NovelToon NovelToon
AZKAN THE GUARDIAN

AZKAN THE GUARDIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Reinkarnasi / Cinta Terlarang / Kehidupan alternatif / Kontras Takdir
Popularitas:915
Nilai: 5
Nama Author: BERNADETH SIA

Tujuh ratus tahun telah berlalu, sejak Azkan ditugaskan menjaga Pulau Asa, tempat jiwa-jiwa yang menyerah pada hidup, diberi kesempatan kedua. Sesuai titah Sang Dewa, akan datang seorang 'Perempuan 'Pilihan' tiap seratus tahun untuk mendampingi dan membantunya.
'Perempuan Pilihan' ke-8 yang datang, membuat Azkan jatuh cinta untuk pertama kalinya, membuatnya mencintai begitu dalam, lalu mendorongnya masuk kembali ke masa lalu yang belum selesai. Azkan harus menyelesaikan masa lalunya. Namun itu berarti, dia harus melepaskan cinta seumur hidupnya. Bagaimana mungkin dia bisa mencintai seseorang yang di dalam tubuhnya mengalir darah musuhnya? Orang yang menyebabkannya ada di Pulau Asa, terikat dalam tugas dan kehidupan tanpa akhir yang kini ingin sekali dia akhiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BERNADETH SIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EVELINE 3

Laina sungguh tak habis pikir. Dia kesulitan untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam kehidupan Eveline saat ini. Juga dengan kehidupan keluarga paman dan bibinya yang semakin lama, tampak semakin suram. Masalah demi masalah, semakin sering bermunculan sejak kedatangan Robert ke rumah Arlina. Di sini, Laina bisa melihat seberapa besar usaha Eveline untuk mendapatkan kasih sayang dan perhatian Robert. Meskipun Robert dan Arlina tetap menjalin hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang, tapi Laina bisa melihat dengan jelas kalau diantara keduanya ada bayangan Eveline yang semakin lama semakin terlihat jelas. 

Di sisi lain, Laura dan Redo jadi sering berselisih paham mengenai keberadaan Eveline di rumah mereka dan semua hal yang telah dilakukannya belakangan ini. Dimulai dari kejadian Eveline yang terjatuh di pangkuan Robert, lalu beberapa hari kemudian, ketika Robert datang ke rumah mereka untuk makan malam bersama, Eveline menyambut kedatangan Robert lebih dulu dengan menunggunya beberapa meter dari rumah. Eveline berdiri di pinggir jalan, mengenakan atasan berbelahan dada sangat rendah dan rok selutut yang dengan mudah diterbangkan angin. Karena sambutan awal dari Eveline itu, Robert terlambat datang ke rumah Arlina selama hampir satu jam. Laura sudah mewanti-wanti anaknya mengenai segala kemungkinan terburuk yang bisa terjadi jika Eveline terus ada di dalam kehidupan mereka dan bertingkah seperti ini. Arlina pun menyadari kebenaran kata-kata ibunya. Dia sudah mengajak Robert berbicara serius dan dia mendapatkan janji setia Robert sebagai hasilnya. Robert berjanji akan mengabaikan sikap Eveline dan membatasi diri untuk tidak banyak berinteraksi dengan Eveline. 

Eveline juga jadi lebih sering keluar rumah padahal dia tidak kuliah ataupun bekerja. Eveline tidak mampu lolos tes masuk kuliah sehingga di rumah itu, hanya Arlina dan adiknya, Naira yang diterima untuk kuliah di universitas. Sedangkan untuk melamar pekerjaan, dibutuhkan kemampuan serta kedisplinan yang tak dimiliki oleh Eveline. Akhirnya, setelah lulus sekolah, Eveline menganggur. Kehidupan sehari-harinya hanya diisi dengan membantu Laura membersihkan rumah, memasak, membersihkan halaman belakang rumah, dan merawat kebun yang mereka miliki. Namun sejak Robert muncul, tiba-tiba Eveline jadi jarang berada di rumah. Arlina kerap melihatnya di sekitar universitas, lalu seenaknya menghampirinya dan Robert yang baru keluar dari universitas, agar bisa menghabiskan waktu bersama. Bahkan ketika Arlina di rumah karena libur, Eveline tetap pergi keluar. Dia selalu menemukan alasan untuk bisa bertemu Robert dan membuat Robert menghabiskan waktu bersamanya. 

Sikap Eveline yang semakin terang-terangan menunjukkan kedekatannya dengan Robert, membuat Laura tak lagi sanggup menahan amarah. Laura mengajak suaminya berbicara dengan sangat serius mengenai hal ini. Bagaimanapun, sikap Eveline yang seperti ini, sudah keterlaluan. Tetapi respon yang diberikan suaminya, tak seperti yang diharapkan. Redo menganggap Eveline hanya ingin memiliki kehidupan sosial seperti yang dimiliki Arlina dan Naira. Karena tidak bisa kuliah, Eveline hanya bisa mengikuti Arlina dan Naira. Jadi wajar kalau dia juga berteman dengan Robert. Laura benar-benar muak dengan segala kebaikan dan kebesaran hati suaminya itu. Dia marah besar, mengatakan kalau tidak ada perempuan normal yang berteman dengan cara yang dilakukan Eveline. Apalagi berteman dengan kekasih dari saudaranya sendiri. Di mata Laura, terlihat jelas apa tujuan Eveline melakukan semua itu. Dia takut hati anaknya dilukai oleh Robert yang tergoda pada Eveline. Dia tak ingin melihat anaknya hancur karena kelakuan anak lain yang dikasihani suaminya. Pertengkaran di antara Laura dan Redo pun pecah. Setelah itu, Redo akhirnya menasehati Eveline agar lebih menjaga sikapnya. Untuk menjaga batasan dengan Robert, karena dia adalah kekasih Arlina. Tak baik kalau seorang perempuan yang sudah dewasa, terlalu dekat pada kekasih saudaranya. Namun respon Eveline justru membuat Redo kembali luluh karena kasihan. Eveline menangis, dengan sikap manjanya pada pamannya, dia mengatakan kalau dia pun ingin punya teman seperti Arlina dan Naira. Dia juga ingin belajar banyak hal di luar rumah, bukan hanya menjadi pembantu di dalam rumah. 

Laura yang melihat semua itu, hanya bisa menarik nafas panjang sambil menekan amarahnya. Di dalam hatinya, dia sudah memantapkan diri. Ini adalah kali terakhir dia melihat hal seperti ini.

Untuk sesaat semua terlihat tenang dan baik-baik saja. Namun ketika perayaan ulang tahun keduapuluh Arlina akan diadakan, malapetaka terjadi. 

Arlina, Naira, dan ibu mereka, baru pulang dari berbelanja bahan makanan untuk makan malam perayaan ulang tahun Arlina. Rencananya, mereka akan memasak bersama dan memanggang kue kesukaan Arlina untuk disantap bersama malam ini. Eveline sedang mengurus panen di kebun. Sedangkan ayah mereka masih bekerja hingga sore. Jadi seharusnya, rumah mereka kosong. Akan tetapi, ketika memasuki rumah, mereka bertiga mendengar suara dari dalam kamar Arlina. Suara seorang perempuan yang terus-menerus mendesah dan suara nafas orang lainnya yang menggebu-gebu. Suara-suara itu juga diiringi dengan suara tempat tidur yang berdecit-decit. 

Hati Laura memanas mendengar semua itu. Dia melemparkan semua barang belanjaan di tangannya ke lantai, membuat kedua anaknya terkejut sekaligus takut. Ibu mereka, tak pernah bertindak sekasar itu. 

Laura membanting pintu kamar Arlina hingga membentur tembok dengan suara keras. Dua orang yang sedang tak memakai apa pun di atas tempat tidur Arlina, terkejut menatap Laura dan kedua anaknya yang ikut melihat semuanya dari belakang punggung ibu mereka. 

“Arlina, ini, …” suara Robert terputus oleh sebuah patung pajangan yang dilemparkan ke wajahnya oleh Laura. Patung anjing kecil itu adalah hasil karya Arlina ketika sekolah yang memenangkan penghargaan. Selama ini patung anjing kecil itu menghiasi meja belajar Arlina dan sering mendapatkan berbagai macam perubahan dekorasi dari Arlina. Sekarang, patung anjing kecil itu terbang lurus menghantam kening Robert lalu terpental ke lantai dan pecah tak berbentuk.

Tanpa harus bertanya atau melihat wajah putrinya, Laura sudah tahu sehancur apa perasaan Arlina sekarang. Di dalam kamarnya, kekasih yang dia cintai sepenuh hati, sedang melakukan hubungan suami istri bersama dengan Eveline, sepupu yang dikasihani ayahnya. Dari balik bahu ibunya, Eveline bisa melihat senyuman di wajah Eveline. Itu adalah sebuah senyuman puas, senang, penuh kemenangan. 

Robert segera beranjak dari atas tubuh Eveline, meraih pakaiannya yang berserakan di lantai, lalu memakainya secepat kilat. Sedangkan Eveline, tak sedikitpun beranjak dari tempat tidur Arlina. Dia juga tak merasa malu hingga harus menutupi tubuh telanjangnya yang tengah terlentang, menunjukkan dengan jelas sisa-sisa perbuatan Robert padanya. 

“Arlina, maaf, ini kesalahan. Sungguh.” Robert berjalan menghampiri Arlina yang masih berdiri di belakang ibunya. Melihat kekasih yang menyakiti hatinya mendekat, Arlina melangkah masuk ke dalam kamarnya, lalu menampar Robert sekuat tenaga sampai tangannya sakit. Dia bisa melihat sudut bibir Robert berdarah ketika kepala Robert yang terpelanting ke samping karena tamparannya, menatapnya kaget. 

“Maaf, Arlina. Aku memang pantas ditampar. Pukul lagi aku, aku memang salah. Maafkan aku, Arlina.” Robert berlutut di hadapan Arlina, berusaha meraih tangan Arlina tapi selalu ditepis dengan kasar. 

“Keluar. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi.” suara Arlina begitu dingin. Semua kelembutan yang selama ini bisa didengar oleh telinga Robert, sudah lenyap tak bersisa. 

“Arlina, tolong, beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf. Aku akan memperbaiki semuanya. Aku janji, tidak akan lagi tertipu seperti ini.”

“Pergi dari hadapanku kalau kau tidak mau semua aibmu ini kuceritakan ke pihak universitas dan juga keluargamu.” ancaman terhadap nama baik, reputasi, dan masa depannya ternyata lebih berpengaruh. Dalam diam, Robert langsung berjalan pergi meninggalkan keluarga itu tanpa menoleh ke belakang. 

Setelah Robert pergi, Laura berjalan ke tempat tidur Arlina, lalu menjambak Eveline dan menarik rambutnya hingga dia terjatuh dari tempat tidur. Tubuh telanjangnya membentur lantai, dan Laura semakin kuat mencengkeram rambut Eveline agar bisa menyeretnya keluar kamar, melewati ruang tamu, hingga ke luar rumah. Laura melempar tubuh Eveline ke halaman depan rumah mereka. Saat itu, Redo baru saja sampai di rumah. 

“Apa-apaan ini?!!!” suara Redo menggelegar, melihat keponakannya telanjang di depan rumah sedangkan istri dan kedua anaknya, hanya diam menatapnya dengan tatapan penuh amarah. 

“Keponakan yang selalu kau kasihani itu!!!!!” suara Laura tak kalah menakutkan. “Dia tidur dengan Robert di dalam kamar Arlina!!!!” Redo bisa merasakan betapa sakit hati istrinya dari suara Laura yang pecah dengan tangis dan amarah.

“Rasa kasihanmu yang buta pada anak tidak tahu diri itu!!! Telah menghancurkan hidup anak kandungmu sendiri!!!! Mulai sekarang! Aku tidak mau melihat anak iblis itu ada di rumah ini!” Laura menarik kedua anaknya masuk ke dalam rumah, lalu membanting pintu di belakangnya. Di halaman depan rumah, Redo segera melepas jaketnya untuk menutupi tubuh telanjang Eveline. 

“Apa yang sudah kau lakukan pada keluarga paman? Selama ini paman sudah mengurusmu sepenuh hati. Paman selalu membelamu di depan bibi dan berusaha membuat bibi bisa menyayangimu. Tapi kenapa kau justru merusak semuanya?” 

“Paman, aku juga berhak memiliki kekasih dan dicintai. Bukan hanya Arlina. Kalau pada akhirnya Robert memilihku, itu karena aku lebih baik dari Arlina. Paman harus bisa menerima itu kan?” senyuman mengerikan terbentuk di wajah Eveline. Dia bahkan tak merasa malu sedikitpun dengan keadaannya sekarang yang telanjang di depan rumah paman dan bibinya. Tetangga sekitar rumah bahkan sudah bergunjing sambil mengintip penampilannya yang berantakan. Rambut acak-acakan, bekas kemerahan di leher, dada, dan punggungnya, hingga cairan putih yang mengalir di pahanya. Jaket milik pamannya, tak bisa menutupi semua itu. 

“Paman benar-benar malu!” Redo tak sanggup membayangkan betapa hancur hati anak perempuannya saat ini. 

“Paman, paman tidak perlu malu. Justru seharusnya paman senang. Karena paman akan tetap menjadi besan dari sebuah keluarga terpandang. Keluarga Robert adalah salah satu keluarga penegak hukum turun-temurun yang disegani di seluruh negeri ini kan? Robert juga seorang mahasiswa berprestasi yang masa depannya di bidang hukum sudah bisa dipastikan akan bersinar cerah. Kalau aku menjadi istri Robert, paman akan menjadi pamannya juga. Paman juga akan mendapat keuntungan dari keberhasilanku menaklukkan Robert. Iya kan paman? Dibanding anak paman yang selalu menjaga batasan dan bertingkah layaknya anak bangsawan terpandang, lebih baik aku yang bisa dengan pasti mendapatkan Robert. Sekarang, Robert tidak akan bisa melepaskanku. Dia sudah terikat padaku, seumur hidup.” Eveline terus tersenyum, sambil sesekali mengusap perutnya. 

Plak!!!

Tangan Redo mendarat di pipi Eveline. 

“Paman! Kenapa paman menamparku? Apa salahku? Aku kan sudah menjelaskan semuanya. Kalau aku melakukan ini juga untuk kebaikan paman. Aku sedang menunjukkan pada paman, kalau aku juga bisa memberikan keuntungan bagi paman. Bukan hanya Arlina yang bermanfaat untuk paman.”

“Eveline, pergi dari sini. Paman tidak mau melihatmu lagi.”

Redo meninggalkan Eveline yang hanya mengenakan jaketnya di halaman depan rumah. Dia tak peduli pada tetangga yang bergunjing dan bergerombol di sekitarnya. Redo masuk ke dalam rumah, segera menemui Arlina, anak perempuan pertamanya yang sedang menangis tersedu-sedu di kamar adiknya. 

“Anak ayah, maafkan ayah. Ayah sungguh-sungguh minta maaf. Ayah sudah teledor. Ayah sudah lalai. Maafkan ayah, Arlina. Ayah sungguh menyesal.” Redo memeluk anak perempuannya sambil menangis.

Malam itu, makan malam perayaan ulang tahun Arlina, diadakan dalam sunyi. 

Keesokan harinya, Eveline datang kembali ke rumah Arlina. Kali ini, dia datang bersama dengan Robert. 

“Mau apa kalian ke sini?” Laura menghalangi pintu masuk.

“Bibi, jangan begitu. Aku harus bertemu paman. Ini hal yang tidak bisa kubicarakan dengan bibi. Karena aku tidak memiliki hubungan darah dengan bibi sama sekali. Ini, urusanku dengan paman.” sikap kurang ajar Eveline tak seimbang dengan sikap diam Robert yang berdiri menunduk di belakangnya. 

“Apa maksudmu?” Redo muncul dari dalam kamar tidurnya, setelah mendengar suara Eveline. 

“Paman! Aku membutuhkan paman untuk menjadi wali nikahku!” suara Eveline begitu ceria, dipenuhi kebahagiaan.

“Apa?!”

“Aku hamil paman! Aku sedang mengandung anak Robert! Jadi kami akan segera menikah. Orangtua Robert juga sudah merestui kami untuk segera menikah. Mereka bahkan sudah memberikan kami sebuah rumah.” 

“Apa maksudmu? Bukankah kalian baru melakukannya kemarin?” Arlina yang daritadi hanya diam mengamati dari ruang keluarga, tak bisa menahan diri. 

“Ya ampun, Arlina! Kau benar-benar gadis polos yang tidak tahu apa-apa ya?” Eveline begitu menikmati ejekannya itu. “Kau pikir, kami baru melakukannya sekali? Kau pikir, kemarin adalah yang pertama? Kau pikir, selama ini, Robert hanya mencintaimu seorang dan setia padamu? Kau pikir, seorang laki-laki segagah Robert,” Eveline sengaja melingkarkan tangannya di lengan Robert dan menempelkan tubuhnya seerat mungkin agar bisa dilihat Arlina. “... adalah pria yang menikmati hubungan sepasang kekasih dengan batasan sampai nanti menikah? Kau pikir, Robert bisa menahan diri dari pesonaku yang jelas jauh lebih besar dibanding dirimu?” Arlina menatap nanar Robert yang tak menyangkal sama sekali. Dia juga tak menjauh dari Eveline yang bergelayut manja di lengannya. 

“Jadi selama ini …” kata-kata Arlina dipotong Eveline, “Iya. Selama ini, Robert bukan hanya milikmu seorang.” Eveline melemparkan pisau tajam ke hati Arlina. 

“Robert, bukankah kau sudah berjanji padaku? Kalau kau tidak akan tergoda dan akan setia padaku? Bukankah kau juga yang mengatakan padaku kalau aku berharga bagimu maka kau tidak akan melakukan hal-hal yang melewati batas sampai kita menikah nanti?” Arlina tak sanggup menahan rasa pedihnya.

“Arlina, kau…” Eveline menghentikan kata-kata Robert dengan ciuman kasar di bibirnya.

“Arlina, sadarlah. Kau adalah gadis polos yang bodoh. Kau pikir dirimu pintar. Tapi sebenarnya, kau hanya sedang membodohi dirimu sendiri. Laki-laki itu pasti menginginkan tubuh perempuan yang dia sukai. Kalau Robert tidak pernah menyentuhmu, itu berarti Robert tidak menyukai tubuhmu. Itu juga berarti kalau dia tidak menyukaimu.” Robert hendak mengatakan sesuatu, tapi langsung diam ketika Eveline melemparkan tatapan tajam padanya. 

“Buktinya, sekarang, aku sedang mengandung anak Robert. Aku sedang mengandung buah cinta kami berdua. Darah daging Robert, ada di dalam rahim perempuan yang dia pilih, yang dia sukai. Dan perempuan itu bukan kau, melainkan aku. Eveline.” 

Laura menampar Eveline hingga tubuhnya terjatuh ke lantai. 

“Bibi! Aku sedang mengandung! Bagaimana bisa bibi menampar perempuan yang sedang mengandung sampai jatuh! Apa bibi akan bertanggung jawab kalau sampai terjadi hal buruk padaku dan anak kami?”

Sekali lagi Laura menampar Eveline sekuat tenaga.

“Aku tahu kalau bibi tidak pernah menyukaiku apalagi menyayangiku. Padahal aku sudah melakukan semua yang kubisa untuk memenangkan hati bibi. Tapi bibi tak pernah membuka diri padaku. Selalu saja Arlina dan Naira. Bibi tidak pernah memandangku di dalam rumah ini. Aku melakukan lebih banyak hal dibanding Arlina. Tapi bibi tidak pernah memperlakukanku seperti bibi memperlakukan Arlina atau Naira. Bibi selalu menganggapku sebagai orang luar. Sekarang, bibi lihat kan? Bahkan pria yang hebat sekalipun, bisa melihat kelebihanku dibanding Arlina, anak yang selalu bibi bangga-banggakan itu. Bibi sekarang menyesal kan karena sudah berbuat buruk padaku? Karena setelah menikah nanti, aku akan membuang bibi. Aku tidak akan memberikan keuntungan apa pun yang kudapat dari keluarga mertuaku, kepada bibi. Aku akan hidup bahagia sebagai nyonya di keluarga terpandang, dan bibi juga anak-anak bibi, hanya akan merana mengingat semua keburukan kalian dan karma yang kalian derita.”

Tamparan Laura sekali lagi mendarat di wajah Eveline. 

“Eveline, dengar baik-baik. Kau bukan anakku.” suara Laura begitu dalam, penuh dengan segala emosi terpendamnya selama bertahun-tahun menahan diri untuk menerima keputusan suaminya mengasuh Eveline di rumah mereka. “Kau, hanyalah keponakan dari suamiku. Kau, hanyalah salah satu dari sekian banyak orang yang pernah dikasihani oleh suamiku. Kau, tidak akan pernah bisa setara apalagi layak untuk dibandingkan dengan anak-anakku. Karena kau adalah orang lain bagiku. Kau lupa bagaimana ibumu ketika masih hidup bersikap begitu buruk padaku? Ibumu juga bersikap buruk pada anak-anakku. Ibumu bahkan berani memaki-maki suamiku yang adalah kakak kandungnya hanya karena suamiku tidak menuruti keinginannya. Sejak dulu, aku sudah menghapus ibumu dan juga kau dari hidupku. Karena kehadiran kalian hanya membawa hal buruk bagiku dan anak-anakku. Kau bisa tinggal di sini, hanya karena suamiku kasihan padamu dan dia ingin bertanggung jawab sebagai anak tertua di keluarganya. Tidak ada alasan lain. Jadi sekarang, dengan segala hal yang terjadi di hidupmu, aku tidak peduli. Silahkan kau nikmati hasil kerja kerasmu menggoda pria menggunakan tubuhmu. Aku bersyukur anakku selamat dari pria brengsek yang tidak bertanggung jawab seperti Robert. Aku juga bersyukur sekarang sudah bisa terbebas dari kehadiranmu yang hanya membawa bau busuk.”

“Kenapa bibi tidak bisa menganggapku sama seperti Arlina?” Eveline masih merasa tidak terima dengan sikap bibinya yang tidak menyesal sama sekali.

“Sadarlah, Eveline. Kau bukan anakku. Kau tidak akan pernah menjadi anakku. Selamanya akan begitu. Apa pun yang kau lakukan, kau tidak akan pernah bisa merubah kenyataan itu. Selamanya, kau bukan anakku. Jadi aku tidak akan pernah memperlakukanmu sebagai anakku.” tatapan tajam Laura menghentikan semua pertanyaan Eveline yang penuh tuntutan. 

“Padahal semua sikap manis dan manjaku itu, berguna pada paman. Selama ini paman bersikap baik padaku.” Eveline tersenyum manja pada pamannya yang sedari tadi diam seribu bahasa.

“Bukan. Itu bukan karena kau tingkah lakumu berhasil merayu suamiku. Itu karena memang seperti itulah sifat suamiku. Dia orang yang terlalu baik. Hatinya terlalu lapang sehingga bisa menerima kembali adik kurang ajar yang sudah mengata-ngatainya dengan segala makian terburuk. Suamiku, masih menerima ibumu yang sudah memfitnahnya dengan tuduhan tidak masuk akal hanya karena uang. Sikap kurang ajar dan keterlaluan ibumu, dimaafkan suamiku, hanya karena satu alasan. Adik kandung. Hubungan darah. Sedangkan aku, bukan orang sebaik itu. Aku akan menghapus orang-orang yang berbuat buruk padaku. Tak peduli apa hubunganku dengan orang itu. Jadi sekarang, setelah semua yang kau lakukan, seharusnya kau sadar, kalau kau tidak pernah ada di dalam hidupku sebagai bagian yang penting dan berharga. Kau dan ibumu, kalian, hanyalah orang luar yang tidak penting bagiku. Hidupku dan anak-anakku, tidak ada hubungannya denganmu. Hidup kami, akan tetap berjalan seperti biasa. Anak-anakku akan meraih impian-impian mereka dan bersinar dengan kemampuan mereka masing-masing. Kami akan tetap saling menyayangi, berbahagia sebagai ibu dan anak, tak peduli apa pun yang kau lakukan atau apa yang terjadi padamu.”

“Ketahuilah, Eveline. Kalau suamiku akan bersikap sama baiknya pada pengemis di pinggir jalan. Jadi, kau sama sekali tidak istimewa.”

“Tidak!!! Aku akan membuktikan kalau kata-kata bibi itu salah! Aku istimewa! Aku lebih baik dari Arlina ataupun Naira! Aku berhak mendapatkan semua yang kuinginkan. Aku lebih baik dari bibi!” Eveline tersulut emosinya. Dia pikir dia sudah berhasil. Dikiranya, pagi ini dia akan melihat bibi dan kedua sepupunya akan bersikap baik padanya, menerima kehadirannya sepenuhnya sebagai bagian dari keluarga mereka, karena dia telah berhasil menunjukkan kalau dia lebih baik. Bahkan dia akan menjadi nyonya di sebuah keluarga terhormat dan melahirkan penerus bagi mereka. Seharusnya bibi dan sepupunya menyanjung-nyanjungnya agar nanti, setelah menikah, sebagai nyonya keluarga terhormat, dia akan bersikap baik pada mereka yang statusnya lebih rendah. Tapi kenapa justru seperti ini?

“Aku tidak peduli, Eveline.” Kata-kata Laura begitu pedas di telinga Eveline.

“Aku juga. Aku tidak peduli pada kalian berdua. Silahkan jalani kehidupan busuk kalian. Jangan muncul di hadapan kami. Mulai sekarang, aku tidak mau dikaitkan dengan kalian berdua sama sekali.” ketegaran Arlina menghangatkan hati Laura yang diliputi kekhawatiran akan kondisinya.

“Aku juga. Aku tidak peduli pada kakak Eveline dan kakak Robert. Silahkan kalian pergi. Keluarga kami, tidak punya hubungan apa pun dengan kalian. Seperti kata ibu, kami akan hidup seperti biasanya, menjalani hari-hari kami dengan bahagia tanpa kalian. Pergi sana!” Laura dan Arlina menatap bungsu kesayangan mereka yang ternyata bisa berbicara setegas itu pada orang lain. 

“Kalian tidak bisa memutuskan hubungan denganku begitu saja, wali nikahku, …” Laura segera memotong ucapan Eveline, “Silahkan menikah di bawah perwalian suamiku. Itu takdirmu. Tapi tentangku dan anak-anakku, tidak ada hubungannya denganmu sama sekali.” Laura tak lagi memberi kesempatan Eveline untuk berbicara. Dia masuk ke dalam rumah, diikuti kedua anaknya. 

Dari pintu depan, bisa terdengar suara ketiganya yang berbincang, merencanakan menu makan siang yang akan mereka santap di halaman belakang rumah. Bahkan suara tawa Arlina juga terdengar. Lalu celoteh panjang Naira yang menceritakan hal-hal konyol sewaktu proses penerimaan murid baru universitas yang dia ikuti. Mereka bertiga, benar-benar tak mempedulikan Eveline sama sekali. Sekarang, di hadapan Eveline, mereka bertiga sedang menjalani hari mereka seakan Eveline memang tak pernah ada di sana, di antara mereka. 

“Kalian pergilah. Kabari saja kapan pernikahanmu akan dilangsungkan. Paman akan datang sebagai wali nikahmu karena kedua orangtuamu sudah meninggal. Itu akan menjadi bentuk tanggung jawab terakhir paman padamu sebagai anak tertua di keluarga besar kita. Setelah itu, paman tidak punya tanggung jawab apa pun lagi terhadapmu. Silahkan jalani hidupmu sebagai istri Robert dan jangan mengganggu keluarga paman lagi.” Redo menutup pintu rumahnya tanpa menunggu jawaban Eveline. 

Robert tak mengalihkan pandangannya dari dalam rumah Arlina hingga pintu benar-benar tertutup rapat di hadapannya. Dia melihat senyuman Arlina setelah kekecewaan yang menusuk hatinya kemarin. Diam-diam, hati Robert menghangat melihat Arlina yang kembali tersenyum bersama ibu dan adiknya. Di kedalaman hatinya, Robert sadar, kalau dia telah melakukan sebuah kesalahan besar. Sebuah kesalahan paling fatal di hidupnya. 

1
anggita
like👍☝iklan. moga novelnya lancar jaya
anggita
Azkan..😘 Laina.
SammFlynn
Gak kecewa!
Eirlys
Aku bisa baca terus sampe malem nih, gak bosan sama sekali!
SIA: Terima kasih sudah mau membaca :)
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!