Bunga itu telah layu sejak lama, menyisakan kelopak hitam yang berjatuhan, seperti itulah hidup Hanna Alaya Zahira saat ini, layu dan gelap.Hanna adalah seorang sekretaris yang merangkap menjadi pemuas nafsu bosnya, mengantungi pundi-pundi uang dalam rekeningnya, namun bukan tanpa tujuan dia melakukan itu. Sebuah rahasia besar di simpan bertahun-tahun. Pembalasan dendam.. Edgar Emilio Bastian bos yang dia anggap sebagai jembatan mencapai tujuannya menjadikannya simpanan dibalik name tag sekretarisnya, membuat jalannya semakin mulus. Namun, di detik-detik terakhir pembalasan dendam itu dia justru terjerat semakin dalam pada pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belum Dimulai
Hanna terbangun dengan tubuh polos yang hanya di balut selimut putih, meremas kepalanya yang terasa berdenyut, sambil mengingat apa yang terjadi semalam.
"Oh my gosh, apa yang gue lakuin?" kilasan tubuh pria gagah ada di pelupuk matanya, pria itu memacu dirinya dan seolah tak lelah terus menghajarnya hingga berbagai macam gaya mereka lakukan, parahnya lagi Hanna juga begitu liar dan tak terkendali.
"Sialan." Hanna melihat ponselnya, tak ada transaksi apapun di m- bankingnya, begitu pun uang 50 juta yang pria itu janjikan "Aku di bohongi!" dengan kesal Hanna menurunkan kakinya, namun tatapannya justru jatuh pada sebuah kartu nama di atas nakas.
Hanna membelalakan matanya saat melihat siapa pria yang bersamanya semalam "Mampus!" dengan langkah cepat dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Dia lupa hari ini, hari pertamanya bekerja.
Setelah selesai dengan urusannya, Hanna segera pergi dan tak lupa mengemas kartu nama pria semalam ke dalam tasnya.
Hanna bergegas memasuki rumahnya dan mengganti pakaian, tak ada waktu untuk sarapan sebab dia sudah terlambat untuk memulai pekerjaannya, beruntung dia sudah mandi di hotel tadi.
Hari ini adalah hari pertamanya bekerja, parahnya lagi dia harus terlambat karena mabuk dan menghabiskan malam panas semalam dengan pria yang tak seharusnya.
"Mati gue kalau sampai gue di tendang sebelum di terima di perusahaan itu." Hanna meremas tangannya dengan gugup.
Sudah begitu lama dia mengincar pekerjaan ini, hingga perusahaan tersebut kembali mencari seorang sekretaris baru untuk direktur utama.
Susah payah dia menyusun siasat untuk ada di posisi ini, namun karena kejadian semalam dia terancam gagal.
Bagaimana lagi, pria semalam adalah direktur utama perusahaan tersebut, dan tentu saja tidak akan ada yang mau menerima mantan pekerja malam, sebab akan mencoreng citra perusahaan tersebut, kecuali ... raut wajah gelisah Hanna hilang begitu saja, berganti dengan wajah angkuh penuh percaya diri.
Dengan langkah tegasnya dia memasuki lobi perusahaan dan bertanya ada resepsionis "Maaf, saya datang untuk bertemu HRD," ucapnya dengan senyum ramah.
"Oh, kamu Hanna." wanita bername tag Olive itu membuka daftar janji di mejanya.
"Ya."
"Baik, silahkan ke lantai 13 untuk menghadap Pak Reno, selaku HRD kami."
Hanna menatap lift lalu mengangguk "Makasih," ucapnya, lalu berjalan ke arah lift lalu menekan angka 13 dan pintu besi itu pun tertutup.
Hanna mengikuti petunjuk, hingga dia bertemu dengan Pak Reno yang langsung membawanya ke ruangan direktur utama, dimana dia akan menjadi sekretaris.
"Selamat siang Pak, saya membawa sekretaris yang lolos kemarin lalu," ucap Pak Reno.
Sementara Hanna melihat pria di depan sana duduk acuh sambil membuka dan meneliti berkas di depannya.
Kilatan semalam kembali muncul di benak Hanna, lalu dia mengerjapkan matanya, hingga suara berat itu terdengar.
"Sudah yakin dengan kemampuannya?" Pria itu mendongak, hingga tatapannya beradu dengan Hanna, lalu menarik sudut bibirnya.
Hanna membeku, lalu dengan segera memalingkan wajahnya.
"Tentu saja, Pak. Hanna ini lulusan terbaik jurusan sekretaris Universitas Nusa Bangsa," jawab Reno.
"Lulusan terbaik tak menjamin dia punya kemampuan saat berada di lapangan, Reno. Bagaimana jika dia hanya bisa mendesah saja?"
Hanna memicingkan matanya, sementara Reno menunduk merasa perkataan bosnya terlalu frontal.
"Anda bisa memberiku masa percobaan." Hanna menatap Edgar dengan penuh percaya diri.
Ya, pria di depan sana adalah Edgar Emilio Bastian, pria yang semalam menghabiskan malam panas dengannya, dan meninggalkan secarik kartu nama.
"Lalu jika kamu tidak berguna." Hanna masih bersikap tenang, pria di depannya bukan hanya suka berkata frontal, tapi juga sangat kasar.
"Anda bisa memecat saya, lagi pula saya tidak akan pergi tanpa membayar seperti seseorang." Edgar terkekeh.
"Baiklah, satu minggu. Kita lihat apa kemampuanmu hanya mengerang dan mendesah?" Edgar berkata acuh dan kembali bekerja tanpa peduli raut wajah kesal dari Hanna.
Reno sang HRD pun mengangguk dan pergi meninggalkan Hanna dari ruangan Edgar, sementara Edgar memanggil asistennya untuk mempelajari apa saja jadwal Edgar.
Hanna menatap meja yang baru saja di tata di ruangan Edgar tepat di depan meja Edgar, dengan jarak empat meter saja dari pria itu.
Hanna tak mengerti kenapa dia di tempatkan disana, dimana tak seharusnya dia berada. Dari yang dia dengar dari Dani asisten Edgar biasanya mereka akan di tempatkan di ruangan samping dimana Edgar bisa melihat dari dinding kaca searah.
Namun sekali lagi Edgar berkata dia ingin mengawasi Hanna dan melihat kemampuannya.
Hanna benar-benar bersikap profesional dan bekerja dengan bagus, dan Edgar yang mengawasinya merasa terpana dengan kepintaran yang di miliki Hanna.
Genap satu minggu Hanna bekerja, dan dia tak melihat gelagat jika Edgar akan memecatnya, pria itu memang tak memujinya terang- terangan, namun Hanna tahu jika pekerjaannya selalu bagus hingga tak mendapat komplain apapun dari Edgar.
Hanna menatap dirinya di cermin, jas press body dengan rok span di atas lutut hingga menonjolkan lekuk tubuhnya, dia tersenyum melihat tubuh tinggi langsingnya, tubuh yang selama ini dia gunakan untuk mencari uang, terlihat cantik dengan stelan kerja. Hanna masih menatap dirinya di cermin hingga Edgar keluar dari ruang ganti dengan stelan baru, sebab mereka akan pergi ke jamuan makan siang.
"Anda sudah siap, Pak?" Hanna meraih jas di gantungan dan dengan sigap menyampirkannya di bahu Edgar.
Hanna mempelajari ini satu minggu menjadi sekretaris Edgar, dia harus selalu sigap, lebih seperti asisten yang melayani Edgar.
Mata Edgar menatap Hanna dari atas ke bawah, lalu melangkah lebih dulu.
Hanna melangkah dengan langkah cepatnya mengikuti lebarnya kaki pria itu bergerak, hingga tiba di luar ruangan Hanna melihat Dani yang juga sigap mengikuti.
"Kau cantik hari ini," bisik Dani.
Hanna tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya.
Dani awalnya terkejut saat melihat wanita yang menghabiskan satu malam bersama bosnya menjadi sekretaris keesokan harinya. Namun, dia yang tak memiliki wewenang apapun memilih diam. Apalagi dia mengetahui tabiat Edgar selama ini.
Dari pintu lift yang mengkilat Edgar melihat interaksi tersebut dengan tatapan datar, lalu memalingkan wajahnya.
Tiba di restoran tempat jamuan makan siang, Edgar segera masuk di temani Dani dan Hanna di belakangnya.
Setelah melakukan beberapa sapaan pada rekan bisnis yang ternyata tak hanya satu, akhirnya Hanna berhasil melepaskan diri, dari yang dia lihat ini bukan jamuan biasa, bukan hanya satu dua orang yang hadir, ini lebih seperti pesta yang diadakan sebuah komunitas sebab ramai dan juga meriah..
Hanna menghampiri stand minuman untuk memesan segelas jus, mungkin karena bukan malam hari dan mereka juga harus kembali bekerja tak ada minuman beralkohol disana.
Hanna melihat ke arah Edgar yang masih sibuk berbincang dengan rekan bisnisnya, pria itu sangat serius mendengarkan.
Bibir Hanna menyeringai, dengan kaki yang dia silangkan dan punggung bersandar pada meja bar, dia menatap Edgar yang masih saja acuh tanpa melihat ke arahnya, hingga seorang pria menghampiri nya barulah Edgar mengalihkan mata elangnya
Mengalihkan tatapannya Hanna tersenyum pada pria di depannya "Hai."
***
Jangan di tungguin ya, ini update suka- suka.
T: Lah emang kapan gak up suka- suka?
J: Yah, namanya juga suka- suka aku😅