Tiga tahun menjalin hubungan pernikahan, Gempita mengetahui kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita yang lebih muda.
Dalam situasi seperti ini, ia menghadapi kebingungan. Satu alasan yang tidak bisa diungkap. Apakah bercerai atau mendiamkan perbuatan Melvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengantar Melvin
Kalimat yang mengecewakan. Seminggu terakhir, Melvin memang manis, tetapi itu jelas ada tujuannya, dan janji untuk menemani pembukaan konser telah dibatalkan, padahal Gempi menyiakan empat tiket VVIP sesuai yang suaminya minta.
Akhirnya, yang ditakutkan terjadi. Pelan, tetapi pasti. Gempita mencoba untuk mengerti. Namun, sekuat apa pun bertahan, ia tetap sakit hati.
"Ke Bali? Kukira kamu enggak jadi pergi." Gempita memandangnya lekat. "Ada apa di Bali?"
"Sayang, aku, tuh, lagi dalam perjalanan bisnis. Lebih tepatnya kumpul sama para pengusaha. Ini namanya kita bentuk koneksi. Kamu pasti paham masalah ini. Aku jualan mobil mewah, kalau orang-orang berduit itu pesan sama aku, ya, aku yang untung."
"Aku udah sediain tiketnya buat kamu."
"Aku kasih Ridwan, deh. Katanya dia mau nonton, tapi kehabisan, terus lupa pesan sama kamu. Aku bayar dua kali lipat harganya."
"Bukan itu maksudku, Melvin. Ini proyek besar aku, dan kamu janji buat temani aku, kan?" Gempi sadar kalau ia punya rasa ingin terus bersama Melvin. Ternyata ini yang membuat para wanita di luar sana membenci suami yang selingkuh. Ketidakadilan terhadap sesama wanita.
"Kamu ngertiin aku, dong. Kita ini sama-sama berkarier." Melvin mencoba membujuk.
Ini bukan alasan karena Gempita tahu untuk apa Melvin ke Bali. Berlibur bersama Nindi, bersenang-senang di sana.
Gempita mengangguk. "Kalau aku paksa pun kamu enggak bakal nurutin."
"Sayang ... cuma seminggu, kok."
"Aku bakal siapin pakaian kamu." Gempita tersenyum paksa.
"Janji enggak marah lagi?" Melvin mengecup bibir merona itu.
"Janji." Dalam hati mengutuk. "Aku siapkan makan malam buat kita." Gempita beranjak pergi dan Melvin baru dapat mengembuskan napas lega.
Tadinya ia juga tidak mau ke Bali. Tapi, pernikahan kedua akan segera dilangsungkan, dan permintaan Nindi adalah menikah di Pulau Dewata. Tentu saja ini penting bagi Melvin. Ia harus menyewa hotel jauh-jauh hari untuk kelancaran acara.
Sialnya lagi acara Gempita bertepatan dengan tiket yang sudah Melvin pesan. Ia kira konser itu akan dilaksanakan Minggu depan. Tahunya Rabu, dan berakhir pada Minggu sore ini.
"Sayang, kamu enggak marah, kan?" Melvin bertanya lagi ketika ia tiba di ruang makan.
"Buat apa aku marah?" Gempi memandangnya. "Memangnya bisa berubah? Kamu sudah pesan tiketnya?"
"Ya, itu dia, Sayang. Aku sudah terlanjur pesan dan booking hotel."
Gempita tersenyum. "Lupain aja. Kita saling dukung. Ini juga demi kehidupan kita nantinya."
Lega hati Melvin mendengar ucapan Gempi. "Makasih, Sayang. Kamu, tuh, perhatian banget. Aku makin sayang sama kamu." Melvin beringsut dari kursi hanya untuk dapat mengecup kening sang istri. "I love you."
"Love you too."
Kehidupan manis nan penuh kepura-puraan. Keduanya saling menjaga rahasia. Benar-benar pasangan serasi.
Jika Melvin sudah senang karena mendapat izin, berbeda dari Gempita yang semakin dekat dengan acara, semakin gugup.
Walker High yang terdiri dari lima personil ini tengah naik daun dan memang tengah menjalani tour ke seluruh dunia.
Beruntung sebagai promotor, Gempi bisa mendatangkan grup itu. Tentu saja selama enam bulan terakhir melobi management band tersebut.
Single teranyar dari grup tersebut adalah Memori, Love You, Star Dream, dan Enemy. Lagu dengan aliran pop rock. Personilnya terdiri dari Charlie Farista sebagai Vocal, James di gitar, Sam di gitar bas, Maden di drum dan Ryan di keyboard.
Salah satu dari pria tersebut pernah menjalin hubungan dengan Gempi. Mungkin tidak ada yang percaya, bahkan Gempi juga sama. Ia tidak menyangka teman kuliahnya sekaligus pria yang membuat hati ini sakit bisa sesukses sekarang.
Ini tidak mengherankan sebenarnya. Ayah Charlie yang berasal dari Amerika adalah pria pemilik gedung real estate dan butik ternama. Lingkungan kelas atas jelas telah menjadi makanan sehari-hari pemuda yang dipanggil Cal ini.
Sejak dulu, Cal memang suka bernyanyi dan akting. Dia berbakat. Cal lahir di Amerika, tinggal di sana, dan ada suatu saat pria itu pindah ke Indonesia lantaran kakek dari pihak ibu sakit. Saat itulah, Gempi berkenalan dengan Cal yang merupakan orang biasa. Sekarang tentu tidak lagi. Cal bukan pria yang mudah digapai.
"Belum tidur?" Melvin merangkak naik ke atas tempat tidur. Mereka selesai makan malam, bersantai sebentar, lalu masuk kamar. "Kukira kamu bakal tidur karena masuk duluan."
"Tadinya. Aku lagi mikirin kerjaan. Aku gugup."
"Mau ketemu artis, ya, pasti gugup."
"Aku cantik enggak, Sayang?"
Kening Melvin langsung berkerut mendengarnya. "Sayang, jangan bilang kamu mau main mata sama mereka."
Gempita tertawa geli. "Aku juga mau foto sama idola."
"Aku enggak suka kamu ngomong kayak gitu."
"Cemburu?"
"Ya, pastilah." Melvin memeluk Gempi. "Enggak boleh ada yang memiliki kamu."
"Posesif."
"Aku enggak lagi bercanda."
"Iya, aku cuma asal ngomong." Jauh dari lubuk hati terdalam, Gempi memang ingin tampil cantik di depan Cal. Ia ingin membuktikan jika berakhirnya hubungan mereka, tidak membuat salah satunya terpuruk. Tapi, nyatanya berbeda.
Melvin tidak akan selingkuh kalau ia bisa merawat diri, bahkan suaminya terang-terangan protes atas fisiknya yang tidak secantik dulu.
"Janji?"
Gempi mengangguk. "Ya, kita istirahat sekarang."
Hari keberangkatan Melvin tiba. Dengan menumpang pesawat malam, pria ini mendatangi Bali, dan sebagai istri yang baik, Gempi mengantar suaminya dengan senyum manis. Kurang baik apa Gempi, rela mengantar kepergian suami ke pelukan wanita lain. Selama seminggu ini, keduanya akan berpisah. Bisa dibayangkan apa yang terjadi. Mungkin setelah ini, Gempi mendengar jika Melvin akan menjadi sosok ayah.
"Baik-baik di rumah." Melvin mengecup kening, kedua pipi dan bibir.
"Kabari aku kalau sudah sampai di sana."
"Pasti, dong." Sekali lagi, Melvin memberi kecupan di wajah, lalu menarik diri. Sudah waktunya ia berangkat. Lambaian tangan sebagai perpisahan, dan Gempita hanya melihat.
"Selamat bersenang-senang, Sayang," gumam Gempi. Menyedihkan.
Jika Melvin pergi, maka ada yang datang. Grup band yang saat ini tengah dijamu sebelum esok hari menjalani jadwal padat. Jumpa fans, latihan, lalu konser. Melelahkan, tetapi menyenangkan.
Telepon berdering saat Gempita hendak keluar bandara. Ia angkat telepon dari sahabatnya Sifa sembari berjalan menuju mobil.
"Kamu di mana?" teriak Sifa dari telepon.
"Ada apa, sih?" Gempita jadi khawatir. "Kamu baik-baik aja, kan?"
"Aku baik, tetapi kamu di mana? Lusi bilang kalau Cal hadir di depan matanya. Kamu itu pemilik dari Event ini. Kenapa malah enggak makan bareng mereka? Profesional, dong."
Gempita menghela. "Enggak bisa malam ini. Aku habis antar Melvin ke bandara. Dia ke Bali."
"Ngapain? Kerja?"
"Sama pelakor itu."
"Jangan kamu pikirin. Aku coba buat DM Cal biar kita bisa ketemuan."
"Kamu gila!"
"Kita reunian." kata Sifa, lalu memutus sambungan telepon.