Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang ke Rumah Orang tua
Malam ke tiga, sepertinya belum ada tanda-tanda suamiku akan meminta haknya atau hanya sekedar mengajakku mendekatkan diri. Malam ini kami membisu dengan pikiran masing-masing di depan TV.
"Emm dik besok aku akan ke kota B, seperti yang aku bilang di rumah ibu tadi"
"Iya kak," jawabku singkat.
"Kamu mengijinkan aku pergi kan?"baru kali ini suamiku bicara dengan menatap wajahku.
Ah mata itu, aku ingin sekali menyelami pandangannya. Bukankah dia halal untuk kupandangi?
"Kakak ke sana untuk urusan pekerjaan kan? tentu saja aku mengijinkan." aku mencoba membalas tatapannya.
"Hmm tentu, aku akan pergi 1-2 hari, karena perjalanan cukup jauh, kamu tunggu aku di rumah."
Sesaat suasana menjadi hening.
"Jam berapa kakak akan berangkat besok?"
"Jam 9."
"Antarkan aku ke rumah abi sebelum kakak berangkat!"pintaku padanya
"Kenapa dik? apa kamu takut tinggal sendiri di sini? kenapa tidak tidur di rumah nenek saja?"
"Di sini lingkungan kampung kak,akan banyak omongan orang yang tidak enak didengar, aku tak mau menjadi bahan ghibah. Kalau di rumah abi di sana perumahan jadi gk ada ghibahan tetangga karna sibuk dengan urusan masing-masing, kakak tentu paham mksudku kan?" aku menjelaskan apa yang ada di pikiranku.
"Ah iya baik kalau begitu , besok aku antar kamu dulu ke rumah abi"
Cukup itu obrolan kami malam ini. Meskipun usiaku masih terbilang muda tapi aku bisa berpikir dewasa. bagaimana kata tetangga jika mereka tahu kalau pengantin baru udah ditinggal, kenapa gk diajak aja sekalian bulan madu bla bla bla. Itu yang ada di pikiranku. Realistis saja krna begitulah kehidupan di desa.Aku bisa saja mengabaikan omongan mereka, namun bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati.
Saat pikiranku berkecamuk aku dikagetkan bunyi HP kak Firman. Dia menerima panggilan itu, dan membawanya ke kamar mandi.
"huff....telponan di kamar mandi? apa maksudnya? apa aku ini tak dianggap sama sekali?" begitu gumamku dalam hati.
Jika saja hati ini buatan manusia mungkin sudah hancur berkeping-keping. Tapi karna Hati ini ciptaan Tuhan aku masih bisa menatanya."Ya Allah beri aku stok sabar yang melimpah."
Seperti yang kuduga malam ini terlewat seperti malam-malam sebelumnya. Tak ada malam yang indah penuh cinta dan kehangatan. Yang ada hanya hambar.
Setelah selesai sarapan kami siap-siap untuk pergi ke rumah orang tuaku. Kami berpamitan kepada nenek.
"Nek, Kami kami sudah mau berangkat. Apa Nenek mau nitip sesuatu untuk Abi?"
"Bawa dendeng serundeng ini untuk abimu Rai, dia sangat menyukainya." nenek menyerahkan bekal makan kepadaku.
"Iya nek, kami pergi dulu".
Kami berangkat ke rumah orang tuaku. Sesampai di sana ternyata ummi dan abi tidak ada, tinggal Sofi saja.
"Sampaikan salamku kepada ummi dan abi, maaf aku tidak menunggu mereka pulang, sudah harus berangkat." pamit kak Firman setelah melihat jam tangannya.
"Iya kak hati-hati, jaga kesehatan.maaf apa nomor HP kakak masih tetap?"
"Nomorku sudah ganti, ini kamu catat" Kak Firman menerahkan HPnya.
pertanyaan yang lucu untuk sepasang suami istri. "Bolehkah aku menertawakan diriku sendiri? Apa semua pasangan yang dijodohkan kisahnya akan seperti kami ini? "
"Ini kak sudah." Aku mengembalikannya.
"Aku berangkat dulu," pamitnya.
"Iya kak hati-hati." kucium punggung tangannya.Aku mengantarnya sampai di gerbang depan.
"Assalamu'alaikum."
"wa'alaikum salam." Dan dia pun berlalu pergi meninggalkan rumah abi.
Setelah kepergiannya muncul lagi dalam pikiranku. Kalau nomernya ganti, berarti waktu aku Telpon dan SMS dia waktu it ke orang lain, atau dia baru mengganti nomernya. Sepertinya terlalu banyak pertanyaan dalam hatiku.
"Mbak, udah sarapan?" suara Sofi mengagetkanku.
"Udah dik, bikin kaget aja".
"Mbak sih ngelamun makanya kaget."
"Ummi sama Abi kemana dik?
"Ke rumah Tante Mega, si Alfin mau sunnat hari ini."
Tante Mega adalah adik ummiku.
"Kak Firman kok pergi lagi kak, mau kemana?
"Ke kota B."
"Apa? kok mbak gk ikut sih?"
"Capek!" Itu hanya alasanku saja ke Sofi, padahal memang tidak diajak.
"Pengantin baru malah ditinggal. Seharusnya kan kalau pengantin baru itu kemana- mana berdua gitu," ucapnya lirih.
"apaan sih dik cuma 2 hari, makanya mbak mau nginep sini. Apa mbak sudah nggak boleh nginap di sini hm?"
" horee... kita bisa curhat-curhatan dong, ceritain ya mbak gimana rasanya jadi pengantin baru." Kata sofi memainkan alisnya.
"Ya gk gimana-gimana dik."
"Mbak pelit ah"
"biarin! Sudah jangan cerewet,mbak mau masuk kamar. kayaknya enak rebahan hehe." Aku meninggalkannya yang sedang merajuk.
Sofi membuntutiku ke kamar. Aku sudah siap-siap langsung menutup pintu. Sofi pasti kesal di luar sana. Kudengar dia menggedor pintu kamarku, tapi tidak kuhiraukan.Seharian nanti pasti aku juga akan bertemu dengannya.
Di rumah Abi, aku menjalani hari- hariku seperti dulu sebelum punya istri. Tapi untuk keluar ruma aku harus lebih berhati-hati. Karena statusku sudah bukan gadis lagi, melainkan seorang istri.
"Ups bukankah aku masih gadis meski bestatus istri."
Hari ini sudah dua hari suamiku meninggalkan aku di rumah abi. Tidak ada kabar darinya, meski dia sudah menyimpan nomorku. Sibuk boleh saja, tapi komunikasi itu penting. Apa lagi untuk kami sebagai pasangan suami istri.Aku menurunkan egoku untuk menghubunginya terlebih dahulu.
"Assalamu'alaikum Kak." Aku membuka obrolan di telpon.
"Wa'alaikum salam."
"Em maaf sudah mengganggu waktu Kakak, aku hanya ingin bertanya apa Kakak jadi pulang hari ini?"
"Maaf ternyata pekerjaanku belum selesai, kalau tidak ada kendala aku akan pulang besok.
"Oh iya, tidak apa-apa aku hanya ingin memastikan. Kakak jangan lupa makan di sana."
"Iya aku pasti makan, ya sudah aku akan melanjutkan pekerjaanku. Assalamu'alaikum."
" Wa'alaikum salam."
Masih seformal itu kami ngobrol. Aku bingung harus menentukan sikap. Seandainya aku bisa bermanja-manja dengan suamiku.Mungkin aku akan bilang bahwa aku merindukannya, atau aku akan memberikan ciuman dari jauh. Tidak, ini belum ada dalam kamus pernikahan kami. Masih bisa diterima dengan baik, itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini.
🍀Berharap kepada manusia hanya akan membuat kecewa🍀
See you again kakak, terima kasih masih membaca karyaku.