Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : Tak ada jalan lain
Sepanjang hari itu Ayu terus termenung meratapi nasib yang harus menimpanya.
Bolehkah Ayu merasa bahwa dia dilecehkan oleh keluarga Yasa? Mereka memerlukan keturunan untuk meneruskan garis keluarga yang sayangnya tak bisa terpenuhi oleh sang menantu.
Ayu mendesah lirih, berbagai bayangan silih berganti memenuhi kepalanya. Dia tak mungkin menginginkan jalur itu, menjadi istri kedua bukanlah impiannya selama ini.
"Ibu tahu ini berat buat kamu, Yu!" Ratih duduk di sebelah anak perempuannya yang murung sejak mereka memberitahukan maksud kedatangan Juragan Yasa kemarin.
"Ayu harus bagaimana ya, Bu? Terus terang Ayu nggak mau dipoligami!" Ayu meraup wajahnya dengan kasar.
"Mungkin ini udah jalan kamu, Nduk!" ucap Ratih lirih.
"Menjadi istri kedua itu bukan takdir, Bu! Apalagi Ayu dipaksa harus menuruti keinginan mereka. Ayu tahu kalau Ayu menolak pasti Juragan Yasa akan menekan Ibu dan Bapak untuk melunasi utang ke mereka! Ya Tuhan, kenapa Puspa menerima begitu saja rencana ini? Harusnya dia melawan, apalagi dia juga bukan dari keluarga miskin yang pendapatnya bahkan nggak mungkin didengar oleh orang-orang kaya itu!" Ayu dengan emosi meluapkan segala rasa yang ada di dalam dadanya sana.
"Kamu boleh menentukan sikap, Nduk! Bapak dan Ibu siap melunasi hutang kami ke mereka, bila perlu rumah ini biar saja kalau mau diambil mereka untuk jaminan!" Sena yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka dari dalam kamar akhirnya memutuskan keluar.
Ayu menatap bapaknya dengan sorot terluka. Bukankah dia egois kalau dia tetap menolak pinangan itu dan akhirnya keluarganya menjadi gelandangan di luar sana.
Apalagi Ardi juga masih memerlukan banyak biaya untuk sekolahnya, kalau Ayu menolak dan mereka dilempar keluar dari rumah itu dan menjadi pengangguran lalu bagaimana nasib mereka selanjutnya?
"Kayaknya Ayu memang harus menerima lamaran itu, Pak! Mungkin itu jalan satu-satunya yang terbaik yang bisa Ayu lakukan untuk Bapak dan Ibu juga Ardi!"
"Jangan dipaksa, Nduk! Bapak sebenarnya juga nggak rela kamu jadi yang kedua, selain memikirkan perasaan kamu, Bapak juga memikirkan perasaan Den Puspa!"
"Terima kasih, Pak, terima kasih, Bu!" Ayu memeluk kedua orang tuanya dengan rasa syukur yang tiada taranya.
Keesokan harinya Yasa dan asistennya kembali menyambangi rumah Sena untuk meminta jawaban atas pinangannya dua hari yang lalu.
Kali ini Ayu ikut mendampingi kedua orang tuanya untuk berbicara dengan Yasa.
"Gimana Pak Sena, apakah saya sudah bisa mendengar jawaban dari keluarga Bapak atas pinangan saya dua hari yang lalu?" tanya Yasa langsung ke topik pembahasan.
"Begini Juragan Yasa, kami sangat bersyukur karena anak perempuan kami Ayu ini dilamar oleh Juragan Yasa, tapi sebelumnya kami mohon maaf karena dengan sangat berat hati kami belum bisa memenuhi pinangan Juragan!" jawab Sena dengan nada sopan dan lembut.
Yasa tertawa dengan suara keras. "Sudah aku duga jawaban keluarga miskin ini seperti itu, tapi nggak papa kalian memang berhak menolak pinangan saya itu. Karena sekarang kita bukan calon besan lagi, detik ini juga saya minta kalian membayar utang kalian kepada saya sebesar lima puluh juta!"
Ayu terperanjat. "Bukankah utang kedua orang tua saya hanya dua belas juta juragan, kenapa sekarang bisa membengkak sebesar itu?" tanya Ayu.
"Kamu pikir saya dinas sosial yang dengan sukarela meminjamkan uang tanpa bunga?" Yasa mengejek keberanian Ayu yang mengkonfrontasi dirinya secara langsung.
"Tapi ini nggak adil Juragan!" jerit Ayu membuat Ratih dan Sena kaget karena keberanian anak gadisnya itu.
"Keadilan apa yang sedang kamu pertanyakan itu, Yu? Di sini, di tanah ini, keadilan itu milik saya, kamu ataupun orang lain tak ada yang boleh menentang keadilan saya!" bentak Yasa dengan suara menggelegar.
"Juragan, tolong beri kami waktu untuk melunasi hutang kami!" Sena dan Ratih pun rela bersimpuh di hadapan Yasa untuk meminta kemurahan hati pria setengah abad itu.
"Lunasi sekarang atau kalian membusuk di penjara!" ancam Yasa dengan suara tenang namun tegas.
Sena dan Ratih pun mendadak kelu. Ayu marah melihat kedua orang tuanya sampai berlutut seperti itu di depan Yasa tapi Ayu juga tak bisa berbuat banyak.
Ayu menundukkan kepalanya dalam, hatinya sakit saat dia tak menemukan jalan lain selain menerima pinangan itu.
"Saya bersedia menikah dengan Den Surya!" ucap Ayu dengan air mata yang jatuh membasahi pipinya.
Sena dan Ratih menatap Ayu seksama. "Nduk... " Sena menggigil pelan.
"Ndak papa, Pak! Kalau memang ini takdir yang harus Ayu jalani Ayu ikhlas!" Ayu menggenggam tangan kokoh yang sudah berkeriput dengan lembut.
"Angel! Di kasih hidup lebih mapan kok mau menolak, padahal di luaran sana pasti banyak yang bakalan langsung menerima lamaranku detik itu juga. Lagian anak perempuan kamu ini juga nggak cantik-cantik amat, mau jual mahal segala. Kalau bukan Puspa yang memilih kamu nggak mungkin sudi aku punya menantu kedua seperti Ayu gini!"
Setelah mengucapkan omelan panjang yang isinya sangat menyakitkan bagi Ayu dan keluarganya itu, Yasa pun bersiap meninggalkan rumah itu.
"Ayo kita pulang!" ajak Yasa kepada asistennya.
Saat Yasa meninggalkan rumah itu, tubuh Ayu pun lunglai dan matanya berkaca-kaca. Menjadi orang miskin memang tak menyenangkan karena cepat atau lambat akan ada orang yang akan merendahkan mereka.
Perempuan seperti Ayu itu seringkali tak memiliki pilihan selain memilih jalan yang bukan merupakan jalan yang dia mau.
***
Puspa berjalan hilir mudik sambil menanti sang mertua kembali dari rumah Ayu.
Puspa merasakan kekhawatiran yang luar biasa tatkala ia mendengar keluarga Ayu meminta waktu untuk menjawab pinangan mertuanya.
Puspa merasa bahwa Ayulah yang pantas menjadi madunya di samping karena Ayu anaknya orang tak mampu yang Puspa yakin tak akan menyulitkannya nanti, Puspa juga merasa Ayu memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Bukankah penelitian sudah membuktikan bahwa kecerdasan seorang anak itu menurun dari kecerdasan ibunya bukan? Jadi Puspa tak ingin anak suaminya dan anak madunya nanti bodoh.
"Mas, Bapak kok belum pulang-pulang ya?" tanya Puspa kepada suaminya yang sedang mengerjakan laporan keuangan pabrik teh milik keluarganya.
"Sabar, nanti juga bakalan pulang!" ucap pria tampan berusia dua puluh delapan tahun itu.
"Aku deg-degan!" ucap Puspa membuat Surya menatapnya intens.
"Aku rasa kita batalkan saja rencana kita itu, Yang! Aku nggak mau menyakiti kamu!" Surya berdiri dan memeluk Puspa dengan lembut.
Surya sangat mencintai Puspa dan dia tak ingin menyakitinya dengan menikah lagi dengan Ayu atau dengan perempuan manapun.
"Tapi kita harus punya keturunan, Mas! Aku nggak mau bikin Bapak dan Ibu kecewa!" Puspa menggeleng dan menyurukkan kepalanya ke dada bidang itu.
"Rumah tangga ini milik kita, Yang! Bapak atau Ibu nggak punya hak untuk menyuruh kita melakukan ini dan itu!" bujuk Surya lagi.
"Tapi kamu anak satu-satunya Bapak, Ya! Kamu harus memberikan keturunan untuk mewarisi semua harta ini!" Yasa tiba-tiba muncul menginstrupsi kemesraan keduanya.
"Tapi Surya keberatan, Pak!"