NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Anggap

Istri Yang Tak Di Anggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: laras noviyanti

Candra seorang istri yang penurunan tapi selama menjalani pernikahannya dengan Arman.

Tak sekali pun Arman menganggap nya ada, Bahkan Candra mengetahui jika Arman tak pernah mencintainya.

Lalu untuk apa Arman menikahinya ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laras noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 10

Arman berdiri di tengah keramaian club, menghirup udara lembab yang dipenuhi musik bass yang menggelegar. Lampu berwarna-warni berkilauan di sekeliling, mengaburkan wajah-wajah asing yang berbaur dalam tarian. Ia menyesap minuman dari gelasnya, matanya tertuju pada Lia. Gadis itu menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik, hiruk-pikuk sekitar tidak tampak mengganggu konsentrasinya.

“Bagaimana menurutmu?” Lia bertanya, suaranya nyaring namun penuh tawa di antara dentuman musik.

Arman tersenyum, terpesona. “Kamu benaran membuatku tersesat dalam musik. Aku bahkan tidak ingat mengapa aku datang ke sini,” jawabnya, merapatkan jaraknya.

Lia mengejek, “Apakah karena kamu perlu melupakan seseorang? Atau justru menemukan kembali diri sendiri?”

“Entahlah,” jawab Arman sambil mengangkat bahu. Duh, pertanyaan itu terlalu langsung. “Mungkin aku hanya ingin bersenang-senang.”

“Lalu, bersenang-senanglah! Ayo kita menari,” Lia menarik tangan Arman, membawanya ke tengah lantai dansa. Mereka berputar-putar, terhanyut dalam alunan musik. Keriangan mengisi setiap celah, dan berbagai wajah tawa mengelilingi mereka.

“Eh, siapa yang memulai obrolan tentang pernikahan?” Arman bergumam saat dia melihat pantulan wajahnya di cermin seberang. Ekspresinya berfluktuasi antara promosi diri dan rasa bersalah.

“Oh, itu hal biasa. Dan kamu pasti dalam daftar pertanyaan!” Lia menawannya, melepaskan tawa ceria. “Kau harus bilang sejujurnya.”

Dahi Arman berkerut. “Hah? Apa maksudmu?”

“Kamu datang ke club ini untuk melupakan pernikahan yang gagal. Atau hanya untuk bersenang-senang? Pilih, atau mungkin kau ingin berdua?”

Pandangan Arman melebar, bingung. “Aku biasa dengan kesunyian. Kamu tahu, tentang menikahi seseorang tanpa cinta. Semua terasa salah.”

“Dalam hidup kita, siapa yang bisa menjamin perasaan itu? Seringkali kita hanya berlari dari pilihan kita sendiri,” Lia menjawab sambil melirik ke arah sekeliling, memastikan dia dapat menampung jawaban Arman.

Satu detik, dua detik, Arman merasa tertegun. “Kenapa kamu sepertinya tahu tentang semua ini?”

“Karena aku juga pernah merasakan sakit yang sama. Jangan tanyakan sebaliknya, itu bukan suara hatiku.” Lia merangkul Arman, membuat dirinya nyaman di dekatnya. “Bisa jadi kita sedang melewati sama-sama.”

Arman menatap jauh ke dalam matanya, merasakan ketulusan yang mungkin hanya ada di dunia malam ini. “Malam ini, kau membuatku lupa. Ingatan tentang Candra seolah menghilang.”

“Jadi itu namanya!” Lia tersenyum sinis. “Genggam erat malam ini, Arman. Beri dirimu kesempatan untuk bergerak maju.”

Dia menari lagi, menggerakkan tubuhnya dengan bebas. Semangat kebebasan menular, dan sekilas Arman merasa ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya.

“Lia, dengarkan... Apa menurutmu, kita hanya mencari pelarian?” desak Arman, nyari jawaban dari keraguan yang tak hilang.

Lia menghentikan gerakan, menatapnya dengan tajam. “Pelarian? Boleh jadi. Tapi saat ini kita hidup. Jangan katakan satu sama lain tentang ketidakpastian masa lalu. Ini adalah waktu kita untuk bersinar.”

Arman terdiam, mengatur napas. “Kadang, aku merasa seperti mencari cara untuk lari dari kegelapan.”

“Kenapa tidak lebih dari itu? Jadilah cahaya dalam kesesakan ini! Kita bukan korban; kita adalah pemain,” Lia mendekatkan wajahnya, membuat jantung Arman memompa lebih cepat.

Dia ingin menjawab, tetapi kata-kata tak kunjung datang. Sebuah lagu baru berdentang, dan mereka kembali ke lantai dansa, terhanyut dalam riuhnya keramaian.

“Oi! Hangatkan dirimu! Ajak langkahmu lebih dekat padaku!” Lia seru sambil melangkah penuh gaya. “Biar kita samakan kunci nada dalam hidup kita.”

Arman mengikuti, meskipun pikirannya berkelana. Dia tahu, masa lalu tak bisa dihapus begitu saja. Namun, malam ini menawarkan secercah harapan. Senyuman Lia mengingatkannya bahwa ada kemungkinan baru, tanpa jejak Candra yang menyakiti.

“Lia, kalau saja—”

“Jangan ‘kalau saja’! Hanya fokus pada sekarang!” potong Lia dengan tegas, tanpa mengalihkan pandangannya dari Arman.

Malam menggembirakan. Keriangan dan kelegaan bersatu di dalam ritme kebebasan. Tapi gelombang rasa bersalah berputar di dalam benak Arman. Apakah ini adil? Apakah dia benar-benar siap melupakan semua?

“Arman! Mari kita ke bar, pesan minuman lagi!” Lia berteriak, menyentuh lengan Arman.

Mereka bergegas merampas gelas dingin. Selama beberapa menit, mereka bercengkerama tentang hal-hal kecil, hingga menarik tawa masing-masing.

“Siapa sangka kamu begitu seru!” Arman tidak bisa menyembunyikan kekagumannya.

“Di balik penampilan ini, ada sisi serius yang tak bisa kamu lihat,” Lia menggoda sambil membelai rambutnya dengan cara yang menggoda.

Krilau di matanya berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Arman kembali merasa terhanyut, merasakan kehangatan di dalam jiwanya.

“Kita bisa lebih dari ini, Lia,” Arman berkata pelan, tapi tekanan dari detak jantungnya mengancam untuk menembus batas.

“Satu langkah di satu waktu,” Lia menginginkan lebih, merasakan kedekatan yang terjalin di antara mereka.

Menjelang larut malam, Arman merasakan aliran kehidupan baru dalam setiap detik kebersamaan mereka. Pertemuan ini mungkin hanya sebuah pelarian, namun begitu realitas terasa menggiurkan.

“Terima kasih telah membuat malamku tak terlupakan,” Arman beranjak, mengalihkan pandangan dari Lia ke arah pintu keluar. Ragu muncul, entah dia ingin melanjutkan malam ini atau kembali ke ketidakpastian.

“Tidak ada kata terima kasih. Cukup ungkapkan lagi keinginanmu jadi lebih berarti,” Lia menantangnya, senyumnya mengandung makna lebih.

Akankah dia berani mengambil langkah selanjutnya? Arman menatap Lia, dua garis nasib yang berpotongan dan potensi sebuah awal baru. Dia bisa merasakan ketegangan di udara, senyumnya mendorongnya untuk melangkah lebih dalam ke arah yang belum pernah dia coba.

Arman membuang napas pelan, menimbang pilihan yang terbuka di depan matanya. Suasana club mulai berubah, orang-orang di sekelilingnya tidak lagi tampak asing. Mereka semua tawa, terengah-engah, bersenang-senang dengan cara masing-masing. Semua orang yang berdansa, seolah membiarkan beban hidup menghilang sementara. Ini adalah hidup yang lain.

“Jadi, Arman, apa rencanamu setelah ini?” Lia menantang sambil mengambil gelasnya yang kosong, mengisyaratkan agar dia mengisi kembali.

“Rencana? Tidak ada yang kuat untuk mengikatku pasti,” Arman menjawab dengan setengah canda. “Mungkin pergi bersama seorang teman.”

“Apa kau serius? Teman?” Lia bersikap skeptis, raised eyebrow-nya menantang. “Lebih dibandingkan dengan pertemuan kita tadi?”

“Apakah ini berkaitan dengan ketidakpastian?” Arman merespon sambil tersenyum. “Kita baru saja bertemu, dan kau sudah berani bertanya rencana panjangku.”

“Malam ini adalah mengenai kebebasan, Arman,” Lia menegaskan, “jangan kembali ke rutinitas. Buruan, kita bisa menciptakan sesuatu yang lebih dalam waktu singkat ini.”

Dia menarik Arman kembali ke atas panggung dance. Musik berubah menjadi lebih energik, dan pengunjung lain mulai terjebak dalam ritme. Arman bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat saat dia ikut menari di samping Lia.

“Orang lain bisa menjalani hidup lebih santai. Kenapa kita tidak bisa nikmati momen ini?” Lia menggoda, menjulurkan tangan untuk menari lebih dekat.

Kedua tubuh itu bergetar mengikuti irama. Arman tak lagi memikirkan Candra.

Arman melupakan semua rasa bersalah yang membelenggu dirinya. Kini, semua yang terasa berat di pundaknya melepuh dalam tarian, menghilang di lantai dansa club yang mengguncang.

“Kalau saja malam ini bisa bertahan selamanya,” Arman berbisik saat Lia mendekatkan wajahnya, seolah menyerahkan sebagian dari jiwanya.

Lia menatapnya lekat, bibirnya melengkung. “Mengapa tidak? Kita bisa merebut saat ini, selamanya hanya ada di pikiranmu.”

“Lalu bagaimana? Bagaimana tentang besok?”Lia tertawa ringan, matanya berkilau di bawah cahaya gemerlap.

“Besok hanyalah bayangan dari pilihan yang kita buat malam ini,” jawabnya sambil melengkungkan senyuman, menantang. “Jadi, lebih baik kita fokus pada detik-detik sekarang.”

Arman mengangguk, berusaha menggenggam erat pemikiran itu. Musik terus mengalir, dan mereka terhanyut lebih dalam dalam tarian. Setiap gerakan terasa semakin intim, seolah menghapus semua batasan yang pernah ada.

...----------------...

1
murni l.toruan
Rumah tangga itu saling komunikasi dua arah, agar tidak ada kesalah pahaman. Kalau hanya nyaman berdiam diri, itu mah patung bergerak alias robot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!