Ye Fan, pemuda 15 tahun dari Klan Ye—klan kelas tiga di Kota Pelangi—dikenal sebagai anak ajaib dalam seni pedang. Namun hidupnya hancur ketika klannya diserang oleh puluhan pendekar tingkat ahli yang mengincar pusaka mereka, Pedang Giok Langit.
Seluruh klan terbantai. Hanya Ye Fan yang selamat.
Dengan luka di jiwanya dan kemarahan yang membakar hatinya, ia bersumpah untuk menjadi lebih kuat, merebut kembali Pedang Giok Langit, dan membalaskan dendam Klan Ye yang telah musnah.
Ikuti perjalanan Ye Fan di PENDEKAR PEDANG Halilintar!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Warisan dan Perbekalan Terakhir
Ye Fan tetap meringkuk, menggigil di bawah akar pohon tua itu. Dinginnya embun malam bercampur dengan panasnya api yang masih membakar puing-puing Klan Ye. Suara dentingan pedang dan teriakan telah lama mereda, meninggalkan keheningan yang jauh lebih menakutkan—keheningan kematian.
Pikiran Ye Fan kalut, berputar-putar seperti angin puyuh. Matanya yang merah dan bengkak menatap ke kejauhan. Siapa mereka? Kenapa mereka sekuat itu?
Gumaman pahit keluar dari bibirnya yang kering, mengurai struktur kekuatan yang selama ini ia kenal, kini terasa begitu kecil dan rapuh.
Mereka … mereka semua berada di tingkat Pendekar Ahli, pikirnya, mengingat kecepatan dan Tenaga Dalam musuh. Bahkan, setidaknya ada lima orang di tahap Ahli Puncak. Ayah, seorang Ahli Menengah, tidak mungkin menang.
Ye Fan mengingat kembali pelajaran bela diri dari tetua klan, informasi yang kini menjadi pedoman untuk perjalanannya yang tak terhindarkan. Dunia persilatan terbagi dalam delapan tingkatan utama, delapan Ranah Pendekar, yang masing-masingnya terbagi lagi menjadi tiga tahap: Awal, Menengah, dan Puncak.
Delapan Ranah Pendekar itu adalah:
Pendekar Murid (Disciple)
Pendekar Perunggu (Bronze)
Pendekar Perak (Silver)
Pendekar Emas (Gold)
Pendekar Ahli (Expert)
Pendekar Naga (Dragon)
Pendekar Suci (Sacred)
Pendekar Dewa (God)
Pada usia lima belas tahun, Ye Fan yang berada di Pendekar Perak Tahap Menengah sudah dianggap keajaiban di Kota Pelangi. Namun, di hadapan dua puluh Pendekar Ahli, kekuatannya hanyalah lelucon yang menyedihkan. Pendekar Ahli berada dua ranah penuh di atasnya. Kekuatan itu adalah jarak antara surga dan neraka.
Air mata Ye Fan mengering, digantikan oleh pertanyaan yang menusuk: Mengapa Klan Ye, yang dikenal dengan para Ahli Pedang berbakat, tidak pernah diserang sekejam ini sebelumnya?
Jawabannya muncul, membawa rasa pahit dan kesedihan mendalam.
Itu karena Leluhur Klan Ye.
Klan Ye sebelumnya dilindungi oleh kehadiran Leluhur mereka, seorang sosok yang menakutkan di wilayah tersebut. Leluhur Ye adalah seorang Pendekar yang telah mencapai Ranah Naga Awal, sebuah kekuatan yang cukup untuk membuat sekte-sekte kelas satu pun berpikir dua kali sebelum mencari masalah. Ranah Naga—hanya satu tingkat di atas Ranah Ahli—sudah mewakili kekuatan yang dapat mendominasi sebuah wilayah.
Namun, usia Leluhur tak bisa dibohongi.
Beberapa bulan lalu, terjadi upaya pencurian yang gagal terhadap Pedang Giok Langit oleh beberapa Pendekar Ahli. Leluhur Ye berhasil mengusir mereka, tetapi dalam prosesnya, Leluhur terluka parah. Karena usianya yang sudah sangat tua, penyembuhan menjadi lambat. Kabar tentang Leluhur Klan Ye yang sakit parah dan hampir mencapai akhir usianya mulai tersebar melalui desas-desus di dunia persilatan bawah.
Itulah pemicu utamanya. Klan Ye hanyalah klan kelas tiga biasa; pusaka Tingkat Legendaris seperti Pedang Giok Langit hanya bisa mereka pertahankan selama Leluhur mereka berdiri tegak. Begitu kabar kelemahan menyebar, sekumpulan serigala jahat langsung menyerbu. Mereka tahu, jika Leluhur Klan Ye itu lumpuh, maka Klan Ye tidak memiliki perlawanan.
Kemarahan menggelegak di dada Ye Fan. Bukan hanya dendam, tetapi rasa pengkhianatan terhadap dunia.
Ye Fan menunggu hingga fajar menyingsing, ketika langit mulai berubah abu-abu dan api telah mereda menjadi asap. Dengan langkah gemetar, ia merangkak keluar dari persembunyiannya. Ia harus melihat, ia harus tahu.
Ia pertama kali mencari ibunya, Xuan Yi. Ia mengikuti jejak kaki yang samar ke arah hutan yang lebih dalam, tempat ia mendengar teriakan terakhir. Di bawah pohon pinus yang hangus, ia menemukan ibunya. Tubuh Xuan Yi terbaring tak bernyawa, dadanya dihiasi luka pedang fatal. Wajahnya damai, seolah ia telah menyelesaikan tugas terpenting dalam hidupnya: memastikan Ye Fan selamat.
Ye Fan berlutut, memeluk tubuh ibunya yang dingin, air mata yang sudah habis kini mengalir lagi, deras. Ia menangis tanpa suara, hanya isak tangis yang tertahan yang mengguncang tubuhnya.
Setelah ia berhasil memaksa dirinya melepaskan tubuh ibunya, ia kembali ke reruntuhan klan. Pemandangan di sana mengerikan. Mayat-mayat berserakan, murid-murid klan, tetua, semuanya terbaring kaku. Di tengah puing-puing, ia menemukan ayahnya, Ye Zhang, tewas dengan Pedang Giok Langit telah direbut dari tangannya.
Duka yang tak tertahankan itu kini berubah menjadi kekosongan yang dingin.
Dengan kekuatan yang tersisa dari tubuhnya yang lelah, Ye Fan mulai bekerja. Ia tidak bisa meninggalkan mereka tergeletak begitu saja. Di halaman belakang kediaman utama, tempat dulu ia berlatih jurus pedang, Ye Fan menggali tanah. Ia menggunakan sekop yang ia temukan dari gudang yang tidak terbakar.
Satu per satu, ia mengangkut dan menguburkan mereka. Ia menguburkan para tetua, para murid, dan akhirnya, ia meletakkan tubuh kedua orang tuanya, Ye Zhang dan Xuan Yi, bersebelahan di lubang kubur yang paling besar dan dalam. Ia bekerja tanpa henti, dari pagi hingga matahari tepat berada di atas kepala, hingga siang hari tiba.
Ketika gundukan tanah terakhir terbentuk, Ye Fan terduduk di samping gundukan itu, tubuhnya penuh lumpur dan darah kering.
Ia menundukkan kepalanya, suaranya parau, namun janji yang ia ucapkan begitu kuat hingga mengguncang jiwa:
"Ayah ... Ibu ... Kalian mengorbankan segalanya untukku. Mulai hari ini, aku, Ye Fan, bukan lagi anak berbakat Klan Ye. Aku adalah iblis yang hidup hanya untuk satu tujuan."
Ye Fan memejamkan mata, wajahnya keras.
"Aku bersumpah demi langit dan bumi. Aku akan menembus semua delapan Ranah Pendekar. Aku akan menemukan para pendekar Jubah Hitam itu, siapa pun di belakang mereka. Dan aku akan membawa kembali Pedang Giok Langit."
Aku akan membalas dendam atas kehancuran Klan Ye! Aku akan membunuh mereka semua!
...
Setelah menguburkan keluarganya dan mengucapkan sumpah balas dendam, Ye Fan memaksa tubuhnya yang sakit untuk bangkit. Masih ada satu tugas yang harus ia selesaikan sebelum meninggalkan tempat ini selamanya: mengumpulkan perbekalan.
Ia kembali menuju reruntuhan kediaman utama, mencari jalur rahasia menuju Ruang Harta bawah tanah Klan Ye. Ye Fan tahu letaknya, karena sebagai putra Kepala Klan, ia pernah diperlihatkan jalur itu oleh ayahnya. Ruangan itu dirancang agar tahan api dan tersembunyi jauh di bawah fondasi batu.
Sebelum menguburkan Ye Zhang, Ye Fan telah mengambil cincin sederhana yang melingkar di jari ayahnya. Cincin itu adalah kunci ke ruangan harta, sekaligus—yang lebih penting—sebuah Cincin Ruang yang sangat berharga. Klan Ye hanya mampu memiliki satu, dan cincin itu hanya bisa diakses oleh Kepala Klan.
Dengan hati-hati, Ye Fan menemukan lempengan batu yang berfungsi sebagai pintu rahasia. Ia meletakkan cincin ayahnya di sebuah celah tersembunyi, dan seketika, lempengan batu itu bergeser, membuka kegelapan di bawahnya. Aroma dingin, logam, dan kertas kuno langsung menyergap indra Ye Fan.
Ruangan harta itu tidak terlalu besar, tetapi cukup padat. Rak-rak kayu penuh dengan kotak-kotak giok, gulungan kulit, dan tumpukan koin emas yang berkilauan. Pemandangan kekayaan ini, yang dulunya merupakan kebanggaan klan, kini terasa hampa di mata Ye Fan.
"Aku tidak butuh kemewahan, aku hanya butuh kekuatan untuk bertahan," gumamnya dingin.
Ye Fan bergerak cepat dan efisien, hanya mengambil barang-barang yang paling penting untuk perjalanannya. Pertama, ia mengumpulkan semua uang. Di hadapannya terdapat tumpukan koin perak dan emas yang menggunung. Ye Fan mengambil semua koin emas, yang jumlahnya lebih dari seribu koin emas—jumlah yang fantastis, cukup untuk hidup mewah selama bertahun-tahun bagi keluarga biasa. Ia menyimpannya dalam Cincin Ruang ayahnya.
Setelah itu, ia memilih senjata. Pedang Giok Langit telah hilang, dan Ye Fan tidak berani menggunakan pedang yang terlalu mencolok. Ia mengambil tiga bilah pedang baja biasa yang tersimpan rapi, sekadar senjata cadangan yang tidak menarik perhatian.
Fokus utamanya adalah manual teknik. Ia menyisihkan manual bela diri tingkat rendah dan menengah, mencari sesuatu yang bisa ia latih dalam waktu singkat dan tersembunyi. Matanya tertuju pada sebuah gulungan kuno dengan ilustrasi petir yang samar: "Pedang Halilintar."
Pedang Halilintar: Teknik serangan cepat yang menggunakan energi kilat spiritual untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan tebasan. Cocok untuk pendekar yang mengutamakan kecepatan.
Ye Fan menyimpan manual itu ke dalam Cincin Ruang, bersama dengan beberapa ramuan penyembuh tingkat rendah, dan beberapa set pakaian bersih yang gelap dan tertutup. Cincin Ruang itu, yang kini melingkari jarinya, berisi seluruh warisan Klan Ye.
Setelah membersihkan ruangan harta, Ye Fan menutup pintu batu itu, menyembunyikannya kembali di bawah reruntuhan.
Saat matahari mulai tergelincir, Ye Fan sudah berdiri di gerbang Kota Pelangi. Ia mengenakan pakaian yang benar-benar menutupi identitasnya. Topi jerami baru menutupi wajahnya hingga ke dagu, dan jubah abu-abu polos menyembunyikan siluet tubuhnya yang muda. Ia tampak seperti seorang pendekar pengembara biasa.
Berjalan melalui pusat Kota Pelangi adalah ujian bagi hatinya.
Desas-desus berterbangan di udara seperti lalat di atas bangkai. Di setiap kedai teh dan restoran, para penduduk berbicara tentang satu hal: Keruntuhan Klan Ye.
"Klan Ye? Hanya tersisa abu. Mereka dibakar habis dalam semalam!"
"Aku dengar itu karena pusaka Pedang Giok Langit. Mereka tidak pantas memilikinya."
"Aku dengar Kepala Klan Ye Zhang dan istrinya tewas. Bahkan anak ajaib mereka, Ye Fan, mungkin sudah mati. Klan Ye sudah menjadi sejarah."
Setiap kata adalah tusukan pisau. Para pedagang, penduduk, dan bahkan beberapa murid sekte kecil yang dulu menunduk padanya, kini membicarakannya dengan nada menghina dan gembira. Mereka tidak tahu bahwa "aib klan" itu, yang dianggap mati, sedang berjalan di tengah-tengah mereka.
Ye Fan mengepalkan tangannya di balik jubah, kukunya menusuk telapak tangannya. Dia tidak menoleh, tidak bereaksi. Kemarahan yang membakar di dadanya tidak perlu dilampiaskan melalui kata-kata, tetapi melalui aksi.
Biarkan mereka mencemooh. Biarkan mereka bergosip.
Kalian semua yang meremehkan, suatu hari nanti akan gemetar mendengar namaku.
Ia keluar dari Kota Pelangi tanpa sekalipun menoleh ke belakang. Matanya menatap ke satu arah: cakrawala Barat Daya.
Tujuannya adalah Pegunungan Binatang Buas.
Pegunungan itu adalah wilayah yang luas dan berbahaya, dipenuhi oleh binatang buas ajaib yang memiliki Inti Jiwa di dalam tubuh mereka—sumber daya vital untuk kultivasi, penempaan pil, dan pertukaran mata uang di dunia persilatan.
Bagi Ye Fan, tempat itu adalah sekolah baru, tempat pelatihannya, dan tempat di mana ia bisa berburu inti jiwa untuk membiayai jalannya menuju kekuatan. Di sana, di tengah bahaya, ia akan menempa dirinya sendiri.
Aku akan kembali. Dan saat aku kembali, seluruh Kota Pelangi akan gemetar mendengar namaku.