Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Akan Kubiarkan Majikan Macam-macam
Dio si cupu adalah sering kali tersandang padaku, tapi aku tidak pernah mempermasalahkan itu, sebab bagiku wajah tak akan menjadi masalah untuk menarik cinta lawan jenis, tapi hati yang tulus dan baiklah bisa meluluhkan arti cinta yang sesungguhnya.
Flasback sebelum memergokki majikan.
Aku harus benar-benar belajar giat untuk menyetir, biar si perawan tua Dilla tak ngomel-ngomel lagi. Bagiku dia sangatlah cantik walau umur sudah kepala tiga, tapi yang tak kusuka adalah sikap dan cara bicaranya yang suka ceplas-ceplos, tidak peduli apakah yang diajak bicaranya suka atau tidak.
"Pagi, Tuan besar!" sapaku pada papa Non Dilla.
"Pagi juga, Dio," balik sapanya.
"Gimana Dilla? Gak nyusahin kamu 'kan?" tanya beliau penasaran.
"Sedikit sih, Tuan. Cuma cara bicara non Dilla saja aku tidak suka," jawab keluhanku.
Mengungapkan uneg-uneg. Beliau sangat baik dan asyik orangnya, jadi kalau mau diajak curhatpun enak.
"Kamu harus sabar menghadapi dia. Anak itu memang begitu sifatnya, tapi disebalik itu Dilla lemah lembut dan selalu welas asih," terang tuan besar.
"Iya, Tuan."
"Kamu belajarlah mobil sekarang! Aku mau pergi dulu, sebab ada urusan penting. Kesini cuma mau menengok keadaan kamu, apakah baik-baik saja atas kelakuan anakku itu," cakap beliau merasa khawatir.
Tangan beliau menepuk bahu. Sangat senang saat semuanya dipercayakan padaku.
"Aku sangat baik, Tuan. Semua bisa kuatasi, walau kadang non Dilla suka berontak. Tapi ya begitulah, kekuatan pria pasti akan selalu menang, dari pada perempuan," tuturku memberitahu.
Suka sama wajah beliau yang ceria, dan selalu mendukung penuh atas apa yabg kulakukan.
"Kamu yang sabar, aku yakin kamu akan menjaganya dengan baik. Semangat Dio," jawab beliau.
"Makasih, Tuan."
"Ok. Sudah aku pergi dulu."
"Iya."
Beliau sudah berjalan dimobil yang terparkir. Sebelum melambaikan tangan, ada sedikit pesan lagi yang dibicarakan lewat jendela kaca.
"Siap, Tuan!" jawaban antusias.
Tanganpun sudah mulai mencoba belajar menyetir mobil, yang dibantu oleh seseorang pegawai khusus belajar menyetir, dan tak butuh waktu lama aku mulai mengerti.
Saat tengah santai-santai, tangan kini mencoba membuka layar gawai canggih, untuk melihat apa yang dilakukan majikan. Dalam ruangan ada alat penyadap suara yang diam-diam kupasang juga.
"Aaah ... sial. Kenapa juga si artis itu bisa ketemuan sama non Dilla? Aku sudah berusaha mencegah kamu, tapi masih saja ngeyel ketemuan. Awas kamu, Non!" guman hati masih sibuk memegang gawai.
Tanpa pikir panjang lagi, gawai langsung saja kumatikan, dan segera berlari untuk memasuki perusahaan. Karena ingin selalu mengawasi majikan, akupun terpaksa belajar bagian-bagian disekeliling perusahan non Dilla. Dugaan ternyata benar saja, jika majikan akan nekat ketemu sama pacarnya, saat aku mulai lengah menjaga.
Ceklek, dengan tergesa-gesa aku langsung membuka pintu.
"Uhhuuk ... huuuk .... egheem ... heeem," deheman kuatku, agar mereka tak jadi berciuman.
Terlihat mereka seketika menghentikan aksinya. Dengan sorotan mata tajam majikan menatapku. Si priapun sudah mengreyitkan kening tak suka, yang sekarang aku berusaha menghampiri mereka dengan sikap biasa-biasa saja. Bagaikan orang penting tangan masuk ke dua kantong saku.
"Kamu itu ngapain sih masuk tiba-tiba, Dio!" Kekesalan non Dilla bertanya.
"Memang ngak boleh? Kamu adalah tanggung jawabku dan harus selalu dijaga, jadi jangan bilang aku tidak boleh datang kesini," balik jawabku tak suka.
"Siapa dia, Dilla? Berani-beraninya sudah bersikap tidak sopan padamu?" tanya si artis.
"Dia itu yang ku panggil-! Itu ... tuh, yang semalam itu lho, Reyhan." Non Dilla, seperti takut mengungkap siapa diriku.
Mungkin karena sempat memanggil orang gila jadi tidak berani melajutkan.
"Ooh, aku paham," Si artis seperti paham benar diriku.
Mata si artis Reyhan kelihatan tak suka sekali, dan aku hanya pura-pura acuh tak tahu saja. Banyak data yang harus kubaca dan mencoba menyelidikinya.
Sebab tak ingin ada hal yang lebih mengacaukan, kini kudekati majikan dan berusaha menarik tangannya.
"Ke sini kamu, Non!" tarikku paksa.
"Aaa ... sakit Dio," keluh.
"Lepaskan dia! Kamu cepatlah pergi dari sini. Dasar ngak ada otak, menganggu kami saja," Perintah si artis Reyhan kelihatan kesal dan marah.
"Kenapa aku harus melepaskan dia? Non Dilla adalah tanggung jawabku, jadi kamu tidak usah ikut campur. Yang seharusnya pergi itu adalah kamu," balik jawabku emosi.
"Kamu!" Kemarahan Reyhan sudah memajukan langkah kearahku.
Tanpa menyangka, si artis Reyhan sudah mengayunkan tangannya untuk memukul, dan untung saja akupun sigap mengetahuinya, sehingga tangan yang terayun dapat kuhindari dengan cara mengeser kepala sedikit. Tanganku secara cekatan menangkap tangan si Reyhan, dan langsung memelintirnya menekuk kearah belakang.
"Aaaa," Suara si Reyhan kesakitan.
"Kamu jangan macam-macam sama diriku," gertak dengan menekan kuat tangan Reyhan.
"Sakit ... aaa. Lepaskan aku! Dasar gila."
"Lepaskan Reyhan. Bhuuug ... bhuugh, lepaskan dia, Dio!" suruh majikan, dengan terus menerus memukul lenganku.
Akupun tak menghiraukan permintaan mereka.
"Jangan harap."
Tangan kiri terus memegang tangan non Dilla, sedangkan yang kanan masih sibuk memelintir tangan si artis Reyhan.
"Lepaskan dia ngak!" ancam Non Dilla.
"Aku akan lepaskan, jika dia mau berjanji akan segera pergi dari sini," tawarku.
"Dasar pengawal kurang kerjaan. Cepat lepaskan dia, ceeeet!"
Majikan terus membela dan sekarang sudah berani mengigit tanganku secara kuat.
"Aaaaa. Sakit perawan tua," ujarku sudah mringis menahan sakit.
"Aaaaa ... lepaskan," Suara Reyhan kesakitan, saat reaksiku sakit digigit tanpa sengaja tangannya kutekan lebih kuat lagi.
"Heeh ... ayo, Dio. Lepaskan Reyhan, cepat Dio!" rengek majikan memohon.
Suara rengekkan majikan berkali-kali terdengar menyebalkan, sehingga akupun secara rela melepaskan si artis Reyhan, dengan mendorong kuat agar sedikit menjauh dariku.
"Sekarang pergilah dari sini, atau aku akan berbuat lebih dari ini! Dan ingatlah, Non Dilla tidak boleh disentuh oleh siapapun sebelum minta izin padaku, mengerti? Cepetan pergi sana!" bentakku kuat, sehingga kelihatan Reyhan menciut ketakutan.
Mungkin karena takut aku akan berbuat kasar lagi, tanpa banyak perlawanan lagi dari si artis, dia sudah melenggang pergi begitu saja.
"Aaah ... kamu ngeselin banget sih Dio!" rajuknya yang kini melenggang duduk disofa.
Kedua tangan bersedekap dengan mulut begitu mengerucut.
"Aku harus tega memisahkan kamu, sebab aku tidak mau kamu itu kenapa-napa, paham!" ucapku mencoba menjelaskan.
"Tapi cara kamu menyuruhnya pergi itu begitu kejam," Majikan masih memasang wajah cemberut.
"Tidak salah, sebab dia bandel tidak mau pergi, paham."
"Aku tuh sudah lama tak ketemu dia, jadi apa salahnya jika kami saling melepaskan rindu untuk ketemuan," Suara manja majikan.
"Ketemu sih ketemu, tapi ngak juga harus berbuat mesum dikantor sendiri! Apa tidak malu jika nanti ada karyawan lain masuk," cakapku mencoba meluruskan.
"Maksud kamu apa? Siapa juga yang berbuat mesum. Pikiran kamu saja yang kotor, menyangka aku bakalan kayak gituan. Sudah sepuluh tahun aku berpacaran dengan dia, tapi aku gak akan seceroboh itu menyerahkan kegadisanku," jawabnya tak mau kalah berdebat.
"Lah, lalu tadi yang ciuman dikantor itu apa, kalau tidak mesum? Aku percaya kamu bisa menjaga kesucian kamu, tapi apakah dengan cara saling kayak gituan tadi, tidak akan menimbulkan gairah sesuatu? Dan pasti ujung-ujungnya akan membawa nafsu, dan kamu sendiri yang akan rugi nantinya," tuturku berucap.
"Aaah ... kamu itu memang ngeselin, susah kalau ngomong sama orang yang tak pernah jatuh cinta, bawaannya selalu sok suci saja. Terserah kamu, pokoknya aku hari ini tidak mau ngomong sama kamu lagi, titik!" Suaranya yang kian merajuk, diiringi mata majikan sudah mulai mengeluarkan airmata.
Rasanya jadi serba salah juga, mencegahnya untuk bertemu pujaan hati. Tapi mau gimana lagi! Sebab aku memang ditugaskan berkerja untuk menjauhkan non Dilla dari siapapun termasuk kekasihnya. Berkali-kali kuusap tengkuk, sebab sudah bingung bagaimana cara meredakan tangisannya yang kian memilukan.
"Heeh ... apa yang harus kulakukan sekarang? Sepertinya majikan benar-benar marah betulan. Masak gara-gara dicegah pacaran dikantor, sampai segitunya merajuk."
Kami sering berpapasan, namun majikan mengacuhkanku bagaikan orang yang tidak dikenalinya.
"Ternyata tak enak juga didiamkan majikan sendiri. Aku harus cari cara supaya non Dilla bisa memaafkan aku lagi," guman hati mencoba mencari cara untuk meminta maaf.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️