Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Sedatar Lapangan Bola
"Bi, Bibi suruh suami Bi Ocoh saja untuk bawa kue ulang tahun ini. Di sini tidak ada yang makan, suami saya juga kurang suka makan yang manis-manis. Sayang, kalau dibuang begitu saja, mau dibuang ke kolam ikan juga, nanti kolam ikannya mudah kotor," titah Elyana, memberikan kue ulang tahun suaminya yang semalam tidak sempat disentuh, bahkan masih utuh.
"Baik, Non. Tapi tidak apa-apa ini bibi bawa, soalnya ini masih utuh dan enak?" Bi Ocoh terlihat ragu.
"Bawa saja, Bi. Saya tidak akan memakannya. Lebih baik bawa ke rumah," ujar Elyana lagi.
"Baiklah, Non." Bi Ocoh manut dan segera menyiapkan makanan masih bagus yang akan dia bawa ke rumahnya.
"Hari ini tidak usah masak banyak, sebab Mas Excel tidak akan pulang. Dia ada tugas mengawal Komandan ke luar kota," lanjut Elyana sesuai apa yang dikatakan Excel tadi malam.
"Baik, Non."
Percakapan antara Elyana dan Bi Ocoh sempat didengar Excel yang tadi akan menuju dapur. Excel buru-buru menjauh dari mulut pintu, sebelum Elyana membalikkan badan.
Elyana segera kembali ke kamar sambil membawa segelas air bening serta paracetamol cair untuk sang putri. Sejak subuh tadi, badan Nada tiba-tiba terasa panas, padahal semalam tidak kenapa-napa.
Tiba di kamar, Elyana melihat Excel sedang memangku Nada sembari membawanya menuju balkon.
"Sayang, ayo, makan dulu, setelah itu baru minum obatnya," rayu Elyana sembari meraih Nada dari pangkuan Excel. Sayangnya Nada tidak mau lepas.
Elyana menjadi bingung, sebab Nada harus makan dulu sebelum minum obat.
"Yo, ke mama dulu. Papa sebentar lagi mau pergi, papa ada tugas dari Komandan," rayu Elyana lagi, tapi Nada keukeuh tidak mau.
"Sini, biar aku saja yang suapkan Nada makan." Excel tiba-tiba menawarkan untuk menyuapi Nada makan.
Dengan riang Nada bersorak girang, dia bahagia mendengar papanya akan menyuapi makan.
Excel membawa Nada ke dalam kamar, lalu dia dudukan di sofa. "Sarapan dulu, ya. Setelah itu Nada minum obat penurun panas," rayu Excel seraya mulai menyuapkan makanan ke dalam mulut Nada.
Awalnya Nada menolak, tapi setelah dibujuk, akhirnya dia mau makan. Hanya empat sendok, tapi lumayan, perutnya tidak kosong banget saat nanti diminumkan paracetamol.
"Dretttt."
HP Excel bergetar. Namun Excel tidak segera menghiraukan panggilan itu. Dia belum selesai meminumkan Nada paracetamol.
"Setelah ini, Nada harus minum obat, ya. Nanti Nada akan sembuh," ucap Excel merayu Nada agar mau minum obat.
"Aaa." Excel kini menyuapkan satu sendok teh paracetamol cair ke mulut Nada. Bocah batita itu patuh dan meniru mulut Excel yang menganga. Dan akhirnya, obat itu masuk ke dalam mulut Nada.
"Dretttt."
Lagi, Hp Excel bergetar, seakan tidak sabar ingin segera diangkat.
"Sebentar, papa angkat telpon dulu. Nada ke mama dulu, ya," bujuk Excel seraya menjauh. Excel menerima panggilan jauh dari kamar, dia menuju beranda di lantai atas.
"Nada cepat sembuh ya. Mama tidak mau Nada sakit, sementara papa akan tugas ke luar kota." Elyana berusaha membujuk sang putri yang memang maunya lengket terus dengan papanya. Elyana berharap demam yang dialami Nada segera turun.
"Ayo, sebaiknya kita susul papa saja, sambil membawakan tasnya ke depan." Nada memutuskan untuk membawakan koper Excel ke beranda di mana ia menerima panggilan dari Komandannya.
"Iya, Sayang. Sabar, ya. Sebentar lagi kita akan bertemu."
"Mas, ini kopernya," ujar Elyana, cukup mengejutkan dirinya yang barusan sedang berbicara dengan seseorang di telpon. Excel menoleh lalu menatap wajah Elyana sekilas, dia mengamati apakah Elyana mendengarkan pembicaraannya atau tidak. Datar, itu artinya Elyana tidak mendengar apa-apa. Sepertinya tadi Elyana memang belum mendekat dan tidak mendengar apa-apa. Excel bersyukur.
"Terimakasih. Nanti aku transfer uang selama aku tidak di rumah," ujarnya seraya meraih koper yang disodorkan Elyana.
"Nada Sayang, papa pergi dulu, ya. Baik-baik di rumah. Assalamualaikum," pamit Excel kepada Nada seraya mencium kening putri kecilnya.
"Papa," ucap Nada seraya merentangkan tangannya ingin dipangku. Tapi Elyana berhasil menjauhkan tangan Nada, sebab ia tahu suaminya harus pergi.
"Mas." Elyana meraih tangan Excel yang tadi sudah melangkahkan kaki, lalu diciumnya. Excel menoleh dan membiarkan tangannya dicium Elyana.
"Hati-hati, Mas. Semoga selamat dalam tugas serta selamat pergi maupun pulang," doa Elyana tulus. Excel membalas dengan senyuman, lalu segera bergegas.
Elyana menatap kepergian sang suami sampai tubuhnya menghilang di balik tembok. Tidak lama, deru mobilnya terdengar dan menjauh.
"Papa harus pergi, kita doakan papa selamat sampai tujuan dan pulang membawa oleh-oleh buat Nada," hibur Elyana yang tidak tega melihat wajah Nada seperti ingin menangis.
Elyana kembali ke kamar, di dalam kamar seperti ada ruang yang kosong. Bukan sejak kepergian Excel barusan. Namun, sejak ulang tahun pernikahan yang semalam tidak dihadiri Excel. Lalu, tiba-tiba pagi ini Excel harus pergi karena tugas dari Komandan.
"Tiga tahun kami menikah, tapi sikap Mas Excel masih saja datar. Padahal kurang apa aku? Aku selalu patuh dengan segala ucapannya, tidak pernah menuntut atau bertanya banyak tentang kegiatannya di luar, karena selama ini Mas Excel memang tidak suka kalau aku banyak tanya mengenai kegiatannya di luar." Elyana berbicara di dalam hati, mengungkapkan kekosongan dalam hidupnya setelah menikah bersama Excel.
"Wajar saja sikap suamimu datar dan dingin, orang dijodohkan memang seperti itu. Tapi, tidak semua sih. Contohnya suami aku, walau kami dijodohkan, tapi suami aku sikapnya beda dengan suami kamu, dia bucin pol," ujar Yeri sahabat Elyana tempo hari, membeberkan tipe suami yang dijodohkan.
"Jadi, suami aku datar dan dingin seperti itu, bukan berarti tidak cinta?" tanya Elyana lagi.
"Tentu saja. Buktinya, Nada lahir ke dunia. Kalau selama suamimu meminta jatah dan memberi transferan lancar, itu artinya dia mencintaimu, meskipun sikapnya sedatar lapangan bola."
"Oh gitu, ya, Yer. Berarti, aku tidak perlu heran atau merasa sedih lagi jika suami aku sikapnya memang datar dan sedingin itu?" yakin Elyana lagi.
"Hooh. Ya sudah. Aku harus pulang dulu. Aku mau up load vidio dulu untuk posting di Nosebook pro, biar aku bulan depan gajian lagi. Kamu, coba deh lanjutin aktif di Nosebook lagi, follower kamu juga sudah banyak, aku yakin statusmu fyp," saran Yeri mengakhiri pertemuannya di rumah Elyana.
"Hati-hati, Yer." Elyana melambaikan tangan saat Yeri mulai melajukan motornya. Elyana sejenak termenung sebelum ia kembali ke kamar, memikirkan ucapan Yeri tadi. Atas keyakinan dari Yerilah, Elyana percaya kalau suaminya benar-benar mencintainya meskipun sikapnya sedatar lapangan bola.
Tes angin. Apakah karya ini akan banyak diminati. Ayo, saya mohon dukungannya. Terimakasih...