Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.
Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.
Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2
Langkahnya mantap saat ia melangkah menuju hotel tempat pembunuhan itu terjadi. Begitu tiba, ia merasakan atmosfer yang berat, seolah-olah udara pun menahan napas. Hotel yang semula megah itu kini terasa sunyi, dengan cahaya lampu redup yang menyinari dinding-dinding penuh noda sejarah. Polisi dan petugas keamanan berdiri seperti patung, menjaga agar tidak ada yang mengganggu tempat kejadian perkara.
Amina mengeluarkan kartu identitasnya dengan percaya diri. "Saya di sini untuk bekerja," ucapnya pada seorang polisi yang menatapnya dengan ragu.
"Amina, ini bukan tempat untuk wanita seperti Anda." Suara polisi itu terdengar keras, tapi Amina hanya tersenyum tipis. "Saya rasa Anda tidak punya pilihan."
Dengan izin yang diberikan, Amina melangkah masuk. Kamar suite itu berantakan, penuh dengan kekacauan yang jelas menunjukkan ada sesuatu yang lebih dari sekadar pembunuhan acak. Darah merah mencolok di atas sprei putih, dan ruangan itu penuh dengan aroma cemar, yang tercampur dengan bau antiseptik. Tetapi bukan itu yang menarik perhatian Amina.
Matanya melintas pada dinding, di mana sesuatu yang tidak biasa terlukis samar, sebuah simbol aneh yang tersembunyi sebagian di balik tirai yang jatuh. Amina mendekat, merasakan ketegangan di udara, seperti ada yang sedang mengamatinya.
"Hm, ini… bukan hanya pembunuhan biasa," pikir Amina, menahan napas. Ia meraih sarung tangan dari tasnya dan menyentuh simbol itu dengan hati-hati. Ini bukan sekadar lukisan—ada sesuatu yang tersembunyi, dan Amina tahu persis bagaimana cara untuk membuka lapisan itu.
Tiba-tiba, ia mendengar suara langkah kaki di luar ruangan. Amina cepat-cepat mundur ke sudut, menyembunyikan dirinya dalam kegelapan. Seorang polisi lewat tanpa menyadari keberadaannya. Jantungnya berdegup kencang, namun dia tetap tenang.
Setelah beberapa saat, Amina kembali meneliti simbol tersebut dengan seksama. Di baliknya, ada pola, seperti garis yang menghubungkan titik-titik yang membentuk gambar samar. "Apa ini?" pikirnya, semakin yakin bahwa ini bukan hanya petunjuk acak.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar, mengalihkan perhatiannya. Suara pria yang tidak dikenalnya terdengar di ujung telepon. "Anda tidak sendirian dalam ini," katanya dengan suara rendah, berbisik seolah tahu persis apa yang Amina temukan. "Saya tahu apa yang Anda temukan. Tapi hati-hati, mereka jauh lebih berbahaya dari yang Anda kira."
Amina menarik napas panjang, tetap tidak terkejut. "Siapa Anda?" tanyanya, tapi suara itu sudah menghilang. "Kekuatan bawah tanah... mereka tahu lebih banyak dari yang aku pikirkan."
Dia tahu, ini bukan sekadar permainan biasa. Sesuatu yang lebih besar sedang bergerak di balik layar, dan Amina baru saja menginjakkan kaki dalam dunia yang penuh bahaya.
Malam itu, ia kembali ke hotel, suasana yang lebih mencekam menyambutnya. Lampu redup, suara langkah kaki yang menggema, dan keheningan yang membuatnya merinding. Ia menuju ke kamar suite lagi. Kali ini, matanya sudah lebih tajam, lebih siap.
Ia kembali ke dinding tempat simbol itu tergantung. Dengan hati-hati, ia melanjutkan pemeriksaan. Begitu mendekat, ia melihat detail lain yang tidak ia sadari sebelumnya. Di balik simbol itu, ada garis-garis yang membentuk pola yang lebih kompleks, seperti koordinat atau petunjuk untuk lokasi tertentu.
"Tunggu... ini bukan hanya pesan. Ini petunjuk untuk menemukan sesuatu," gumam Amina, menggigit bibir bawahnya. Pikirannya berputar cepat, tetapi jantungnya mulai berdetak lebih kencang.
Namun, sebelum ia bisa menganalisis lebih jauh, ia mendengar suara lagi, gerakan cepat di luar ruangan. Kali ini, Amina tidak menunggu. Ia mundur ke sudut, bersiap menghadapi apapun yang akan datang.
"Siapa di luar sana?" bisiknya dengan tajam. Dunia ini ternyata lebih rumit dari yang ia kira. Dan Amina baru saja membuka pintu ke kegelapan yang lebih dalam.
Amina menatap ke luar jendela kantor dengan pandangan kosong, pikirannya penuh. Semalam, simbol aneh yang ia temukan di dinding kamar hotel terus mengusik. Garis-garis samar itu seperti menyembunyikan sesuatu yang lebih besar, sebuah pesan yang belum bisa ia ungkapkan. Ia bisa merasakannya, sesuatu yang lebih gelap sedang mengintai, menunggu untuk terungkap. Ia menarik napas panjang, menekan perasaan cemas yang merayapi dadanya. Terkadang, perasaan itu justru lebih berbahaya daripada misteri itu sendiri.
"Pikirkan, Amina," bisiknya pada dirinya sendiri. "Ini adalah langkah pertama untuk memecahkan semuanya. Jangan mundur sekarang."
Dengan keputusan bulat, ia meninggalkan meja kerjanya. Jalanan Paris pagi itu cukup lengang, dan udara dingin membelai wajahnya. Amina menyusuri trotoar yang masih basah oleh embun pagi. Meski kota ini penuh dengan kemewahan, ia tahu ada banyak sisi gelap yang tersembunyi, dan pembunuhan di hotel itu hanya sekilas dari apa yang sebenarnya terjadi. Ada dunia yang lebih dalam, lebih berbahaya—dunia yang ingin ia tembus.
Di balik kafe yang sepi, Amina menemukan lorong sempit yang membawanya ke tempat yang tak dikenal. Suasana di dalam bar itu hampir tak terlihat dari luar, penerangan remang-remang, suara percakapan yang teredam, dan aroma asap rokok yang menyengat. Hanya mereka yang mengerti dunia ini yang berani masuk. Seorang pria, wajahnya penuh bekas luka, berdiri di pojok ruangan. Matanya yang dingin menatapnya dengan waspada.
"Datang untuk mencari jawaban?" suara pria itu kasar, "Atau hanya ingin ikut terjun ke dalam dunia yang tidak akan pernah kau pahami?"
Amina tidak bergeming. Ia tahu apa yang ia cari, dan ia takkan mundur.
"Saya mencari nama-nama yang bisa menghubungkan saya dengan orang-orang yang mengendalikan ini semua," jawabnya tegas. Tangannya menggenggam tas kulit yang terasa lebih berat dari biasanya. "Saya ingin tahu siapa yang berada di puncak."
Pria itu terdiam sejenak, seakan menilai seberapa dalam keberaniannya. Lalu, ia mengangguk dan menyerahkan selembar kertas yang sudah usang, penuh coretan.
"Ini bisa membawamu lebih dekat," katanya dengan suara pelan, "tapi ingat, semakin dekat kau dengan mereka, semakin besar risikonya."
Amina membuka kertas itu, matanya menyusuri setiap nama yang tertulis. Semua nama itu berkaitan dengan sesuatu yang jauh lebih besar, lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Ia bisa merasakan berat beban yang kini dipikulnya, tapi rasa takut itu hanya membuatnya lebih tekun.
"Apakah kamu tahu apa yang sedang kau hadapi?" pria itu bertanya, kini lebih terdengar khawatir. "Mereka akan memburu siapa saja yang mengancam mereka. Termasuk kamu."
Amina menatap pria itu, tatapannya keras. "Saya sudah melangkah terlalu jauh untuk mundur sekarang."
Ia berbalik dan meninggalkan bar itu tanpa kata-kata lebih lanjut, membawa daftar nama yang baru saja diterimanya. Hatinya berdebar, namun langkahnya mantap. Setiap nama di kertas itu mewakili kekuatan yang mengendalikan dunia gelap ini dan Amina akan mengungkap siapa mereka.
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.