NovelToon NovelToon
Happy Story

Happy Story

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Murni
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Riska Darmelia

Karya ini berisi kumpulan cerpenku yang bertema dewasa, tapi bukan tentang konten sensitif. Hanya temanya yang dewasa. Kata 'Happy' pada judul bisa berarti beragam dalam pengartian. Bisa satir, ironis mau pun benar-benar happy ending. Yah, aku hanya berharap kalian akan menikmatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riska Darmelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Langit Cerah dan Pelangi part 1.

“Aku berniat hidup sama dia. Aku mau kamu pergi dari hidup kami. Sadar, kan kalo kalian beda level? Kalo yang kamu mau adalah uang, aku bisa kasih berapa pun yang kamu mau.”

Aku merasa terhina dengan kata-kata arogan Yuni. Aku menjalani cinta yang tulus dengan Arka. Dia pikir dia bisa membeli Arka dariku dengan uangnya yang banyak. Aku tidak mendapatkan kebahagiaanku dengan uang yang banyak. Aku lebih butuh Arka untuk bahagia sepanjang hidup.

“Maaf, Yuni. Kamu memandang hubungan kami dengan cara yang salah. Bagiku uang cuma untuk bertahan hidup, bukan untuk bahagia,”tolakku halus.

Yuni tertawa. “Kamu butuh uang, aku tahu. Terima aja tawaranku. Aku janji akan ngasih berapa pun yang kamu mau.”

Aku mendesah. “Maaf, aku nggak bisa Yuni. Nggak semua hal bisa kamu beli dengan uang.”

Yuni menggertakkan gigi, sepertinya tersinggung dengan perkataanku. “Sombong banget kamu. Aku rasa kamu nggak ada bedanya sama Ibumu. Kalian cuma ngincer laki-laki kaya buat hidup seneng. Iya, kan? Dasar cewek matre!”

Aku menahan amarah yang menyala-nyala di hati. Aku paling tidak suka disama-samakan dengan Ibuku. Aku tidak seperti Ibuku yang tega meninggalkan anak dan suami karena tergiur kekayaan laki-laki lain. “Tau apa kamu soal keluargaku?”

“Wow! Tersinggung, ya?”ejeknya.

Aku tidak menjawabnya. Aku members-bereskan barang-barangku dari meja kantin. Aku menyesal karena sudah mau menerima ajakan Yuni untuk bicara. Masih ada banyak aktifitas yang menungguku di tempat kerja sambilan. “Aku bisa menhasilkan uang dengan kerja keras. Tapi Arka dalam hidupku tidak bisa digantikan dengan apa pun. Kamu salah karena udah menilai rendah aku.” Setelah berkata begitu, aku pergi.

Aku tahu, sebagai orang tidak selalu punya uang, Yuni mengira aku akan memilih uang yang dia tawarkan. Aku memang nyaris selalu kekurangan dalam hal ekonomi. Kalau bukan karena beasiswa aku mngkin tidak akan punya kesempatan untuk kuliah. Dan kalau tidak kuliah mungkin aku tidak akan pernah bertemu Arka, laki-laki yang kucintai dan mencintaiku.

Aku bersyukur sekali karena bisa kuliah, walau karena kuliah aku juga aku bertemu banyak musuh. Orang-orang itu adalah teman-teman Yuni yang menganggapku sebagai pengganggu hubungan teman mereka yang pernah berpacaran dengan pacarku. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan pernah bisa kuikuti gaya hidupnya. Orang-orang yang dengan mudahnya membeli makanan berharga ratusan ribu sekali makan di restoran tempatku bekerja. Mereka yang satu set pakaiannya bernilai satu tahun gajiku di restoran itu. Orang-orang yang menganggap rendah aku karena aku mendapat uang dengan cara melayani pesanan mereka. Orang-orang yang tidak akan berpikir untuk mengajakku berteman walau setiap hari kami datang untuk belajar di kelas yang sama.

Aku mencoba melupakan pikiranku tentang mereka karena mobil Arka sudah terlihat di depan mataku. Aku melihat Arka sedang memainkan HP-nya sambil duduk di bangku sopir.

“Yuni minta aku ngejauhin kamu. Memangnya kalian masih ada hubungan?”tanyaku langsung.

Arka mengalihkan pandangannya dari HP-nya ke wajahku. Arka mendengus. “Nggak. Ngapain juga? Otak Yuni otak Yuni kan isinya duit melulu. Pacaran pun dulu Cuma karena di jodohin orang tua. Kenapa? Kamu tadi ketemu dia?”

“Dia nyuruh aku buat ngejauhin kamu.”

“Jangan di dengerin. Sekarang aku udah mandiri. Aku nggak perlu lagi ngedengerin omongan orang tuaku soal kualitas Yuni sebagai pasangan yang baik. Kalo pun kami di jodohin lagi, itu semata-mata cuma buat keperluan bisnis Papaku. Aku nggak hidup dari uang Papa lagi, jadi aku nggak harus berkorban perasaan lagi demi kesuksesan bisnis Papa.”

“Aku percaya,”kataku sambil tersenyum.

Arka balas tersenyum. “Sekarang kita ke kosmu, ya. Aku harus ngurus Café lagi.”

“Oke,”kataku sebelum memutari mobil dan duduk di samping Arka. Arka lalu mengemudikan mobil keluar dari kampus.

Arka bulan lalu membuka Café di sebuah bangunan yang ia sewa dengan di modali tabungannya sejak SMP. Bisnis yang cukup sukses karena Arka menerapkan ilmu ekonomi yang ia pelajari di kampus. Walau belum lulus, Arka berhasil menerapkan ilmu yang ia pelajari dengan baik. Aku bangga dengan kualitas kerja Arka. Hal itu saja sudah membuktikan kalau ia tidak main-main dalam belajar.

“Yuni ngomong apa aja tadi?”tanya Arka.

Aku ragu untuk membicarakan hal itu. Rasanya hanya akan memancing kebencian baru bagi Arka untuk Yuni. “Yah, ada beberapa yang menyinggung. Tapi nggak usah di omongin.”

“Dia ngomong apa, Na. Udah, bilang aja,”bujuk Arka lembut.

Aku diam, benar-benar tidak ingin curhatanku menimbulkan kebencian.

“Nana sayang, apa yang bikin kamu ragu?”tanyanya sambil menatapkusekilas sebelum focus lagi pada jalanan.

Aku berpikir lama sebelum memutuskan untuk jujur. “Yuni nyinggung-nyinggung soal Ibuku. Nggak tau deh dia tau dari mana.”

“Soal apa?”

“Dia bilangaku kayak Ibuku yang cuma ngincer cowok demi uang. Makanya dia nawarin uang supaya aku jauh-jauh dari kamu.”

“Dia pasti nyelidikin kamu. Yuni orangnya emang gitu. Apa pun informasi yang dia ingin tau, dia selalu ngegunain detektif buat cari tau. Itu yang paling bikin aku nggak nyaman sama dia.”

“Detektif?”tanyaku, rasanya tidak bisa percaya.

“Iya.” Arka tertawa. “Sebagai anak tunggal dari keluarga yang kaya, bagi orang tua Yuni adalah satu-satunya yang harus di perhatikan. Makanya Yuni bisa bebas ngapain aja pakai uangnya. Itu juga penyebab kami putus dulu. Cuma karena keluarganya lebih kaya dari keluargaku, dia pikir dia bisa beli aku pakai uangnya.”

Terdengar mengesalkan sekali tahu kalau bagi Yuni uang bukan masalah. Aku membuang nafas lalu menghelanya lagi. Aku benar-benar iri dengan kehidupan yang Yuni punya. “Enak, ya jadi Yuni. Mau apa pun tinggal beli. Keluarganya juga masih lengkap. Aku pengen nukar hidupku jadi kayak dia,”keluhku.

“Kamu mau nukar semuanya termasuk aku agar bisa hidup kayak Yuni?”

Aku menggeleng. “Apa pun selain kamu.”

“Aku lebih suka kamu yang sekarang dari pada kamu yang kayak Yuni. Kalo kamu bukan kamu yang sekarang belum tentu aku mau pacaran sama kamu. Aku suka kamu apa adanya. Nggak ada yang harus kamu ubah.” Arka membelai rambutku dengan lembut. Bibirnya tersenyum, membuatku bersyukur bisa jadi diriku yang sekarang.

Aku menggigit bibir menahan air mata haru yang terbit karena kata-kata Arka yang terdengar tulus. Aku memeluk Arka yang sedang menyetir. Arka lalu mengelus rambutku lagi, membuatku memejamkan mata untuk menikmati sentuhannya. Rasanya aku tidak butuh lagi jadi orang kaya seperti Yuni. Begini saja rasanya sudah bahagia karena ada Arka.

Aku melepas celemek sebelum menyalin masakanku ke piring. Aku melirik jam dinding. Masih satu setengah jam lagi sebelum shift-ku di restoran di mulai. Karena tempat kerjaku tidak terlalu jauh dari kos, Aku tidak perlu khawatir. Kosku yang sekarang memang lebih mahal, tapi biaya yang harus kukeluarkan untuk tempat tinggal bisa diatasi dengan gaji paruh waktuku di restoran mewah itu. Aku bersyukur bisa tinggak di kos ini karena dekat dengan tempat kerja walau pun jadi sedikit lebih jauh dari kampus.

Aku mendengar derap langkah dari sandal rumah milik Vika yang sangat kuhapal. Aku meletakkan masakanku di meja dapur lalu menyambut Vika dengan senyum. “Udah makan siang?”tanyaku.

“Aduh! Udah hampir setengah tiga kamu masih nanya udah makan siang. Pasah banget. Pasti belum makan, ya,”katanya dengan volume suara berlebihan.

“Udah. Aku masak buat makan malam. Mau coba nggak?”

Vika melirik piringku sekilas. “Porsi buat satu orang gitu pakai nawarin segala. Nggak deh, buat kamu aja.”

Aku tertawa. Vika memang kalau bicara tidak bisa lembut. Vika pernah mengatakan kalau ia tidak bisa bicara lembut karena cara bicara orang tuanya memang begitu. Vika pernah mengeluhkan kepribadiannya padaku. Aku hanya bisa mengatakan kalau Vika tidak perlu mengkhawatirkan omongan orang karena Vika seharusnya bahagia bisa jadi diri sendiri. Saat itu Vika tidak terlihat puas dengan jawabanku. Aku sendiri tidak tahu jawaban seperti apa yang ia harapkan dariku.

“Tadi ada paket buat kamu,”kata Vika.

“Paket?”

Vika mengangguk.

Aku rasanya tidak memesan apa-apa. Ayah juga rasanya tidak memiliki alasan untuk mengirimiku apa pun karena baru dua hari lalu aku menerima uang saku bulanan darinya. “Pengirimnya siapa?”tanyaku pada Vika.

Vika menggeleng. “Udah aku letakin di kamarmu barusan. Mungkin kamu bisa tau siapa pengirimnya setelah ngeliat isi paket itu.” Vika mengeliat. “Ah… Capek banget nungguin kamu pulang. Aku sampai ketiduran di sofa ruang tamu tadi.”

“Thanks, ya,”kataku sebelum pergi ke kamarku untuk mengecek paket itu.

Vika meletakkan kotak berisi paket itu di atas tempat tidurku. Ini kali pertamanya aku menerima paket sejak aku tinggal di kos ini. Rasanya sedikit senang mendapat kejutan seperti ini. Aku membuka kotak itu dengan hati senang seperti sedang menerima kado.

Ada selembar kartu di dalam paket itu bersama beberapa buku baru dan sebuah gaun cantik berwarna toska. Aku membaca kartu itu lalu hatiku mendingin. Paket itu dari Ibuku. Anaknya yang lahir 6 hari lalu akan akikah besok. Aku diundang sebagai satu-satunya kakak yang bayi itu miliki.

Aku mendengus. Hampir 5 tahun Ibuku menikah dengan laki-laki kaya itu dan mereka baru punya anak sekarang. Padahal sepanjang pernikahan mereka, Ibuku seperti tidak mempedulikan aku lagi sebagai anaknya. Apa yang kira-kira membuatnya membutuhkanku di akikah bayinya?

Aku tidak ingin datang, karena kedatanganku akan member kesan aku merestui kelahiran bayi itu. Aku membenci setiap bagian baru dalam hidup Ibuku yang melibatkan laki-laki itu. Dan bayi tidak berdosa itu adalah salah satunya.

Aku melempar kotak paket bersama isinya ke sudut kamar. Lebih baik aku pergi kerja.

Aku di pecat dan alasannya bukan karena kesalahanku. Aku di pecat karena Yuni berhasil membuat kekacauan di restoran dengan membawa-bawa namaku. Aku hanya bisa menerima keputusan pemilik restoran untuk memecatku karena aku tahu dia tidak punya pilihan. Yuni dan teman-temannya selalu mengacau di restoran karena aku bekerja di sana. Dan hari ini, saat piring –piring pecah di tanganku untuk ke seian kalinya karena teman Yuni, aku tidak bisa menahan amarahku lagi. Aku tahu restoran punya image yang harus di jaga, jadi aku terima saja pemecatan yang bosku lakukan.

“Udah waktunya kamu berhenti bekerja. Aku nggak suka Yuni ngegangguin kamu terus,”kata Arka. Ia datang setelah aku menelpon untuk menyuruhnya menjemputku. “Kalo kamu butuh uang, mending kamu kerja di Café-ku aja. Sebagai calon istri bos kamu pasti akan lebih dihargai.”

Aku tertawa. “Aku suka kemandirian, Arka. Aku nggak mau manfaatin kamu sebagai pacar,”tolakku.

“Aku tau kamu nggak pernah berniat begitu.”

“Syukurlah.”

“Sekarang kita kemana?”

“Cafemu nggak masalah kalo di tinggal?”

“Nggak masalah. Kan aku bisa ngitung penghasilan Café secara rinci tiap harinya. Lagi pula aku bisa percayain café sama semua pegawai. Mereka semua professional, kok.” Arka memandang wajahku sebentar.

“Jadi kita kemana?”

“Aku pengen jalan-jalan ke pasar. Sekalian cari makan. Mau ikut?”

“Boleh. Kayaknya asyik tuh.”

Aku tersenyum untuk menyembunyikan kesedihanku. “Biasanya iya. Nggak tau, deh sekarang. Lagi pengen nangis banget soalnya.”

“Jangan nangis. Nanti aku ikutan sedih,”kata Arka lembut.

Aku tertawa, lalu mengelap air mata yang sudah bergulir di pipiku. “Kamu lebay deh.”

“Beneran tau. Aku nggak suka ngeliat orang yang aku sayang nangis, karena aku pasti ikutan nangis.”

Arka terdengar tulus. Aku bisa lega akhirnya. Selama ini aku sering berpikir aku tidak punya kelebihan lain untuk di cintai selain kepribadianku yang baik. Tapi berada di sisi Arka berhasil membuatku merasa istimewa dan berharga untuk dicintai.

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai ka.....
gabung di cmb yu....
untuk belajar menulis bareng...
caranya mudah cukup kaka follow akun ak ini
maka br bs ak undang kaka di gc Cbm ku thank you ka
Riska Darmelia
〤twinkle゛
Terima kasih sudah menghibur! 😊
Riska Darmelia: sama-sama/Smile/
total 1 replies
Tiểu long nữ
Suka dengan gaya penulisnya
Riska Darmelia: makasih.
total 1 replies
🍧·🍨Kem tình yêu
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
Riska Darmelia: terima kasih karena sudah membaca.😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!