Jiwa seorang ilmuwan dunia modern terjebak pada tubuh pemuda miskin di dunia para Abadi. Ia berusaha mencapai puncak keabadian untuk kembali ke bumi. Akankah takdir mendukungnya untuk kembali ke bumi…. atau justru menaklukkan surgawi?
**
Mengisahkan perjalanan Chen Lian atau Xu Yin mencapai Puncak Keabadian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almeira Seika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26—Siasat Jahat
Ia pun mencoba teknik itu. Angin berhenti. Langit terasa seperti menahan napas. Ia menghembuskan Qi, dan tubuhnya... menghilang. Bukan seperti menghilang dari pandangan biasa. Tetapi seperti dihapus dari realitas. Bahkan bayangannya tidak terpantul di air. Suaranya tak tertinggal di udara. Qi-nya tak terdeteksi. Dunia seakan lupa bahwa ia pernah ada.
Lalu, dalam sekejap, ia muncul kembali, tepat di belakang seekor rusa binatang roh peringkat rendah yang sudah mengintainya dari kejauhan. Tanpa suara, tanpa kilatan. Darah berwarna ungu menetes dari leher makhluk itu, menyentuh tanah bahkan sebelum roh itu sadar bahwa ia telah mati.
Xu Yin memandangi tangannya. Tidak ada bekas luka. Tidak ada efek samping seperti sebelumnya. Ia tersenyum puas, atas usahanya selama beberapa hari, akhirnya mampu menyiptakan teknik sendiri. Walaupun bukan teknik murni, dan hanya teknik turunan. Tetapi ia sangat puas dan bangga akan diri sendiri.
"Dengan teknik ini... tidak akan sulit untuk melawan Hao Lin." Ujarnya, suaranya penuh dengan tekad yang kuat.
Setelah berhari-hari berada di gunung, ia kembali ke ka asrama. Terasa nyaman dan tenang, sebab, sangat sepi. Tidak ada satupun Murid Inti. Tetapi, diam-diam ia merindukan hari-hari saat menikmati teh bersama sahabatnya di pagi hari. Atau, sekadar bercengkeama dan berlatih di aula pelatihan.
Xu Yin hampir berkeliling ke seluruh sudut sekte, tapi tak menemukan Duan Fang. "Mungkin, dia masih bermeditasi. Mengingat, Li Jiayi bukanlah lawan yang mudah." Akhirnya, Xu Yin memutuskan untuk meditasi dengan tenang di kamarnya sembari menunggu hari duel tiba atau, menunggu kedatangan sahabatnya.
Empat belas hari menjelang duel teknik Murid Dalam dan Murid Inti. Di kedalaman lereng timur, di balik kabut lebat yang menutupi jurang-jurang sunyi, terdapat sebuah goa meditasi yang disegel dengan formasi penghalang yang rumit. Goa pribadi itu milik Duan Fang, sahabat Xu Yin, yang juga seorang Murid Inti yang dikenal sangat bijaksana.
Di dalam goa itu, Duan Fang sedang duduk bersila di atas batu datar dan tubuhnya diselimuti pusaran Qi keemasan yang berputar perlahan. Walaupun tengah bermeditasi, tetapi, auranya terasa begitu kuat dan pekat. Siapapun yang berada di dekatnya, akan merasakan sesak karena udaranya dipenuhi dengan energi Qi gelap.
Di sebuah jalanan setapak yang berbatu, seorang perempuan yang mengenakan jubah putih bertudung melangkah dengan buru-buru mendekat ke arah goa itu. Meskipun kepalanya ditutupi dengan tudung dari jubah itu, tetapi, ujung rambutnya yang berwarna perak menari-nari di udara saat tertiup angin.
Saat langkahnya semakin dekat dengan goa. Formasi penghalang terbuka dengan energi yang kuat, dan sosok perempuan bertudung putih masuk dengan wajahnya yang tampak resah. Sesosok itu adalah Hao Lin, murid yang akan menjadi lawan Xu Yin dalam duel teknik yang hanya tinggal menghitung hari.
Hao Lin berjalan menyusuri goa, dan dari kejauhan dua puluh kaki ia bisa melihat Duan Fang yang tengah bermeditasi. Tiba-tiba, energi Qi padat yang berasal dari Duan Fang menyebar keseluruh goa. Energi itu berwarna hitam pekat dan mengandung tekanan yang tak terbayangkan. Tekanan itu membuat langkah kaki Hao Lin semakin berat dan melambat. Dadanya terasa sesak, seperti dihimpit ratusan ton besi. Tanpa sadar, tangan kanan Hao Lin memegang dada, sementara, tangan kiri memegang dinding goa.
Dari jarak lima belas kaki, Duan Fang berbicara tanpa membuka mata. “Kau terlambat.”
Suara itu juga memiliki tekanan, membuat siapapun yang mendengar suaranya menjadi pusing dan sakit kepala. Tak terkecuali Hao Lin. Kepalanya langsung terasa sakit. Sembari memegang kepala, ia menangkupkan tangannya dengan hormat. "Maaf, Senior. Junior… baru selesai berlatih.”
“Kau berlatih, atau kau gemetar?” Suara Duan Fang tajam, tenang, dan menusuk seperti jarum beracun. Matanya perlahan terbuka, menatap Hao Lin dengan senyum. Itu bukanlah senyuman keramahan, melainkan senyuman jahat.
“Xu Yin bukanlah lawan yang sederhana. Kau perlu tahu itu. Dia… mengalahkan Yu Xinyi. Dan kita tahu bahwa Yu Xinyi bukan murid sembarangan.”
Hao Lin mengerutkan keningnya. Ia merasa bingung dengan sikap Duan Fang. “Aku tahu. Tapi… kalau memang dia sekuat itu, kenapa bukan kau saja yang menghabisinya sendiri?”
Duan Fang berdiri, tubuhnya tinggi dan ramping, dan auranya meledak dengan tekanan yang sangat kuat. Dinding-dinding goa mulai berderak, debu-debu dilantai terangkat. Ia berjalan mendekat kearah Hao Lin. Giginya menggertak, lalu ia tertawa seperti orang gila.
Setelah puas tertawa, ia membungkuk hingga wajahnya berhenti tepat berada di depan wajah Hao Lin. Dua jemarinya memegang dagu gadis itu, lalu berbisik. “Karena aku punya wajah untuk dijaga. Sementara kau… tidak.”
Ekspresi Duan Fang terlihat sangat kejam. Hingga membuat Hao Lin menunduk ke bawah, tak punya keberanian untuk menatap mata atau wajah pria itu. Jemari Duan Fang yang memegang dagu Hao Lin, perlahan merambat ke bawah hingga sampai pada leher.
Jemari-jemari kekarnya, seperti bersiap akan mencekik leher gadis berambut perak itu. "Kau harus patuh padaku. Atau... mati!"
Hao Lin tak mengatakan apapun, ia hanya diam karena ketakutan. Sementara, jantungnya berdetak semakin kencang dan keringat dingin terasa di punggungnya. Saat Duan Fang melepaskan jemari yang mencengkeram lehernya, Hao Lin menghela napas lega.
Duan Fang melangkah pelan menuju batu tempatnya bermeditasi tadi, setiap gerakan memancarkan aura iblis.
“Sejak dia mengalahkan Yu Xinyi, aku mencium bau tak biasa dari dirinya. Awalnya aku mengira hanya kebetulan… tapi saat Tetua Qian menyebutnya memiliki ‘Void Primordial’ di upacara pengangkatan, semuanya jelas.” Duan Fang menatap tajam telapak tangannya yang kekar. “Void Primordial. Entitas paling langka dari segala inti primordial. Kau tahu apa artinya itu?”
Hao Lin menggelengkan kepala, sembari gemetar. "Ti... tidak."
Duan Fang berbalik, dan menatap tajam ke arah Hao Lin. Senyuman jahat kembali ia tampilkan. "Sebagai pasangan kultivasi ganda-ku, kau seharisnya tahu."
Dengan gugup, Hao Lin pun menjawab dengan panik. “Kekuatan terkutuk yang bisa… menelan semua hukum?"
“Benar. Bahkan waktu pun bisa retak di tangannya jika dia melangkah terlalu jauh. Aku juga memiliki Primordial, Hao Lin. Tapi hanya… ‘Primordial biasa’. Jika dia dibiarkan terus hidup… aku akan selamanya berada di bawah bayangannya.”
“Lalu kenapa aku?” Tanya Hao Lin dengan keberanian, walaupun penuh dengan ketakutan dan tangannya gemetar. "Kenapa bukan orang lain?”
Duan Fang melentangkan kedua tangannya dan tertawa lagi seperti orang gila. Lalu, wajahnya berubah menjadi dingin sembari menatap wajah gadis yang berada lima kaki darinya. "Kau sepertinya lupa sesuatu..."
Kedua jari Duan Fang diarahkan di depan dahinya sendiri. Dan dari dalam dahi, ia mengeluarkan sepotong kristal berwarna merah darah, kristal itu berdenyut, seolah-olah bernafas dan hidup. Itu adalah darah jiwa.
Saat melihat darah jiwanya, Hao Lin terdiam seketika, wajahnya pucat. Ia menunduk dalam-dalam, seperti akan menangis. "Da... darah... jiwaku." Bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.
Darah jiwa adalah fragmen murni dari jiwa seseorang yang telah dicampur dengan esensi kehidupan dan kehendak spiritual. Ketika seseorang menyerahkan darah jiwanya, sama saja menyerahkan nyawanya sendiri.
Duan Fang meletakkan kristal itu di atas telapak tangannya. Ujung jarinya bersinar merah, dan kristal itu mulai bergetar.
Duan Fang tersenyum jahat, lalu berkata. "Demi naik ke ranah Qi Tempering, kau memohon padaku agar kita menjadi pasangan kultivasi ganda. Aku menyetujuinya. Sebagai gantinya, aku membawa darah jiwamu. Nyawamu berada di tanganku!"