NovelToon NovelToon
Petals Of Greedy

Petals Of Greedy

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Reinkarnasi / Epik Petualangan / Perperangan / Masalah Pertumbuhan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Fadly Abdul f

Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.

Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.

Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11

Bab 11 Bunga Keserakahan

Tiga kepala Hydra menganga lebar, siap menyemburkan api selagi Maira mengurusi para Wyfern dengan panah. Meskipun tahu Maira kesusahan tak bisa mengabaikan keduanya. Alhasil pasukan Maira kini ditelan lautan api, sehingga membuat Maira kesal, dia melompat ke belakang menjaga jarak melancarkan serangan balasan.

Tanpa kehadiran Adiira, Maira tidak sanggup membalas dengan serangan keras. Dia merasa kalau kekuatan dalam dirinya melemah karena pengaruh tuannya tidak bersamanya, pengaruh Widia sama sekali tidak ada, dia tidak pernah menyangka Widia menyuruhnya berperang.

Pasukan darah Maira lenyap seketika. Dia terlalu ceroboh menyerang wilayah kecemburuan sendiri, dengan segera Maira meniru teknik tuannya dulu, genangan darah bekas tentaranya menyebar ke segala arah. Maira mengambil sikap, dia berlari maju menuju Hydra, melakukan tebasan tunggal sambil berfokus memenggal satu kepala Hydra.

"Sudah ku duga ini akan sulit!" Keluh Maira.

Darah-darah di tanah memadat mengeras layaknya suatu kristal. Pedang Maria menusuk leher Hydra. Dengan darahnya sendiri, Maira memanjangkan bilah pedangnya dan memenggal leher satu Hydra. Tentu saja kepala lain takkan diam. Langsung membuka mulut di depan Maira.

"Sia---!"

Hydra menangkap Maira sekali menggigit. Namun seusai itu kristal di tanah tiba-tiba menusuk kaki mahkluk besar ini, mengambil momentum ketika Hydra memekik kesakitan, meski Maira dengan kedua kaki putus beserta dadanya berlubang berupaya cepat mengangkat pedang.

Maira berteriak dan menusuk bagian atas mulut Hydra ini hingga pedang menembus hidungnya, bersamaan ketika darah mahkluk ini bercucuran, Maira membentuk darah yang ada menjadi senjata. Sebagaimana semacam parasit perlahan-lahan, darah Hydra mengkristal bermula dari kepala yang ditusuk Maira hingga ujung ekor Hydra.

Dengan kesusahan Maira menyeret tubuhnya dan keluar dari mulut bau Hydra. Dia hanya meniru tuannya, jelas saja tuannya, Adiira akan menang bagaimana kondisinya, bila musuhnya memiliki darah dalam tubuhnya. Hal itulah yang diyakinkan hati oleh Destyn Maira terhadap tuannya.

"Begitu, ya?"

"..!"

Siluet bayangan seseorang terlihat dari dalam kegelapan hutan, seorang laki-laki dengan rambut pirang dan mata hampa, keluar dengan pakaian yang eksentrik. Maira tidak merasakan perasaan darinya. Benar-benar seorang manusia yang sudah kosong, tampaknya kejadian pengkhianatan masa lalu kala itu sungguh mengubahnya.

Wiraka terkekeh geli, memperhatikan lingkungannya dan menunjuk mayat Hydra sambil berkata, "kau betul-betul Destyn yang menarik. Bisa mengalahkan mahkluk ini tanpa tuanmu... yang hobi mengotak-atik jiwa manusia."

"Saya bangga melayani tuan Adiira," balas Maira segera bertumpu pada kaki yang lagi memperbaiki dirinya sendiri. Dengan seringai bibir yang dijahit itu, Maira kini menatap tajam Wiraka bertanya, "bolehkah saya mengajukan pertanyaan? Mengenai Destyn milik anda."

"Oh? Tentu saja," jawab Wiraka perlahan mendekatinya.

Destyn itu mahkluk yang bisa tinggal karena jiwa mereka masih terikat di dunia karena suatu alasan, seperti Maira yang ingin membunuh ayah Adiira, maupun Destyn Ardi kakek tuannya yang ingin merawat seseorang layaknya seorang ibu. Mereka bertugas mengubah takdir tuannya sekaligus menyelesaikan alasan mereka sebelum meninggalkan dunia, ini mirip seperti hantu gentayangan.

"Lantas kenapa Destyn itu semirip mahkluk tanpa hasrat dan tanpa jiwa? Apa yang membuatnya terikat dengan dunia ini?" Tanya Maira.

Wiraka menghela napas dia menoleh ke belakang tempat naga raksasa itu duduk memandangi mereka, sebelum dia kembali menatap Maira dan berucap, "sebetulnya aku baru menyadari ini. Jikalau Destyn ini merupakan ayahku, ia terikat di dunia sebab ingin bersama, hingga aku mati."

Maira tidak heran jiwa-jiwa yang mati penasaran ataupun memiliki hal yang ingin dilakukan sebelum mati, akan sangat beragam, kadang keinginan para jiwa-jiwa sangat tidak wajar. Meskipun dia sudah sembuh secara total. Dia pasti tak akan bisa mengalahkan kecemburuan tanpa kehadiran tuan, Widia hanya memerintah saja sedari tadi.

"Nona, ini bukan gim dimana karakternya bisa regenerasi dan hit and run sampai musuh mati," jawab Maira.

Widia melempari Maira perintah yang mustahil semacam menyamakan dia dengan karakter game. Berasumsi kalau mendengarkan Widia, dia tidak akan selamat, Maira memutuskan telepati dan fokus kepada Wiraka. Mereka saling menatap satu sama lain, sebelum Wiraka tampak ingin memulai pertarungan dengan mengeluarkan kapak.

Ketika bersiap menghadap musuh, tiba-tiba satu Wyfern menyemburkan api membuat pandangan Maira terbatas karena ada api menyebar di sekelilingnya. Dia juga langsung mengerti, Wiraka menghilang tanpa jejak serta dalam tempo yang cepat musuh Maira sudah berpindah.

Dengan refleks Maira membalik cengkeraman pedang itu dan menahan ayunan kapak, namun ledakan muncul secara mendadak, berasal dari ujung kapaknya. Ledakan itu memberi Maira kejutan. Wiraka muncul mendadak di titik buta dan menyerang, mereka saling beradu, di dalam ricuhnya bunyi dentingan senjata dia terus beregenerasi.

"Kau sepertinya dianggap abadi, Maira?"

"Hahaha. Saya tak bisa membantah," jawab Maira sambil melempar senyuman masam.

Tiap ayunan dan sentuhan pada kapak, akan ada ledakan sehingga Maira selalu terkena luka bakar dan tentunya Wiraka tidak membiarkan dia menyembuhkan diri. Tanpa bantuan Adiira, Maira cuma seorang destyn biasa, alhasil Wiraka takkan melewatkan kesempatan ini dan membunuhnya karena dianggap hambatan untuk dirinya.

"Penyihir lain tak akan berani kemari, tiap mereka melihat ribuan keluarga naga milikku, mental para penyihir pasti menciut dan menghindari kontak denganku. Berbeda dengan kalian. Bila aku mengerahkan naga-naga seperti biasa, dapat dipastikan aku yang kalah," ungkap Wiraka.

Maira sekarang ini memburu napas, benang-benang yang menempel dan menjahit bibirnya mulai berkedut-kedut, begitu pula benang yang menjahit kedua mata kancingnya. Kekuatan regenerasi juga memiliki batas dan perlahan melemah, karena penggunaan yang berlebihan.

"Tampaknya tanpa Adiira kau benar-benar melemah," ujar Wiraka menyeringai.

Sampai satu jam berlalu Maira bertekuk lutut di hadapan Wiraka, dia memejamkan matanya, kini Destyn ini mulai kelihatan mirip manusia tanpa perawakan bonekanya itu. Mereka terus melakukan perlawanan yang sama. Wiraka kehilangan stamina dan tenaga, sementara kekuatan Maira perlahan-lahan lenyap. Hal kerugian yang berbeda.

"Wujud sejatimu itu manusia, 'bukan? Tuanmu mengubah dirimu jadi seperti ini dengan kekuatannya, apa dirimu tak masalah?" Tanya Wiraka.

"Saya tak peduli," balas Maira. Dengan terkikih-kikih Maira mendongak menatap Wiraka dengan senyuman tidak kenal takut mengatakan, "dahulu saya mengikat sumpah karena balas dendam. Tetapi sekarang, saya justru ingin mendukung remaja labil itu seperti seorang ayah dan perasaan murka terhadap ayahnya jugalah karena Adiira."

Maira berucap bahwa awalnya ingin membalas dendam kepada ayah Adiira, namun melihat tingkah labilnya, dia justru malah bersikap seperti wali terkadang-kadang. Ternyata yang membuat jiwanya bergentayangan bukan balas dendam, melainkan penyesalan tidak menjadi orang-tua yang baik lalu ia berusaha memperbaiki Adiira.

Dengan helaan napas Wiraka memiringkan kepala seraya berkata, "bukan urusanku, matilah."

Wiraka mengangkat kapak setinggi mungkin tampaknya bersiap akan mengeksekusi Maira, dengan memakai kapak itu Wiraka memberi isyarat kepada naga raksasa untuk menghabisi Maira. Dengan ketidakberdayaan, Maira tidak panik, dia justru tersenyum seperti berharap naga itu bergerak.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!