendapati Zando sudah berada di meja makan.
"Abang mau makan? Biar mama suapi, ya?" ucap Mama Zeya.
"Tapi Abang pengin makanan yang berkuah, Ma. Abang pengin makan yang segar-segar," ujar Zando.
"Pengin minum es kelapa muda juga, pasti tambah segar rasanya," sambungnya.
"Fix ... ini mah!" celetuk Adzana.
"Fix apaan, Kak?" tanya Zando.
"Kamila hamil!" ucap Adzana tanpa beban.
Jduuuaaarrr
Zando bagai tersambar petir, terpaku di tempat duduknya. Sementara Mama Zeya dan Papa Daniel terdiam, menunggu reaksi putra mereka selanjutnya.
.
.
.
.
.
"Kak Milky ... Kak Milky!" teriak Fika dari halaman rumah. Lalu gadis remaja itu turun dari motor maticnya.
"Fika, kamu itu kan sudah remaja, kenapa masih teriak-teriak?" protes Ibu Rahayu yang kebetulan baru keluar dari dalam rumah.
"He he he ... ya maaf, Budhe. Tidak diulangi lagi, deh. Sueeer!"
"Ada apa mencari Kak Mila?"
"Ada, deh. Rahasia anak muda."
"Halah, kamu ini punya rahasia apa to, Fika? Heran budhe sama kamu!"
"Tumben, sudah berpakaian rapi? Mau ke mana, memangnya?"
"Mila meminta Fika untuk mengantar ke dokter kandungan, Bu!" bisik Kamila. Dia sudah berpakaian rapi dan siap berangkat.
"Ooh... ya sudah. Hati-hati di jalan ya, Nak Mila!" pesan Ibu Rahayu.
"Iya, Bu. Saya berangkat ya, Bu!"
Kamila kemudian salim pada Ibu Rahayu. Begitu pula dengan Fika.
"Hati-hati bawa motornya, Fika. Jangan mengebut!"
"Siap, Budhe!"
Fika menyalakan motornya, setelah Kamila duduk dengan nyaman di belakangnya. Dia lantas melajukan kendaraan roda duanya meninggalkan rumah Ibu Rahayu.
"Kita mau ke mana sih, Kak?" tanya Fika di tengah perjalanan.
"Jalan saja terus, nanti kakak tunjukkan jalannya!"
Fika langsung diam dan terus melajukan motornya sesuai arahan dari Kamila. Sampai akhirnya berhenti di sebuah rumah sakit bersalin.
Fika tampak mengerutkan keningnya, setelah mengetahui tempat yang menjadi tujuan kakak angkatnya itu.
"Kenapa kita ke sini, Kak? Memangnya siapa yang hamil?" bisik Fika.
"Kakak hanya periksa. Lagipula yang datang ke sini, bukan hanya orang yang sedang hamil saja, kok," elak Kamila.
Setelah mengambil nomor urut antrian, Kamila duduk di kursi tunggu bersama Fika. Hingga kemudian nama Kamila dipanggil.
"Aku masuk dulu, ya! Jangan ke mana-mana, nanti kakak susah lagi mencarimu!"
"Iya-iya ... Fika ngerti, kok!"
Kamila lalu masuk ke dalam ruangan praktek dokter.
"Permisi, Dok!" ucap Kamila.
"Iya, silakan duduk, Bunda!" sahut Dokter tersenyum ramah, sembari mempersilakan duduk.
"Ada keluhan apa, Bunda?"
Kamila tampak ragu, namun akhirnya memberanikan dirinya untuk berkata jujur.
"Begini, Dok. Saya sudah satu bulan setengah terlambat datang bulan. Saya juga sudah mengeceknya dan hasilnya positif."
"Apa sebelumnya sudah pernah periksa?"
"Belum, karena baru seminggu yang lalu saya mengeceknya."
"Baiklah, silakan Bunda berbaring, mari kita periksa baby-nya!"
Kamila bangkit menuju ranjang pasien, dan membaringkan tubuh di atasnya. Suster datang lalu mengecek tekanan darah.
"Tekanan darahnya, normal, Dok!" beritahu suster pada dokter. Lalu ia mengoleskan gel pada permukaan kulit yang akan diperiksa.
"Baik, terimakasih, Sus!"
Dokter lantas menghampiri ranjang pasien dan mulai memeriksa. Kemudian ia menggerakkan transducer atau probe di atas kulit yang telah dilapisi gel.
Dokter meminta pada Kamila, menahan napas sebentar untuk mendapatkan visual yang lebih jelas. Lalu memperhatikan layar monitor untuk melihat kondisi bagian tubuh yang dipindai.
Dokter menghentikan pemindaian setelah mendapatkan gambaran yang cukup.
Kamila memperhatikan gambar di layar monitor dengan penuh haru. Hatinya membuncah, ada perasaan yang sulit untuk ia ungkapkan dengan kata-kata.
"Lihat ... dia anak kita, Do. Aku akan merawatnya dengan baik. Karena dialah satu-satunya kenangan darimu," batin Kamila dalam hati. Dia memejamkan mata sejenak agar airmatanya tidak terjatuh.
"Alhamdulillah janinnya sehat dan kuat ya, Bunda. Dan usianya sudah tujuh minggu." Dokter berkata sambil membersihkan sisa gel di kulit Kamila.
Selesai memeriksa Dokter kembali ke mejanya. Demikian pula dengan Kamila. Dia segera bangkit lantas merapikan pakaiannya, lalu menghampiri meja dokter.
"Saya beri Bunda beberapa vitamin dan penambah darah. Jangan lupa makan makanan yang bergizi agar baby-nya tumbuh sehat, ya."
"Baiklah, Dokter. Terimakasih. Kalau begitu saya permisi."
"Silakan, Bunda."
Kamila keluar dari ruangan Dokter, lalu mendekati Fika dan duduk di samping gadis itu.
"Bagaimana, Kak? Kak Milky tidak ada penyakit serius, kan?" tanya Fika khawatir.
"Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja." Kamila tersenyum.
"Syukur deh, kalau begitu."
Tak lama kemudian nama Kamila dipanggil untuk menebus obat. Usai membayar, Kamila kembali menghampiri Fika dan mengajaknya pulang.
Ketika sampai parkiran seseorang tiba-tiba memanggil namanya.
"Kamila ....!"
Deggg
Jantung Kamila serasa berhenti berdetak. Dia membeku di tempat tanpa berani menoleh ke sumber suara.
...*...
.
.
.
.
aku jaa yg denger pengen becek2 tu bocah.. gerem bangetttt
yang ada zando yang meminta kmu dibawa ke markas/Sweat//Panic/
trus gimana dgn bayinya