NovelToon NovelToon
Misteri Kematian Warga Desa

Misteri Kematian Warga Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Abdul Rizqi

menceritakan tentang kisah dyah suhita, yang ketika neneknya meninggal tidak ada satupun warga yang mau membantu memakamkannya.

hingga akhirnya dyah rela memakamkan jasad neneknya itu sendirian, menggendong, mengkafani, hingga menguburkan neneknya dyah melakukan itu semua seorang diri.

tidak lama setelah kematian neneknya dyah yaitu nenek saroh, kematian satu persatu warga desa dengan teror nenek minta gendong pun terjadi!

semua warga menuduh dyah pelakunya, namun dyah sendiri tidak pernah mengakui perbuatannya.

"sudah berapa kali aku bilang, bukan aku yang membunuh mereka!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rizky dan dewi

Hingga sebuah delman melaju dengan kecepatan sedang, bersimpangan dengan rombongan yang telah mengarak dyah.

Seorang ustadz memakai koko putih dengan peci senada, turun dari delman itu. Wajahnya menunjukan raut wajah yang sangat terkejut, melihat seorang wanita yang berdarah darah, di pasung dan di tarik sedemikian rupa.

"Hei berhenti!" Teriak ustadz itu yang membuat iring-iringan yang mengarak dyah itu berhenti.

"Jangan ikut campur pak ustadz, ini bukan ranah bapak! Wanita ini adalah pembunuh!" Teriak salah satu warga.

"Saya bukan pembunuh.... berapa kali sudah saya katakan, saya bukan pembunuh!" Lirih dyah yang perlahan-lahan kehilangan kesadarannya.

"Apa kalian memiliki bukti? Atas dasar tuduhan kalian ini!" Tanya ustadz itu dengan suara lantang.

Semua warga terdiam, mereka memang tidak memiliki bukti atas dasar tuduhan mereka itu.

"Kami memang tidak memiliki bukti, tetapi hanya dyah yang pernah bersumpah akan meneror desa ini!" Sahut warga lainnya. Yanto yang tadi sibuk memprovokasi warga sudah tidak terlihat, entah pergi kemana.

"Hentikan! Kalian tidak memiliki bukti atas dasar tuduhan ini. Kalian tidak bisa menghakimi dyah seperti ini! Rizky, lepaskan dia.." ucap ustadz itu dengan lantang.

Pria bernama rizky itu langsung turun dari delman. Membelah ramainya kerumunan warga untuk melepas ikatan di tubuh dyah.

"Dewi, kamu tutupi tubuh dyah menggunakan rukuhmu!" Titah ustadz itu kepada anak wanitanya.

Wanita bernama dewi turun, ia menurut. Dia turun dari delman dan membawa mukenanya untuk menutupi tubuh dyah yang di beberapa bagian sudah terlihat. Bahkan bagian dadanya terpampang sebagian.

Di tengah sesenggukan yang tak berhenti-henti, dengan luka yang perih-perihnya, dyah menerima uluran tangan dewi. Sesekali dia terbatuk karena sampah dan tanah sedikit masuk ke dalam mulutnya.

Tanggannya sedikit gemetaran, memegangi mukena yang dewi berikan. Tetapi di balik menggigilnya tangan gadis cantik itu, matanya menyorot tajam ke arah warga yang mengelilinginya. Sudut bibirnya yang sedikit koyak, tertarik mengukir senyuman miring.

"Mbak dyah gak usah takut, aku ada di sini!" Ucap dewi sembari mengelus pundak dyah.

"Aku gak tau wi, salah aku di mana. Nenek aku meninggal, mereka tidak mau membantu memakamkan. Sekarang saat aku sudah iklas dan terima, Mereka masih saja mengusik." Ucap dyah dengan air mara yang terus mengalir.

Dewi menatap kakaknya yang sedari tadi diam menyimak ucapan dyah.

Setibanya di rumah rizky, dan dewi bergegas membantu dyah turun dari delman. Sembari memastika tubuh dyah terbalut dengan sempurna.

Sebab kain jarik dyah, sudah banyak sekali terkoyak. Begitu juga baju kemejanya.

Dewi mulai mengobati luka dyah yang lumayan banyak. Bagian terparahnya adalah pundak dan leher. Karena terkena besitan bambu rumahnya sendiri.

Di tengah-tengah dewi yang mengobati dyah, air mata dyah tak kunjung berhenti dari pelupuk matanya. Mengingat betapa kejamnya warga terhadap dirinya.

"Mbak dyah jangan nangis terus. Lepas ini mbak ikut aku pulang saja. Abah pasti akan mengizinkan." Ucap dewa yang membuat dyah menggeleng cepat. Sementara kebetulan pak ustadz langsung menuju rumah aceng untuk membantu pemakaman.

"Ngga usah wi, mbak gak kenapa-napa kok." Tolak dyah cepat.

"Nggak apa kok mbak, oh iya kami satu keluarga juga mau meminta maaf, kemarin kami tidak tau tentang meninggalnya nenek mbak. Soalnya kami masih di kota. Apa bila nenek mbak mau di makamkan dengan baik, kita bisa bongkar makam nenek mbak. Nanti biar abah dan kangmas yang bantu." Ucap dewi sambil memberikan obat merah ke luka yang berada di leher dyah.

"Jangan, Alhamdulilah aku sudah bisa memakamkannya sendirian kemarin. Biarkan nenek istirahat dengan tenang." Ucap dyah.

Mendengar ucapan dyah, dewi akhirnya tersenyum. Ia mengelus pundak dyah, sebelum akhirnya beranjak mendekati kakaknya.

"Mas rizky, bagaimana ini? Tidak mungkin kita tinggalkan mbak dyah dalam keadaan seperti ini, kasihan dia." Ucap dewi kepada kakanya yang bertubuh besar atletis itu.

"Kita tunggu bapak ajalah, aku juga gak tahu harus bagaimana.." ucap rizky.

Setelah di obati dewi, kini dyah sudah lumayan membaik. Dia mulai bisa berdiri, dan mulai berjalan, membersihkan batu-batu dan kerikil yang berada di rumahnya.

"Eh, mbak dyah! Jangan banyak gerak dulu, nanti lukanya malah susah sembuh." Ucap dewi yang terkejut melihat dyah nekad berdiri di saat luka di tubuhnya masih mengeluarkan darah.

"Tidak apa-apa wi, mbak sudah membaik, mbak hanya ingin membereskan rumah ini, agar nanti malam mbak bisa tidur nyenyak...." ucap dyah pelan.

Dewi menatap ke arah rizky, ia tidak tega melihat dyah yang masih terluka seperti itu, harus menahan isak tangis akibat ulah warga.

Tak tega melihat dyah membersihkan rumah itu seorang diri, akhirnya dewi membantu dyah membersihkan rumah dyah yang kotor akibat batu-batu dan kerikil yang berserakan di rumah dyah.

Dyah tersenyum kala melihat ketulusan dewi yang membantunya dengan setulus hati. Dia masih bersyukur karena masih ada yang perduli padanya.

Hari sudah beranjak malam, setelah menunggu setengah hari, barulah pak ustadz datang ke rumah dyah untuk melihat kondisinya.

"Assalamualaikum!" Seru pak ustadz yang langsung di jawab oleh dewi, dyah, dan rizky.

Pak ustadz menatap sekeliling rumah dyah yang sudah rapih. Rizky juga tadi membantu membenarkan pintu serta dinding yang sedikit di tutup menggunakan ilalang.

Pal ustadz mengangguk lirih, kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

"Sudah di perbaiki sedikit rumahnya dyah? Sebenarnya saya ingin kamu tinggal di pondok saja bersama dewi. Tapi terserah kamu saja." Ucap pak ustadz.

"Tidak perlu pak, insya Allah saya bisa sendiri di sini. Bapak tidak perlu menghawatirkan saya." Tolak dyah secara halus.

Karena dyah menolak bantuan, akhirnya pak ustadz dan anak-anaknya pulang ke rumah mereka.

Dyah menatap nanar ke arah delman yang membawa pergi orang-orang baik itu.

"Mengapa mereka mengatakan aku pembunuh? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Kenapa mereka menyalahkan aku, atas meninggalnya mas aceng?" Batin dyah pada dirinnya sendiri, dyah merasa bingung dengan apa yang sudah warga tuduhkan kepada dirinya.

1
Anggita
thorr up ny kok cuman 1 bkin penasaran /Sob//Sob/
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
kak author @abdul folback aku dong
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁: terimakasih kak🙏🙏
bedul: udah ya kak. terimaksih udah mampir
total 2 replies
Anggita
mampir thorr/Hey/
bedul: terimakasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!