Valerie memutuskan pulang ke Indonesia setelah dikhianati sang kekasih—Kelvin Harrison. Demi melampiaskan luka hatinya, Vale menikah dengan tuan muda lumpuh yang kaya raya—Sirius Brox.
Namun, siapa sangka, ternyata Riu adalah paman terkecilnya Kelvin. Vale pun kembali dihadapkan dengan sosok mantan, juga dihadapkan dengan rumitnya rahasia keluarga Brox.
Perlahan, Vale tahu siapa sebenarnya Riu. Namun, tak lantas membuat dia menyesal menikah dengan lelaki itu, malah dengan sepenuh hati memasrahkan cinta yang menggebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Menyerah
"Ternyata aku yang salah, Paman. Menganggapmu terlalu lemah," ujar Sander sambil berjalan lebih dekat. Tangannya ia masukkan ke dalam saku celana, sementara kancing kemeja dibiarkan lepas beberapa. Mungkin sebelum tiba di tempat itu, dia sempat mengalami sesuatu yang kacau.
"Kamu marah? Kecewa?" tanya Riu.
Sander menggeleng sembari mengembuskan napas panjang, "Entahlah."
"Marah saja jika ingin marah, aku tidak melarang."
Sander mengusap wajahnya dengan agak kasar, lalu menunduk dengan mata yang setengah memejam.
"Aku tidak harus bagaimana, Paman. Mau marah, tapi mereka memang salah. Mau kecewa, tapi perbuatan mereka sudah kelewatan. Tapi mau biasa saja, mereka adalah orang tuaku. Mungkin ... akulah yang paling salah, Paman, tidak bisa mengingatkan mereka dengan baik," ucapnya. Entah sekadar menjilat atau memang mengutarakan isi hati, yang tahu hanyalah Tuhan dan Sander sendiri.
"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri karena itu tidak mengubah apa pun." Riu menjawab datar.
"Tapi, aku juga tidak tahu harus bagaimana, Paman. Aku___"
"Aku juga tidak bisa memberi arahan. Dan kamu juga seharusnya tidak mendengarkan apa pun dariku. Bukankah begitu?" pungkas Riu, membuat Sander salah tingkah dan gugup seketika.
"Aku mengerti, Paman. Permisi." Dengan senyum masam, Sander membalikkan badan dan pergi meninggalkan Riu.
Setelah tubuh lelaki itu menghilang dari pandangan, Baron mulai membuka suara.
"Apakah kita perlu melakukan sesuatu lagi, Tuan?"
"Tidak. Cukup awasi saja apa yang dia lakukan di kota ini."
"Baik, Tuan." Baron mengangguk hormat. Lantas kembali membantu Riu untuk naik ke dalam mobil.
________
Sang surya hampir tenggelam di ufuk barat, menyisakan sinar jingga yang indah di antara mega-mega yang berarak. Angin pun turut serta menambah pesona. Embusannya yang tenang, menghadirkan gemerisik merdu di antara dahan dan dedaunan.
Sayangnya, keindahan alam sore itu tak mendapat sambutan baik dari lelaki tampan pemilik nama Sander Hanz.
Dengan kemeja yang kusut dan berantakan, dia berjalan lunglai menyusuri trotoar. Raga ada di sana, namun pikiran berkelana tak tentu arah. Ada kalanya bertumpu pada orang tua, ada kalanya pada kakek, dan tak lupa juga bertumpu pada sang paman.
Sejatinya, Sander mendambakan hubungan yang harmonis dalam keluarga besarnya. Namun, sepertinya itu sekadar harapan yang tak akan ada ujungnya. Karena setelah orang tua dan pamannya bersitegang sekian lama, akhirnya meledak sudah sekarang.
Riu, paman yang dianggap lemah dan paling memprihatinkan, nyatanya dengan mudah membalikkan keadaan. Sander sampai tak tahu harus berpihak ke mana—orang tua yang nyata bersalah atau paman yang entah menyimpan misteri apa lagi.
"Tidak tahu lagi bagaimana nasib keluarga ini nantinya," batin Sander disertai embusan napas berat, seberat beban yang ia pikul saat ini.
Di saat hati sedang kacau-kacaunya, tiba-tiba ponsel Sander berdering nyaring. Dengan malas ia mengambilnya, dan rasa malas itu makin menjadi ketika tahu siapa yang menghubungi—Kelvin. Tanpa berpikir lama pun dia sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh kakak sepupunya itu.
"Kita harus bergerak. Jangan biarkan pria lumpuh itu mengambil semuanya."
Benar saja. Sekali terhubung, langsung ambisi licik yang terdengar di mulut Sander.
Tanpa memberikan jawaban satu kata pun, Sander langsung mengakhiri panggilan tersebut. Lantas menyimpan kembali ponselnya setelah disetel mode diam. Dia sedang tak ingin diganggu saat ini.
"Dia kan___" batin Sander, ketika matanya menangkap satu objek di depan—wanita cantik dalam balutan kemeja dan rok span, sedang melangkah keluar dari restoran.
"Vale," gumam Sander dengan sunggingan senyum tipis. Kemudian, langkahnya terasa ringan menuju ke tempat Vale.
"Hai, kita bertemu lagi." Sander menyapa ramah. Memang hanya Vale yang mampu membuat senyumnya terkulum, sekalipun dalam keadaan kacau.
"Kamu?" jawab Vale tanpa senyuman. Ekspresinya malah terkesan dingin dan datar. Anehnya, Sander malah menyukai itu.
"Kita ngobrol sebentar yuk!" ajak Sander tanpa malu.
Vale menggeleng pelan, "Maaf, saya buru-buru."
"Sebentar saja. Aku sedang banyak masalah dan butuh teman cerita. Tapi, tidak tahu harus ke siapa. Aku belum lama tinggal di kota ini, jadi belum ada teman dekat." Sander setengah memohon. Biarlah, dia memang butuh Vale saat itu.
"Dan kita bukan teman dekat." Jawaban Vale kali ini malah terkesan ketus.
"Tapi___"
"Saya sudah menikah. Tolong jaga sikap Anda." Vale memotong ucapan Sander sambil menunjukkan punggung tangannya. Di mana cincin pernikahannya dengan Riu, melingkar cantik di jari manisnya.
Melihat itu, Sander langsung gelagapan. Rupanya kemarin dia yang tak jeli, hingga tak tahu perihal cincin itu. Sudah telanjur berharap dan akhirnya pupus begitu saja. Ahh, dunia, kenapa hari ini kau begitu kejam?
"Siapa lelaki yang beruntung itu?" Alih-alih pergi dan meninggalkan Vale, Sander malah bertanya lebih lanjut. Apa dia tidak takut jika jawaban Vale nanti hanya akan menambah kekecewaannya?
"Kita tidak sedekat itu. Jadi, kau tak perlu tahu siapa suamiku," jawab Vale sembari membalikkan badan dan pergi menuju mobilnya, meninggalkan Sander yang masih terpaku di tempat. Tak menyangka jika wanita dambaannya sudah digenggam lelaki lain.
"Aku penasaran siapa lelaki itu. Vale ... jika dia tak pantas untukmu, aku tidak keberatan menjadi orang ketiga dalam pernikahan kalian," batin Sander.
Ia terlalu fokus dengan perasaannya sendiri, sampai tak sadar jika di kejauhan sana ada seseorang yang mengawasi, yang bahkan mengambil beberapa foto dirinya bersama Vale.
Bersambung...