Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertengkar
Ruangan di tempat Gilang berada saat ini terasa seperti panas, Gilang seperti mempunyai firasat bahwa kedua orang tuanya mengetahui permasalahan dirinya, bahkan akan mencoreng muka mereka sebagai orang tua.
Gilang mencoba mengolah kata-kata yang akan disampaikan sehalus mungkin, Gilang pun mulai membuka pembicaraan..
"Pi, Mi .. Sebelumnya aku minta maaf karena aku baru mau berterus terang dengan papi juga mami sekarang ini.. "ujar Gilang dengan suara serak.
"Mi, dulu.. ketika semester 8 aku pernah pacaran sama gadis masih satu kampus tapi kita beda fakultas, dia orang biasa bukan seperti Devi yang anak orang kaya.. Mii, kita berdua waktu itu memang dekat sekali mmmm.. sampai akhirnya dia hamil sama aku Mi, saat itu aku nggak mau menikahi dia, kami putus hubungan setelah itu dan dia masih dalam keadaan hamil sampai terakhir aku dapat kabar dia sudah melahirkan bayi perempuan... MAAFIN AKU MI, PI aku bukan anak yang baik, dan aku juga bukan papa yang baik.. "ujar Gilang sambil berjongkok, sujud di kedua kaki mami dan papinya, dan tanpa disadari air mata Gilang pun keluar.
"Maafkan Gilang Mi, Pi.. "ujar Gilang sambil terus mencium telapak kaki maminya.
"Siapa nama gadis itu Gilang?" tanya pak Bagja.
"Namanya Arin Pi... dan menurut info yang aku dengar dia sekarang dosen ASN DIKTI di kampus kami berdua dulu Pi, dia juga S2.. Aku memang pilih Devi buat jadi istriku, tapi aku juga merindukan anak perempuanku dari Arin, aku kalut.. Aku bingung Pi harus bagaimana.. "ujar Gilang.
Pak Bagja tampak berpikir tapi tanpa kata-kata lagi dari mulutnya, sedangkan Mami Leni sedang mengelus-elus dadanya..
Memang mungkin di mata orang tuanya Gilang termasuk anak yang bandel, urakan atau anak yang terlalu di manja.
Lalu kemudian Gilang mulai bicara lagi dengan orang tuanya,
"Pi, Arin itu Cum Laude.. dia pintar, dia lulus cepat, nggak seperti aku terlambat" ujar Gilang sambil menunduk.
"Nak, apa kamu sudah menemui kedua orang tua Arin untuk minta maaf?" tanya Pak Bagja.
"Belum Pi.. "ujar Gilang sambil menggelengkan kepalanya.
"Saat itu sejak kami putus aku meninggalkan dia begitu saja.. pantas Arin sekarang ini benci dengan aku Pi, AKU BERDOSA SEKALI PI, aku sedih sekali..." ujar Gilang.
"Oh ya Pi, Papi mau lihat anak aku.. Mami juga mau lihat?" tanya Gilang, kedua orang tuanya pun mengangguk.
Lalu Gilang pun memperlihatkan foto-foto dan juga video singkat anaknya.
"Lucu ya Pi, Mi.. dia cantikkan?" ujar Gilang. "Dia persis mirip sekali dengan kamu nak.." ujar Mami Leni yang mendadak ceria melihat wajah cucunya.
"Dia sekarang kelas 1 SD Pi, Mi.. namanya Alina, aku nggak tau dimana sekolahnya tapi aku percaya Arin pasti memberikan yang terbaik" ujar Gilang.
"Kamu sudah menafkahi anak kamu Gil?" ujar Mami Leni, Gilang hanya menggeleng.
"Aku pastinya mau menafkahi anak aku sendiri Mi juga Arin, tapi Arin begitu sulit diajak berdiskusi baik-baik, Arin benci aku sekali Mi.. dan sementara sekarang ini aku berharap Devi hamil tapi sampai saat ini dia belum juga hamil.." ujar Gilang.
"Mm, jangan-jangan Devi itu mandul, apa sudah kamu bawa Devi ke dokter kandungan atau dokter Obgyn yang bagus nak?" tanya Mami Leni. Aku pun mengangguk.
"Mm, siapa tadi nama anak kamu Gil?" tanya Pak Bagja. "Namanya Alina Putri Pi.. "ujar Gilang. Pak Bagja mengangguk.
"Nama yang bagus.. "ujar pak Bagja.
"Kamu coba kunjungi orang tua Arin Lang.. Minta maaf pada mereka" ujar pak Bagja.
"Gilang ngerti Pi, tapi aku nggak tahu dimana rumah orang tuanya" ujar Gilang.
"Ya coba cari tahu dong, kamu harus bijaksana kamu sudah merugikan anak orang lain Gilang, paham?" ujar pak Bagja.
Gilang pun tertunduk, Gilang mengakui keegoisan dalam dirinya saat dulu yang tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Arin, dan ini semua adalah pembalasan atas perbuatannya sendiri.
"Dimana rumah Arin sekarang Lang? "tanya pak Bagja papinya.
"Di Bandung Pi, di kotanya dia sudah bisa beli rumah sendiri dan dia juga sudah punya kendaraan sendiri, tapi aku nggak punya nomor ponselnya, dia nggak kasih aku kesempatan sedikitpun.. "ujar Gilang.
Pak Bagja hanya mengangguk.
"Mami pingin ketemu cucu mami Lang, ngerti kamu?" ujar Mami Leni.
"Aku ngerti Mi, tapi cara mendekati Arin Mi yang sulit sekali dia sudah nggak mau ketemu aku lagi" ujar Gilang.
"Ya wajar Arin bersikap begitu, la wong kamunya kurang ajar!" ujar pak Bagja tanpa ekspresi.
"Aku berterus terang semua ini sama Papi Mami karena aku bersalah dengan Arin dan keluarganya," ujar Gilang.
"Gilang, waktu kamu sadar berbuat hal itu dengan Arin lantas kenapa kamu pacaran lagi dengan Devi?" tanya pak Bagja.
"Aku pilih Devi karena dia anak orang kaya Pi, dia juga cantik sama seperti Arin mungkin saat itu aku nggak berpikir bahwa Arin jauh lebih baik dari Devi sekarang.. dan aku harus terima konsekuensinya seperti ini" ujar Gilang.
Pak Bagja dan istrinya pun termenung, menatap lama Gilang putra mereka.
Mereka tidak bisa berbuat banyak atas kesalahan fatal yang dibuat oleh Gilang,
"Seandainya saja Arin masih mencintaiku, aku akan ceraikan si Devi yang mandul itu dan menikah dengan Arin.. tapi kondisinya sekarang ini berbalik, Arin yang aku kenal begitu lugu dulu sekarang berubah.. dia seperti punya nyali, punya keberanian untuk menolakku bahkan juga mengusirku seperti kejadian kemarin.. ya sudahlah mungkin ini bagian dari nasibku, aku harus terima ini" gumam Gilang.
Gilang pun lalu berpamitan pulang kepada kedua orang tuanya, ada perasaan sedikit lega karena dia sudah berani terbuka kepada mereka.
Tiba di rumah Gilang tampak lesu, pikirannya kacau, perasaannya tidak menentu, bayangan anak gadisnya terus menghantui..
"Alina membuatku benar-benar Gila, senyumannya, aku nggak pernah menyangka dia begitu cantik.. ya ya seperti Arin ibunya" gumam Gilang sambil duduk melamun di ruang tengah rumahnya.
"Aak, anterin aku ke supermarket dong.." ujar Devi tanpa melihat kondisi Gilang yang sedang kacau dan capek.
"Entar ya Dev, gue masih capek sekarang.."ujar Gilang sambil minum air dinginnya.
"Ooh, ya udahlah kalo nggak bisa aku mau naik ojeg aja!" ujar Devi ngambek. Gilang hanya menggelengkan kepala melihat sikap Devi yang menurutnya seperti anak kecil.
"Sabar ya Dev, bukan gue nggak bisa anterin elo, gue cuma pingin lurusin kaki aja sebentar nggak lama kok sayang.." ujar Gilang.
Devi pun terdiam.
Tak lama setelah Gilang merasa sedikit rileks Gilang pergi mengantar Devi ke supermarket untuk belanja bulanan, dan merekapun tiba di supermarket..
"Mm, itu seperti ada coklat juga permen lucu kemasannya aku jadi ingat Alina.. pasti dia suka dengan itu, ingat senyuman anakku" gumam Gilang memperhatikan rak coklat di sudut lorong supermarket.
"Kenapa diam aja di situ, kalau mau coklat ya beli aja!!" ujar Devi mengomel nggak jelas. Gilang pun hanya menggelengkan kepala.
Lalu Gilang mengambil coklat dan permen yang dilihatnya tadi dan terus mendorong troli belanjanya menemani Devi, setelah membayar semuanya mereka pun kembali ke rumah.
Setibanya di rumah Gilang langsung menuju kamarnya dan rebahan di kasur,
"Ak, kenapa sih belakangan ini aku perhatikan kamu banyak diam?" tanya Devi.
"Mm, begitu ya? Gue nggak apa-apa kok cuma kemarin itu ada sedikit yang ganggu pikiran gue aja dan gue sendiri nggak tahu harus gimana.." ujar Gilang.
"Apa yang ganggu pikiran aak?, mungkin sebagai istri aku bisa coba bantu?" ujar Devi mendekat ke arah Gilang.
"Papi, Mami .. mereka pingin cepat-cepat punya cucu, dan gue nggak ngerti harus bilang apa" ujar Gilang menatap Devi lembut.
"Oh gitu, iya aku ngerti, kita buat cucu untuk mereka malam ini ya sayang.. kita coba lagi aku siap kok, "ujar Devi tanpa memikirkan kondisi Gilang yang sedang ruwet dan capek.
"Dev, gue tuh capek banget.. gue baru balik dari Bandung nyetir sendiri balik lagi Jakarta terus ke rumah Papi dan barusan tadi gue baru selesai anterin elo ke supermarket terus balik lagi ke rumah, apa elo pikir itu nggak butuh tenaga hah? Coba deh elo pikir sendiri.. "ujar Gilang tanpa ekspresi.
Devi pun terdiam, tidak berkata-kata lagi.. kemudian Gilang pun melanjutkan istirahatnya berusaha memejamkan matanya.
Saat ini Gilang tidak betul-betul tertidur, Gilang seperti berada di antara pikirannya yang mengawang tinggi memikirkan putrinya yang cantik.. juga mengingat jelas waja Arin perempuan yang pernah disakitinya,
Di saat pura-pura tidur tampak Devi kembali ke kamar, mengambil dan berusaha membuka ponsel milik Gilang.. Devi seperti kesulitan membuka password ponsel Gilang, dan Gilang pun terbangun melihat itu..
"Ngapain Dev elo pegang hp gue?, nggak bisa buka password ya?" ujar Gilang emosi menatap Devi.
"Ak, aku cuma mau nonton youtube aja di hp ini, cuma itu kok nggak boleh?" jawab Devi santai.
"Nonton Youtube?, emang nggak bisa pakai hp elo sendiri aja hah? atau alasan lagi hp lowbat?" ujar Gilang yang langsung merebut lagi Hpnya dari tangan Devi yang pasti nangis setelah ini.
Devi pun akhirnya menangis, dan seolah dialah yang paling tersakiti padahal sikap dialah yang keterlaluan menurut Gilang.
Sambil Devi masih menangis..
"Kenapa sih aku nggak boleh pinjam Hpnya?, apa ada sesuatu yang aak sembunyikan? atau aak mulai selingkuh karena aku nggak bisa hamil huhuhuuuuuu.. ayo ak jawaaab...!" teriak Devi di kamar itu.
"Gue lagi capek banget Dev, gue juga capek liat sikap elo kayak gini.. Hp itu barang yang sangat privasi, gue mau tanya apa pernah gue pinjam Hp elo yang lebih bagus dari Hp gue.. NGGAK PERNAH!!, kenapa? karena gue tahu Hp itu barang yang privasi!, ngerti elo sekarang??" ujar Gilang emosi yang meluap dan segera mengganti passwordnya.
Devi terus terusan menangis tanpa sedikitpun merasa dia salah, dan tidak memahami Gilang suaminya yang merasa tersiksa menikah dengannya, Devi yang dulu cantik dan pernah berjanji akan memberinya keturunan.. tapi setelah beberapa tahun Devi tidak pernah hamil.
"Pokoknya aku nggak rela ak, aku nggak RELA! Aak selingkuh! Aak jahat!" ujar Devi berteriak teriak di kamar itu.
Gilang tidak membalas perkataan Devi, tidak membalas kata-katanya sedikitpun.. Gilang sudah terlalu capek dengan sikap dan sifat Devi selama ini. Lalu Gilang mematikan Hpnya dan mencoba menenangkan dirinya kembali.
Sementara Devi terlihat mengomel semalaman tanpa jeda seperti perempuan sinting dengan ucapan-ucapan kasar berharap Gilang merespon sikapnya.. tapi Gilang sama sekali tidak tertarik untuk menanggapinya.
Malam itu Gilang mencoba beristirahat, karena besok harus bekerja kembali.