Dahulu Kala Sebuah Kerajaan Hebat Bernama Cahaya, Di Serang Oleh Raja Kegelapan Yang Bersekutu Dengan Iblis. Para Ksatria Cahaya Turun Atas Perintah Raja Cahaya Pertama, Namun Saat Mereka Terdesak Tiba Tiba Sebuah Cahaya Muncul Di Hadapan Mereka Dan Berubah Menjadi Sebuah Pedang Yang Kuat. Pedang Itu Di Namai Sebagai Pedang Pelindung
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon XenoNovel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Balik Air Yang Turun Dari Tempat Tinggi
Ketika ia akhirnya melewati air terjun itu, Ziaz terdiam. Di hadapannya, terbentang sebuah gua di balik air terjun itu. Sumber cahaya itu tampaknya berasal dari dalam gua tersebut.
“Jadi... inilah yang kau maksud dengan sesuatu yang telah lama hilang,” ujar Ziaz pelan. Ia merasakan dadanya berdebar hebat, seperti akan menemukan sesuatu yang sangat penting.
Dengan penuh rasa ingin tahu, ia melangkah masuk ke dalam gua, mempersiapkan diri untuk menghadapi apa pun yang menantinya di dalam.
Karena kegelapan yang menyelimuti gua itu, Ziaz merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kristal bercahaya. Sinar lembut dari kristal tersebut menerangi jalannya saat ia melangkah lebih jauh ke dalam gua. Tatapannya fokus melihat sekelilingnya, pedangnya siap di tangan kanan untuk berjaga-jaga.
Dinding gua yang dingin dan kasar perlahan terungkap oleh cahaya kristal. Saat ia melangkah lebih dalam, sebuah pemandangan menarik perhatian Ziaz. Di dinding gua itu terdapat lukisan dan tulisan kuno yang sangat misterius.
"Ini... bukannya lukisan tentang kejadian satu abad lalu?" bisiknya, suaranya terdengar kecil di tengah keheningan gua.
Ia berjalan perlahan, mengamati setiap detail lukisan itu. Sosok ksatria dengan pedang berkilauan, raja kegelapan yang mengerikan, dan cahaya terang yang turun dari langit—semuanya tergambar jelas di dinding batu itu.
“Dari goresannya, sepertinya ini sudah berumur sekitar delapan puluh tahun,” gumamnya sambil menyentuh lukisan itu dengan hati-hati. Sentuhannya membawa sedikit debu yang terlepas dari dinding.
Di antara lukisan itu, ia melihat sebuah tulisan kuno yang familiar. "Ini... tulisan kuno yang kakek perlihatkan padaku saat aku berumur 7 tahun!" ujarnya, terkejut sekaligus terkesan.
Ziaz mengingat kembali perkataa dari kakeknya tentang tulisan kuno itu. Perlahan, ia mulai mengartikan tulisan kuno itu.
“Carilah cahaya dari dalam kegelapan...” bisiknya sambil menyentuh ukiran itu.
Tiba-tiba, dari ujung kegelapan gua, sebuah cahaya biru terang muncul dengan sangat terang yang membuat Ziaz terpaksa menutup matanya. Cahaya itu menyebar memenuhi gua, membuat bayangan Ziaz membesar di dinding gua.
"Apa ini?!" serunya, mencoba menahan rasa panik.
Namun, sama cepatnya dengan kemunculannya, cahaya itu perlahan meredup dan menghilang. Ziaz, yang penasaran, segera berlari menuju tempat di mana cahaya itu muncul.
Di sana, ia menemukan sesuatu yang mengejutkan—sebuah ruangan besar yang tersembunyi di dalam gua. Pilar-pilar batu berdiri megah menopang langit-langit, dan di tengah ruangan, terdapat sebuah kursi takhta yang terlihat kuno namun agung.
"Yang benar saja... Apa ini dulunya sebuah kerajaan?" gumamnya, matanya menunjukkan kalau dia sedang kagum.
Di atas kursi takhta itu, sebuah pedang tertancap dengan gagahnya. Cahaya biru samar memancar dari pedang tersebut, seolah memanggil Ziaz untuk mendekat.
“Pedang jenis apa ini?” tanyanya pada dirinya sendiri, matanya terpaku pada pedang itu.
Dengan hati-hati, Ziaz menaiki tangga menuju takhta. Setiap langkahnya bergema di ruangan kosong itu. Ia berhenti di depan pedang, lalu meraih gagangnya.
Saat ia menarik pedang itu, cahaya biru kembali muncul, kali ini lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu meliputi seluruh tubuh Ziaz, dan tiba-tiba ia merasa dirinya ditarik ke tempat lain.
Ketika ia membuka matanya, ia mendapati dirinya berada di ruangan kosong tanpa ujung. Tidak ada dinding, lantai, atau langit, hanya kekosongan biru yang tak bertepi.
“Dimana ini?” bisiknya, kebingungan.
Dari balik kekosongan itu, sebuah suara muncul. Suara yang sama yang telah memandunya ke dalam gua.
“Siapa yang berani menarik pedang itu dari kursi tahtanya?” suara itu bertanya dengan nada tegas namun tenang.
Ziaz terkejut. Ia memandang sekeliling, mencoba mencari sumber suara itu, tapi tidak ada siapa pun di sana.
“Dimana kau?! Apa yang kau inginkan dariku?!” teriak Ziaz.
Sosok seorang ksatria muda tiba-tiba muncul di hadapannya. Ia mengenakan jubah biru dengan mata yang berwarna biru, lambang Kerajaan Cahaya terpampang di bahunya.
“Si-siapa kau?” tanya Ziaz dengan suara bergetar.
Ksatria muda itu tersenyum kecil. “Siapa aku? Aku adalah orang pertama yang menggunakan pedang yang kau pegang itu,” jawabnya.
“Maksudmu... pedang ini adalah Pedang Pelindung?” Ziaz bertanya dengan nada penuh keraguan.
“Benar. Kau sedang memegang Pedang Pelindung berwarna Biru. Pedang itu pernah digunakan oleh kakekmu dalam pertempuran besar satu abad lalu,” jawab pria itu.
“Tapi itu tidak masuk akal!” seru Ziaz. “Seharusnya kakekku adalah orang pertama yang menggunakan Pedang Pelindung berwarna Biru! "
Pria itu kembali tersenyum. “Kau salah. Aku, Yuez Blue, adalah leluhurmu. Aku lahir 150 tahun yang lalu, jauh sebelum tragedi itu terjadi.”
Ziaz terkejut mendengar pernyataan itu.
Yuez mulai menceritakan asal usul Pedang Pelindung. “Pedang ini... bersama enam lainnya, ditemukan dalam misi berbahaya di sebuah kerajaan yang kini telah hilang. Kami menyegel pedang-pedang itu dalam cahaya untuk melindungi dunia dari ancaman yang belum datang.”
Namun, Yuez menjelaskan bahwa keputusan itu membawa konsekuensi berat: ia dan rekan-rekannya tidak dapat hidup lebih dari 30 tahun karena telah menyegel pedang pelindung.
"Aku tidak tau pasti apakah kerajaan itu masih ada atau tidak, tapi kami menemukan pedang pelindung saat sedang menjalankan bisa berbahaya di kerajaan itu." ucap Yuez
“Tapi... kerajaan apa itu?” tanya Ziaz.
Sebelum Yuez sempat menjawab, ruangan biru itu perlahan memudar. Ziaz kembali ke ruangan besar di dalam gua, masih memegang Pedang Pelindung berwarna Biru.
Cahaya pedang itu bersinar terang, tetapi tiba-tiba gua mulai runtuh. Batu-batu besar jatuh dari atas, memaksa Ziaz untuk berlari secepat mungkin keluar dari gua itu.
Saat ia melompat melalui air terjun, Ziaz akhirnya mencapai tepian sungai di luar gua. Napasnya terengah-engah, tubuhnya basah kuyup, tapi di tangannya, ia masih memegang Pedang Pelindung berwarna Biru.
“Hampir saja...” gumamnya, menatap pedang itu dengan mata penuh rasa ingin tahu dan hormat.
Dengan pikiran penuh pertanyaan, Ziaz memutuskan untuk kembali ke rumahnya melewati terowongan air yang mengalir ke arah kerajaan.
___
Saat malam hari...
Raja Yuto sedang mengadakan pertemuan dengan para ksatria penjaga perbatasan. Raja Yuto mendengar kabar kalau desa di bagian perbatasan kerajaan cahaya telah di serang oleh seseorang.
"Bukannya kalian tadi malam berjaga di wilayah itu?" tanya Raja Yuto
"Itu kesalahan kami yang mulia, namun saat sebelum desa tersebut di serang oleh seseorang, pada saat itu kami sedang mengejar para bandit yang berlarian ke dalam hutan." jawab ketua regu penjaga perbatasan
"Berapa lama desa itu di serang?" tanya Raja Yuto
"Pada saat itu kami mengejar para bandit sekitar 10 menit saja, namun saat kami kembali kami melihat desa tersebut sudah di penuhi dengan api yang membara dan para penduduk yang berlarian karena ketakutan." ucap ketua regu penjaga perbatasan
___ END CHAPTER 2 ___