Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Pengkhianatan dalam Bayangan
Malam semakin larut, tetapi Keisha masih belum bisa tidur. Setelah menerima pesan misterius itu, pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai kemungkinan. Siapa yang mengirim pesan itu? Seberapa besar pengaruh organisasi siswa dalam semua ini? Dan yang paling penting—seberapa jauh mereka akan bertindak untuk menghentikannya?
Di ranjang sebelah, Anita juga terjaga. Ia berbaring sambil menatap langit-langit, lalu berkata pelan, “Kei, menurut lo… kita bisa menang?”
Keisha terdiam sejenak sebelum menjawab, “Gue nggak tahu, Nit. Tapi gue nggak mau nyerah sebelum kita tahu kebenarannya.”
Anita menghela napas. “Gue juga nggak mau nyerah. Tapi gue mulai mikir, gimana kalau kita salah langkah? Gimana kalau kita ngelawan orang yang salah?”
Keisha menoleh ke arah sahabatnya itu. “Lo takut?”
Anita mengangguk pelan. “Takut banget.”
Keisha tersenyum tipis. “Gue juga. Tapi justru karena itu, kita harus terus maju.”
Anita terdiam, lalu mengangguk. “Oke. Kita harus pastiin ini berakhir dengan kemenangan.”
Mereka berdua akhirnya mencoba tidur. Tapi yang tidak mereka sadari, ada seseorang yang sedang mengamati mereka dari luar jendela.
~
Jejak yang Menghilang
Keesokan harinya, Keisha, Ryan, Anita, dan Danu kembali berkumpul di perpustakaan untuk menyusun strategi. Mereka setuju bahwa langkah terbaik adalah menyelidiki lebih jauh tentang Reza dan hubungannya dengan organisasi siswa.
Ryan mengambil selembar kertas dari tasnya. “Gue udah coba cari tahu lebih banyak soal Reza, tapi ada sesuatu yang aneh.”
Keisha mengernyit. “Aneh gimana?”
Ryan meletakkan kertas itu di meja. “Nama dia nggak ada di daftar resmi anggota organisasi siswa.”
Anita langsung menegang. “Apa? Tapi bukannya dia selalu kelihatan bareng mereka?”
Ryan mengangguk. “Itu yang aneh. Nama dia nggak ada di struktur organisasi, tapi dia sering banget keliatan sama anggota inti mereka. Artinya, dia bisa jadi seseorang yang bekerja di balik layar.”
Danu menepuk dagunya. “Atau mungkin dia lebih dari sekadar anggota biasa.”
Keisha menatap kertas itu lama. “Jadi, kalau kita bisa cari tahu lebih banyak soal dia, kita mungkin bisa bongkar sesuatu yang lebih besar?”
Ryan mengangguk. “Kemungkinan besar.”
Anita menggigit bibirnya. “Tapi kalau dia bukan anggota resmi, gimana kita bisa tahu peran dia sebenarnya?”
Danu tersenyum kecil. “Gue udah punya cara.”
~
Misi Penyamaran
Sore itu, Danu menyamar sebagai anggota klub jurnalistik untuk menyusup ke ruang arsip sekolah. Ia berpura-pura mencari informasi untuk laporan kegiatan sekolah, tetapi sebenarnya, ia mencari dokumen terkait Reza.
Setelah hampir setengah jam mencari, akhirnya ia menemukan sesuatu. Sebuah catatan tentang beasiswa yang diberikan kepada beberapa siswa tertentu—dan nama Reza ada di sana.
Yang mengejutkan, ia bukan satu-satunya yang menerima beasiswa misterius itu.
Nama lain yang tertera dalam daftar itu membuat Danu terdiam.
Adrian.
Danu segera memotret dokumen itu dengan ponselnya, lalu buru-buru keluar sebelum ada yang melihatnya.
~
Plot Twist: Koneksi yang Tak Terduga
Malam itu, mereka berempat kembali berkumpul di kamar Keisha. Danu menunjukkan foto dokumen yang ia temukan.
“Lihat ini,” katanya sambil memperbesar nama-nama di layar.
Keisha membaca daftar itu dengan saksama, lalu matanya membelalak. “Adrian? Dia juga dapet beasiswa yang sama?”
Ryan menghela napas. “Berarti ada kemungkinan Adrian juga terlibat dalam semua ini.”
Anita menatap mereka dengan ekspresi bingung. “Tapi Adrian yang kita kenal bukan tipe orang yang bisa terlibat dalam konspirasi kayak gini, kan?”
Keisha menggeleng. “Gue nggak tahu lagi harus percaya sama siapa.”
Ryan menyandarkan punggungnya ke dinding. “Kita butuh bukti lebih banyak sebelum menuduh Adrian.”
Danu mengangguk. “Gue bisa coba cari tahu lebih lanjut soal beasiswa ini. Tapi kita harus hati-hati.”
Keisha menggigit bibirnya. “Ya. Karena sekarang, kita nggak bisa percaya siapa pun.”
~
Ancaman yang Semakin Nyata
Dua hari kemudian, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.
Ketika Keisha sedang berjalan menuju kelas, ia menemukan sesuatu yang aneh di dalam lokernya.
Sebuah amplop berwarna hitam.
Tangan Keisha gemetar saat ia membukanya.
Di dalamnya, terdapat selembar foto.
Foto dirinya, Ryan, Anita, dan Danu—diambil dari kejauhan saat mereka sedang berbicara di atap sekolah.
Di bawah foto itu, tertulis pesan singkat:
“Berhenti sekarang, atau kalian akan menyesal.”
Keisha langsung merasa bulu kuduknya berdiri. Ia buru-buru menunjukkan foto itu pada Ryan.
Ryan membaca pesan itu, lalu mengepalkan tangannya. “Mereka benar-benar mengawasi kita.”
Anita menutup mulutnya dengan tangan. “Mereka tahu kita nyari tahu soal mereka…”
Danu menatap foto itu dengan serius. “Kalau mereka udah sampai segini, artinya kita makin dekat dengan kebenaran.”
Keisha menggigit bibirnya. “Tapi kalau kita terus maju, kita bisa dalam bahaya.”
Ryan menatap Keisha dalam-dalam. “Lo mau mundur?”
Keisha terdiam. Ia merasa takut—sangat takut. Tapi di saat yang sama, ia tahu bahwa mundur bukan pilihan.
Ia menatap Ryan dengan penuh tekad.
“Tidak. Kita akan terus maju.”
Ryan mengangguk. “Kalau gitu, kita harus selangkah lebih depan dari mereka.”
Danu menyeringai. “Dan gue punya ide buat itu.”
~
Pancingan Berbahaya
Danu mengusulkan rencana yang berani—mereka akan menjebak pihak yang mengawasi mereka dengan memberikan informasi palsu.
Mereka sepakat untuk menyebarkan rumor bahwa mereka akan bertemu dengan seorang guru untuk melaporkan apa yang mereka temukan.
Namun, sebenarnya, mereka akan mengawasi siapa saja yang bereaksi terhadap rumor itu.
Keisha menggigit bibirnya. “Kalau ini berhasil, kita bisa tahu siapa musuh kita sebenarnya.”
Ryan mengangguk. “Tapi kalau gagal… kita bisa semakin dalam bahaya.”
Anita menarik napas panjang. “Gue nggak peduli. Gue mau tahu siapa yang ada di balik semua ini.”
Danu tersenyum. “Kalau gitu, ayo kita mulai permainan ini.”