Pernikahan Briela dan Hadwin bukanlah hubungan yang didasari oleh perasaan cinta—
Sebuah kontrak perjanjian pernikahan terpaksa Briela tanda tangani demi kelangsungan nasib perusahaannya. Briela yang dingin dan ambisius hanya memikirkan keuntungan dari balik pernikahannya. Sedangkan Hadwin berpikir, mungkin saja ini kesempatan baginya untuk bisa bersanding dengan wanita yang sejak dulu menggetarkan hatinya.
Pernikahan yang disangka akan semulus isi kontraknya, ternyata tidak semulus itu. Banyak hal terjadi di dalamnya, mulai dari ketulusan Hadwin yang lambat laun menyentil hati Briela sampai rintangan-rintangan kecil dan besar terjadi silih berganti.
Akankah benar-benar ada cinta dari pernikahan yang dipaksakan? Ataukah semuanya hanya akan tetap menjadi sebuah kontrak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERJALANAN BISNIS
Hadwin menatap lembut wajah istrinya, menunggu jawaban atas pertanyaannya.
"Jadi kau berharap sebanyak apa, Brie? Untuk target pasarnya." Hadwin mengulang pertanyaannya.
"Ini dalam rangka kau mau memperkenalkan Zoya & co pada dunia, ya?" Briela berhasil mencerna situasi. Ia hanya mengonfirmasi pada Hadwin.
Pria itu mengangguk, dan binar semangat tak luntur dari mata Hadwin. Apalagi saat melihat Briela mulai tertarik dan antusias.
"Hm, jika untuk hal itu aku berharap ledakannya benar-benar besar. Namun, semuanya di kembalikan pada Tuan Green. Sejauh mana dia bisa memasarkannya."
Hadwin tersenyum, penilaiannya tentang Briela dalam mengelola perusahaan benar adanya. Wanita itu memang berambisi tapi tidak egois, ia memastikan orang yang bekerja di bawahnya bisa secara loyal bekerja padanya tanpa memaksa. Dan pemimpin yang memiliki pemikiran seperti itu adalah pemimpin yang baik.
"Baik, saya akan melakukan pekerjaan semaksimal mungkin. Saya akan menghubungi Anda secepatnya untuk mengatur jadwal wawancara, Nyonya. Bisakah Anda memberi saya kartu nama Anda!" pinta Alex Green dengan hati-hati.
Briela berniat mengeluarkan kartu nama miliknya dari dalam tasnya namun, Hadwin menghentikannya. Pria itu sudah lebih dulu mengeluarkan sebuah kartu nama.
"Itu kartu nama milik sekertaris pribadi istriku, kau bisa menghubunginya untuk mengatur jadwal. Benar kan, Brie?"
Hadwin terlihat posesif entah karena apa, tapi Briela bisa merasakannya. Briela kadang-kadang tidak habis pikir dengan sikap Hadwin yang kadang-kadang mendominasi dan tidak mau dibantah, meskipun kalimat yang selalu keluar dari mulut pria itu selalu terdengar lembut.
Briela tersenyum kecil, lalu mengangguk sebagai tanda setuju. Dan tentu saja Hadwin lega atas hal itu.
Mereka bertiga selesai dengan berbagai hidangan seafood yang Hadwin pesan untuk makan siang. Alex Green berdiri lebih dulu, ia mengulurkan tangan.
"Senang bisa bekerja sama dengan Anda berdua." Hadwin menjabat tangan Alex lebih dulu, lalu diikuti Briela yang juga melakukan hal yang sama.
Alex Green tersenyum pada Hadwin dan Briela. "Kalian benar-benar pasangan yang sangat serasi dan sempurna," ucapnya kemudian.
Briela dan Hadwin saling bertukar pandang tidak mengerti apa maksud ucapan Alex. Selain itu, Hadwin tentu saja merasa senang akan pujian itu, ia hanya berusaha menutupinya saja.
Sorenya Briela mendapat kabar dari sekertarisnya perihal wawancara dengan Alex Green yang akan dilakukan pada hari berikutnya.
Persiapan wawancara dimulai sejak satu jam sebelum wawancara itu di mulai. Briela sudah mendapatkan rincian pertanyaan yang akan di pertanyakan saat sesi wawancara.
Wawancara yang dilakukan di kantor Briela berakhir dengan sukses. "Terimakasih atas kerjasamanya," ucap Briela pada Alex Green. Keduanya saling berjabat tangan.
Tidak butuh waktu lama setelah liputan ditayangkan Zoya & co untuk di kenal oleh dunia. Bahkan Zoya & co menjadi yang teratas dalam pencarian internet. Beberapa departemen store yang bekerjasama dengan Zoya & co menambah pasokan jumlah barang hingga dua bahkan tiga kali lipat lebih banyak.
Briela semakin sibuk dari hari ke hari, di rumah ia hanya bertemu dengan Hadwin saat jam makan saja. Selebihnya waktunya habis untuk bekerja.
Ini sudah minggu ke lima sejak liputan wawancaranya ditayangkan di berbagai media dalam naungan Infinity Solution, perusahaan Briela masih menjadi pencarian utama di internet.
Briela baru saja selesai mengambil minum di dapur ketika Hadwin pulang bekerja. Hadwin menghampiri Briela begitu ia melepas jas dan menyimpan tasnya di kamar.
"Mau makan malam apa, Brie?" tanya Hadwin pada Briela yang duduk di sofa depan televisi.
"Aku tahu kau lelah, Hadwin. Tidak perlu memasak malam ini kita pesan makanan saja!"
"Jika hanya memasak, aku masih sanggup Brie." Hadwin tersenyum kecil.
"Tidak, Hadwin jangan memasak hari ini. Oke! Aku sedang ingin makan Tom Yum dan Green curry. Aku boleh memesannya, kan?"
"Hm, baiklah kau bisa memesannya. Aku akan mandi dulu," sahut Hadwin sembari berdiri dari duduknya.
"Tunggu kau mau pesan menu yang sama atau ingin sesuatu yang lain?"
Hadwin berpikir sejenak lalu berkata. "Pesan yang sama dengan milikmu saja dan bisa sekalian tolong pesankan tiramisu sekalian?"
"Oke."
Briela memesan makanan melalui ponselnya, dan Hadwin sudah pergi mandi sejak beberapa saat lalu. Makanan datang tepat saat Hadwin keluar dari kamarnya. Rambutnya yang setengah basah menandakan ia baru saja selesai keramas.
Keduanya makan dalam diam. Entah mengapa sejak Briela sibuk dengan pekerjaannya hubungan keduanya kembali terasa canggung.
Briela menata sendoknya di atas mangkuk kotornya, mengelap bibirnya dengan selembar tisu. Ia mengamati Hadwin yang masih berusaha menghabiskan makanan miliknya yang tinggal sedikit itu.
Briela mendehem ketika Hadwin meletakkan sendoknya, pria itu sudah selesai makan.
"Aku akan melakukan perjalanan bisnis untuk tiga hari ke depan," ucap Briela memulai pembicaraan.
Alis Hadwin terangkat, "Sungguh kebetulan, Brie. Aku juga akan melakukan perjalanan bisnis tiga hari ke depan ke Paris."
"Lho? Sama." Briela menutup mulutnya setelah berteriak girang. "Ehm, jadi aku akan menghadiri Paris fashion week." Briela menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Aku juga akan menghadiri acara yang sama. Baguslah kita bisa berangkat bersama. Aku akan menambah kursi first class untukmu," ucap Hadwin.
"Tapi Stella sudah memesan tiket bisnis untukku."
"Batalkan saja! Biarkan suamimu memberikan fasilitas yang nyaman untukmu Brie."
Hadwin terlihat menelepon. Ia berbicara dalam teleponnya mengenai tiket first class, dan tidak lama setelahnya Hadwin menunjukkan nomor kursi yang sudah berhasil ia pesan.
Briela menghela napas. "Baiklah aku akan menelepon Stella perihal pembatalan tiket pesawatnya."
"Batalkan juga hotel tempatmu menginap, aku akan memesankanmu hotel yang sama denganku. Agar lebih mudah untuk pergi bersama."
Briela menatap heran pada Hadwin, belum lama sejak ia dan Hadwin saling merasa canggung. Namun hanya dengan kesamaan tujuan dinas, pria itu sudah bisa mencairkan suasana. Dan obrolan keduanya mengalir apa adanya.
Menjadi prioritas memang menyenangkan, Briela bisa menikmati perjalanan yang menyenangkan berkat Hadwin. Dan sampai di tujuan tanpa merasakan jet lag.
Briela merasa sangat bersyukur Hadwin yang menjadi suaminya, ia bisa merasakan bagaimana istri yang diratukan bersama Hadwin. Pria itu bahkan secara pribadi memesan kamar hotel untuknya.
Namun, mengapa Hadwin terlalu lama berada di depan meja resepsionis? Bukankah memesan kamar tidak akan memakan waktu selama itu. Briela menghampiri pria dengan jas hitam itu.
"Ada masalah?" tanya Briela begitu ia menangkap wajah aneh dari suaminya.
"Begini, Brie. Kau tahu aku belum sempat memesan kamar untukmu dan masalahnya hanya tinggal standart room saja."
"Tidak masalah untukku," sahut Briela.
Hadwin mengernyit, "Aku yang masalah, Brie."
Briela menatap Hadwin dengan bingung.
"Aku tidak bisa membiarkan istriku tidur di kamar standar sedangkan aku sendiri berada di suite room."
"Tapi Hadwin ... ." Belum selesai Briela berbicara terdengar deheman dari pihak resepsionis.
Kedua orang yang sibuk berargumen itu beralih fokus pada sang resepsionis.
"Kalian berdua pasangan suami istri? Bukankah masalah akan teratasi jika kalian menginap di kamar yang sama?" Resepsionis itu memberi solusi
Briela dan Hadwin saling bertukar pandang.
Dan ...
Hmm, kalian penasaran nggak akhirnya pasutri itu nginep di kamar yang sama atau nggak?
sekertaris keknya beb. ada typo.