"Bapak, neng lelah kerja. Uang tabungan untuk kuliah juga gak pernah bisa kumpul. Lama-lama neng bisa stress kerja di Garmen. Cariin suami yang bisa nafkahi neng dan keluarga kita, Pak! Neng nyerah ... hiikss." isak Euis
Keputusasaan telah memuncak di kepala dan hati Euis. Keputusan itu berawal karena dikhianati sang kekasih yang berjanji akan melamar, ternyata selingkuh dengan sahabatnya, Euis juga seringkali mendapat pelecehan dari Mandor tempatnya bekerja.
Prasetya, telah memiliki istri yang cantik yang berprofesi sebagai selebgram terkenal dan pengusaha kosmetik. Dia sangat mencintai Haura. Akan tetapi sang istri tidak pernah akur dengan orangtua Prasetyo. Hingga orangtua Prasetyo memaksanya untuk menikah lagi dengan gadis desa.
Sebagai selebgram, Haura mampu mengendalikan berita di media sosial. Netizen banyak mendukungnya untuk menghujat istri kedua Prasetyo hingga menjadi berita Hot news di beberapa platform medsos.
Akankah cinta Prasetyo terbagi?
Happy Reading 🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20 : Pulang ke kampung
Hai Readers... Bab ke dua puluh, Euis mengambil keputusan kembali ke rumah orangtuanya dan Pras terjebak permainan Haura. Happy Reading 🩷🩷
🌷🌷🌷
Pagi itu tangisan Sandra begitu menyayat hati seakan ia merasakan perasaan sedih yang teramat sangat karena akan ditinggalkan Euis pulang ke kampungnya.
"Abi, Umy, setelah sarapan, ada yang ingin Euis sampaikan sekaligus mau pamitan." ucap Euis selesai ikut makan pagi bersama kedua mertua dan iparnya.
Arini dan Ali saling bertukar pandangan, mereka diam tapi Abi Ali mengangguk dengan lembut.
"Setelah Sandra tidur kamu bisa menemui kami di ruangan Abi." Ali berdiri dari kursinya lalu pergi ke ruang kerjanya.
"Apa tidak sebaiknya kita tunggu Pras dulu, Euis. Biar kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan baik." Arini mengelus rambut menantunya dengan perasaan sedih.
"Tidak perlu Umy, Euis sudah tuliskan semua di surat agar Aa Pras tidak salah paham."
Setelah berhasil menidurkan Sandra, Euis menemui kedua mertuanya di ruang kerja Abi Ali. Ia duduk dengan wajah tertunduk, di depannya duduk kedua mertuanya dan di sampingnya ada Zen yang sudah berlinangan airmata.
"Abi, Umy, Euis rasa tidak sanggup menjadi istri kedua Aa Pras, ternyata hati saya tidak sekuat itu. Saya khawatir pernikahan ini malah lebih banyak menabung dosa daripada pahala." ucap Euis lirih
"Abi dan Umy tidak bisa mengambil keputusan, Euis. Semua keputusan ada pada suamimu. Jika Pras ingin memperjuangkan mu, sebanyak apapun kamu meminta cerai, maka perceraian itu tidak akan terjadi." ucap Ali apa adanya.
"Tapi saya sudah tidak ingin melanjutkannya lagi." Euis menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih.
"Jika itu keputusanmu, Abi akan bicarakan dengan serius pada Pras keinginan kamu." ucap Ali
"Euis, masih jadi istri Pras atau tidak, kamu sudah kami anggap anak kami, jadi kepulanganmu kali ini hanya untuk menjenguk orangtuamu, kamu harus kembali ke sini setelah satu Minggu di kampung." pinta Arini dengan wajah serius.
Euis terdiam, tidak menjanjikan apapun.
"Teteh, Zen gak rela teteh pergi dari sini. Abaikan Aa Pras, Teteh harus kembali, kita masih punya impian teh. Teteh harus kembali ke sini untuk kuliah. Abi dan Umy sudah setuju kita kuliah dan kost di tempat yang sama. Janji ya teh?!" rengek Zen lalu memeluk Euis dengan erat.
Euis kembali terdiam, ia tidak bisa menjanjikan apapun. Pernikahan yang awalnya dia anggap tidak akan membekas, nyatanya kini membelenggu dan mengikat hatinya. Euis tidak ingin jadi yang kedua, tapi ingin menjadi satu-satunya perempuan yang ada di sisi Pras. Bolehkan Euis egois untuk masalah hati?
Jika ia kembali ke rumah itu bukan tidak mungkin perasaannya akan terluka kembali melihat Pras bermesraan dengan Haura dan hidup mereka bahagia.
Euis harus mengubur impiannya kuliah di kampus yang sama dengan Zen. Bagi Euis... Hidup seorang perintis sepertinya, tidak bisa memilih akan kemana kakinya melangkah. Takdir seringkali mempermainkan kehidupan dan rencananya. Ia akan berjalan sesuai garis takdir yang Tuhan berikan.
Setelah berpamitan, Euis berangkat diantar Tarjo hingga ke rumahnya, banyak barang bawaan yang Arini siapkan untuk oleh-olehnya di kampung, termasuk oleh-oleh umroh dan peralatan sekolah untuk kedua adik Euis.
Setiba di kampung, kedua orangtua Euis kaget bukan main melihat anak gadisnya pulang tanpa memberi kabar dan tanpa... Suaminya.
Pikiran Kartono dihinggapi pertanyaan dan kegelisahan saat melihat senyum putrinya tertahan tidak lepas seperti biasanya. Tapi ia buru-buru menepis pikiran buruk yang sempat hinggap di kepalanya. Apalagi ia melihat banyak oleh-oleh yang diberikan besannya, sebagai tanda putrinya diterima dengan baik di sana.
"Anak mantu pasti sibuk ya, gak apa-apa bapak maklum namanya juga pengusaha." ucap Kartono saat melihat Tarjo yang turun dari kursi kemudi.
"I-iya pak, juragan Pras sedang banyak urusan." jawab Tarjo dengan tidak enak hati.
"Mas Tarjo, istirahat saja dulu di dalam, setelah istirahat baru pulang." ajak Euis
"Boleh deh, saya numpang selonjoran dulu ya teh Euis." jawab Tarjo
Kartono segera menyiapkan karpet baru yang belum lama ia beli, untuk jaga-jaga jika menantunya pulang ke rumah.
"Karpet baru pak?" tanya Euis
"Iya neng, kalau anak mantu datang ke sini bisa duduk di karpet empuk tidak duduk di kursi kayu kita yang sudah reyot." ucap Kartono dengan wajah sumringah.
Euis menunduk menyembunyikan wajah sedihnya. 'Bapak, dia tidak akan datang ke rumah kita lagi.' lirih Euis dalam hati.
Tarjo tidak beristirahat, tapi ia menjalankan misi majikannya mengajak Kartono keliling melihat tanah Juragan Ali yang akan di bangun sebuah pabrik atap baja ringan dan pabrik genteng bergelajur dari tanah liat.
Tarjo juga mengajak Kartono ke sebuah toko bahan bangunan besar cabang Majalengka milik majikannya untuk memesan beberapa bahan bangunan.
"Pesan bahan bangunan untuk siapa mas Tarjo?!" tanya Kartono keheranan.
"Tuan Pras ingin membuat rumah di daerah sini pak, di tanah yang tadi kita lihat itu." ucap Tarjo
"Owhh luas banget tanahnya, mau bangun rumah seperti apa? Mewah pastinya ya." ucap Kartono dengan polosnya. Tarjo tersenyum penuh misteri.
"Biar tuan Pras sendiri yang akan menceritakannya nanti pak." jawab Tarjo
Hari pun beranjak malam.
Kartono dan Euis duduk di kursi kayu yang seringkali berderit jika diduduki karena termakan usia. Teh tawar panas dan kopi pahit serta gorengan tape menemani obrolan mereka.
"Neng, boleh bapak tanya sesuatu?" tanya Kartono
"Iya pak" jawab Euis sambil menatap rembulan.
"Euis pulang bukan karena ada masalah kan?" tanya Kartono hati-hati.
Euis terdiam, mencari kata-kata yang tepat untuk dia jelaskan pada bapaknya agar tidak menyinggung perasaan orangtuanya.
Euis menggeleng dengan lembut, "Mereka baik pak, sangaaaat baik. Bu haji ibu mertua yang baik, beliau menyayangi Euis, jurangan Ali juga pengganti bapak di sana, sering memastikan Euis dalam keadaan baik-baik saja. dan Euis jadi punya adik perempuan pak, Zaenab, Euis panggilnya Zen, dia sangat cantik dan baik " jujur Euis
"Lalu bagaimana suami kamu memperlakukanmu." cecar Kartono dengan wajah khawatir.
"Menikah ibadah yang berat ya pak, apalagi Euis istri kedua. Aa Pras suami yang baik." jawab Euis kembali menatap rembulan.
"Kalau Euis tidak kuat jangan dipaksakan." ucap Kartono dengan nada bergetar.
Euis menggeleng. "Apa kata tetangga jika Euis jadi janda pak?" Euis tidak tahan, matanya kini berkaca-kaca.
"Bapak tidak masalah, yang penting Euis tidak tekanan batin dan menderita." ucap Kartono memalingkan wajahnya, dadanya tiba-tiba sesak terhimpit kesedihan dan penyesalan.
Euis merebahkan kepalanya di bahu Kartono. "Maafkan Euis ya pak." lirihnya.
🌷🌷🌷
Di rumah Pras dan Haura, Green lake.
Setelah pulang dari Night Club malam itu, Haura sakit, badannya demam dan terus mengigau tidak karuan. Pras mengepalkan tangannya dan mengancing rapat gigi gerahamnya mendengar igauan Haura. Ada yang harus ia konfirmasi dengan Haura tentang igauan nya setelah perempuan itu siuman.
Hingga menjelang sore, Haura sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Wanita itu turun dari ranjang lalu mencari Pras di ruang kerjanya, ia mendekati suaminya yang duduk dengan elegan di kursi singgasananya.
"Sayang, maafin aku... Kemarin itu ulang tahun Roy, aku terlalu banyak minum." Haura bergelayut manja di punggung Pras
"Bik Sumi sudah menyiapkan makanan untukmu di bawah, makanlah dulu baru kita bicara." ucap Pras dengan wajah dingin dan datar.
"Baiklah, kebetulan aku lapar." Haura melenggang dengan indah untuk turun ke meja makan. Haura memang dikaruniai wajah cantik dan tubuhnya yang indah, tinggi semampai dan bertubuh sintal.
"Tadi non mimpi apa, dan ngigau apa, bapak sampai melempar semua barang-barang di meja rias." ucap Sumi.
Haura mengernyit, berusaha mengingat apa yang tadi ia impikan. Tiba-tiba tangannya menutup bibirnya yang menganga. Haura teramat panik. Ia lalu kembali ke kamarnya untuk mengambil sesuatu.
"Bik Sumi, tolong bawakan ini ke ruang kerja Pras." bisik Haura setelah kembali ke ruang makan.
"Tapi bapak gak minta non, bibi takut kalau masuk ruangan bapak tanpa di suruh." ucap Sumi ketakutan.
Sumi merasa curiga dengan tindak tanduk istri majikannya, karena perempuan itu tidak pernah peduli dengan suaminya, jika tiba-tiba ada inisiatif membuatkan minuman atau makanan biasanya akan terjadi hal diluar nalar.
"Udah sana, jangan bawel. Kamu aku gaji untuk membantu pekerjaanku!" bentak Haura.
"Bik Sumi, bawakan saya air putih hangat." panggil Pras di alat interkom yang tersambung di ruang dapur.
"B-baik pak." jawab Sumi dengan gugup.
Haura mengambil jus yang tadi ia buat dan sudah dibubuhkan sesuatu. Lalu ia mengganti air putih hangat untuk Sumi bawa ke atas, dengan membubuhkan sesuatu di dalamnya.
"Cepat bawa sana!" perintah Haura dengan mata melotot.
"I-ibu tidak membubuhkan racun kan? Saya takut Bu... " cicit Sumi
"Cerewet! Itu urusan saya!" bentak Haura lagi.
Dengan gemetar Sumi naik ke lantai dua di mana ruang kerja Pras berada.
"I-ini minumnya pak." Sumi menunduk saat menyerahkan minuman.
Pras yang sudah kehausan segera meminum air putih hangat yang Sumi bawakan. Setelah beberapa menit, Pras merasakan kantuk berat, hingga tubuhnya lemas tidak mampu berjalan jauh. Pras tertidur di sofa ruang kerjanya.
Haura berdiri diambang pintu dengan senyuman devil menghias wajahnya, ia menatap suaminya yang terkapar di sofa dengan hati lega.
...💐💐💐💐💐...
B e r s a m b u n g...
wajar Harris gak euis istri kedua prass....