Dokter Cantik Tuan Psikopat

...༻⌘༺...

Sudah lama Athena mencari musik untuk diputar. Akan tetapi dia tidak kunjung menemukan musik yang dicari.

"Kau mencari lagu yang bagaimana?" tanya Ares sembari duduk ke sofa. Memperhatikan Athena dari belakang.

"Maaf sebelumnya, Ares. Tapi kalau boleh jujur, semua lagu-lagumu bukan tipeku," sahut Athena sambil memutar badannya menghadap Ares. "Aku tidak menemukan sama sekali lagu yang ku inginkan," tambahnya.

"Putar saja musik yang ada. Apa susahnya," tanggap Ares ketus. Sepertinya dia tersinggung dengan ucapan Athena. Meskipun begitu, hal tersebut tidak sampai membuatnya marah besar. Ares hanya melayangkan pelototan pada Athena.

"Ayolah, aku tak bermaksud begini. Aku hanya ingin mengajakmu bersenang-senang dengan caraku," tutur Athena seraya berjalan mendekati Ares.

"Kenapa harus dengan caramu, kalau aku punya caraku sendiri," balas Ares.

"Mungkin ada banyak hal yang menyenangkan yang belum kau ketahui. Misalnya seperti ini. E-ekhem..." Athena membersihkan tenggorokannya. Lalu bertepuk tangan dengan nada yang teratur.

"Hmmm....mhh... Hmm..." Kini Athena menggumamkan nada dari mulutnya. Lalu mulai menggerakkan tubuhnya untuk mengikuti irama musik yang dibuatnya.

Ares awalnya menatap Athena dengan heran. Namun setelah melihat bagaimana aksi gadis itu, tawanya seketika pecah.

Athena tersenyum puas melihat reaksi Ares. Usahanya berhasil membuat lelaki tersebut tertarik kepadanya, tak peduli kalau dirinya harus melakukan hal memalukan sekalipun.

"Kenapa kau tertawa? Ayo menari bersamaku." Athena menarik kedua tangan Ares. Membawa lelaki itu berdiri.

"Jangan pernah berharap kau bisa melihatku menari." Ares menghempaskan tangan Athena. Hingga genggaman gadis tersebut terlepas.

"Maaf, aku tidak bermaksud..."

"Tapi aku sangat suka melihatmu menari," potong Ares. Dia menyentuh pelan bibir bawah Athena dengan ibu jari. "Itu membuat nafsuku yang lain perlahan bangkit setelah sekian lama," lanjutnya.

Jantung Athena berdetak lebih cepat. Matanya tak bisa teralihkan dari sosok Ares. Seluruh darah di tubuhnya berdesir hebat. Bukan karena dia merasa terangsang, melainkan karena merasa takut.

"Na-nafsumu yang lain?" Athena mencoba memastikan.

"Ya. Biasanya aku tak tertarik dengan wanita. Tapi karena kau, sepertinya itu berbeda. Kau memercikkan sesuatu dalam tubuhku. Dan aku menyukainya," jelas Ares dengan suara pelan namun membuat Athena tak berhenti bergidik.

Athena mengeluarkan keringat panas dingin. Dia sangat paham nafsu yang dimaksud Ares. Athena bisa memahaminya ketika melihat mata Ares jelalatan memperhatikan tubuhnya. Athena takut sekali Ares akan memaksanya berhubungan intim.

'Kumohon jangan sekarang. Kumohon jangan sekarang...' batin Athena penuh harap.

"Tapi... Kau belum sepenuhnya mampu memercikkan nafsuku itu dengan maksimal. Aku tidak suka sesuatu yang tanggung," sambung Ares.

"Apa maksudmu?" tanya Athena.

Ares berhenti memegangi Athena. Ia lalu memegangi dagunya seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Aku harus mempersiapkan sesuatu untuk kau pakai. Lalu aku ingin kau menari lagi untukku. Dan jika kau berhasil memercikkan nafsuku sampai maksimal, maka aku akan membuka topengku untukmu," ujar Ares.

Pupil mata Athena seketika membesar. Bagian membuka topeng tentu membuatnya sangat tertarik. Sungguh, dia sangat penasaran wajah seperti apa yang tersembunyi di balik topeng itu.

"Aku akan menantikannya." Tanpa sadar, Athena berucap begitu.

"Baguslah kalau kau menantikannya. Tunggulah sampai aku menyelesaikan aksesorismu," kata Ares.

"Aksesoris apa?" Athena menuntut jawaban.

"Tunggulah. Anggap saja ini kejutan untukmu," tanggap Ares. "Ya sudah. Sebaiknya kau kembali ke kamar. Aku akan membuatkan makan siang."

"Makan siang? Bagaimana kalau kali ini aku yang membuatnya. Aku juga akan membuatkan makanan yang enak untukmu," tawar Athena.

"Belum saatnya aku membiarkan kau memasak," tegas Ares. Dia tiba-tiba menggendong Athena ke bahunya, membawa gadis itu ke kamar bak karung beras. Athena lagi-lagi dibuat jantungan olehnya.

...***...

Bella dan Ben masih berjuang mencari Athena. Mereka bahkan mengunjungi kantor polisi hampir setiap hari untuk mencari kabar terbaru.

"Maaf, tapi kami masih belum menemukan apapun tentang anak kalian. Kami berjanji akan berusaha lebih keras," kata petugas polisi.

Bruk!

Ben memukul keras meja karena naik pitam. Itu terlihat jelas dari urat-urat lehernya yang menegang. "Berapa kali kau akan berucap begitu, hah? Ini sudah seminggu! Seminggu! Kau tidak tahu rasanya kehilangan anak!" timpalnya.

"Sayang, sudahlah. Tenang..." Bella mencoba menenangkan Ben. Sambil membawa sang suami, dia meminta maaf pada petugas polisi.

Kini Bella dan Ben berada di depan kantor polisi. Wajah mereka terlihat lesu. Keduanya sama-sama kesulitan makan karena mencemaskan keadaan Athena.

Bersamaan dengan itu, seorang petugas polisi bernama Gabriel keluar. Dia mengajak Ben dan Bella bicara di tempat sepi.

"Aku ingin memberitahu kalian kalau kinerja polisi tidak bisa diharapkan sekarang. Aku rasa petinggi kepolisian menutupi sesuatu. Menurut firasatku, ini berkaitan dengan hilangnya putri kalian," ujar Gabriel.

"Kalau begitu? Kenapa bukan kau yang bekerja keras?!" tukas Bella dengan dahi berkerut dalam.

"Aku hanyalah bawahan dengan pangkat terendah. Aku tidak berdaya melawan para petinggi. Karena itu." Gabriel mengeluarkan sebuah kartu nama dari saku bajunya. Lalu dia serahkan kartu nama tersebut pada Bella.

"Ini adalah kartu nama seorang detektif swasta yang dikenal sudah berpengalaman menangani masalah orang hilang dan pembunuhan. Kalian lebih baik meminta bantuan dia," tambah Gabriel.

Bella memeriksa kartu nama yang diberikan Gabriel. Nama Cody Mackinley terpampang nyata di sana.

"Tunggu dulu, bukankah nama ini terasa tidak asing?" imbuh Ben.

"Aku juga merasa begitu," sahut Bella yang merasa mengenali seseorang dengan nama itu.