Update setiap hari jam 07:00
Aditiya Iskandar, seorang Menteri Pertahanan berusia 60 tahun, memiliki satu obsesi rahasia—game MMORPG di HP berjudul CLO. Selama enam bulan terakhir, ia mencuri waktu di sela-sela tugas kenegaraannya untuk bermain, bahkan sampai begadang demi event-item langka.
Namun, saat ia terbangun setelah membeli item di game, ia mendapati dirinya bukan lagi seorang pejabat tinggi, melainkan Nijar Nielson, seorang Bocil 13 tahun yang merupakan NPC pedagang toko kelontong di dunia game yang ia mainkan!
dalam tubuh boci
Bisakah Aditiya menemukan cara untuk kembali ke dunia nyata, atau harus menerima nasibnya sebagai penjual potion selamanya?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiat_Df, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengalaman mengerikan armand
Di dalam kelas, Nijar duduk dengan tatapan kosong, sama sekali tidak fokus pada pelajaran yang diajarkan oleh Profesor Aldric. Kata-kata ayah Sebastian terus berputar di kepalanya, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin dalam pikirannya terjerat dalam spekulasi.
Kenapa raja mengincarnya? Apakah benar hanya karena 20 soal ujian tentang teknologi modern yang ia jawab dengan sempurna? Jika memang begitu, maka itu berarti ujian tersebut bukan sekadar ujian biasa, melainkan sebuah tes untuk mengidentifikasi seseorang. Nijar kini semakin yakin bahwa raja sendiri yang membuat soal-soal itu.
Namun ada pertanyaan yang lebih besar yang membuatnya semakin gelisah.
Apakah raja berasal dari dunia yang sama dengannya?
Jika benar, maka itu akan mengubah segalanya. Bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang dunia ini, tentang kekaisaran, dan mungkin tentang perang yang akan datang.
"Nijar!"
Suara lantang itu membuyarkan lamunannya. Ia tersentak dan menoleh ke depan. Profesor Aldric menatapnya tajam, kedua alis pria tua itu bertaut dengan ekspresi tidak sabar.
"Apakah kau bisa mengulang penjelasan yang baru saja aku katakan?" tanya Profesor Aldric dengan nada menantang.
Kelas menjadi sunyi. Beberapa siswa melirik Nijar, menunggu reaksinya.
Nijar hanya bisa diam. Ia bahkan tidak mendengar satu kata pun sejak awal pelajaran dimulai.
---
Di Kantin Akademi Kemiren
Nijar duduk dengan wajah masam, sementara Jay dan Reiner tidak berhenti menertawakannya. Bahkan Jay hampir tersedak makanannya karena terlalu banyak tertawa.
Jay: "Hahaha! Nijar, aku masih gak percaya! Profesor Aldric nanya, terus kau malah bengong kayak ayam kehilangan induk! Wajahmu waktu itu priceless banget!"
Reiner: "Dan jawabanmu juga luar biasa… 'Eh? Umm… Bisa diulang, Prof?' Serius, itu pertama kalinya aku lihat Aldric hampir melempar kapur ke muridnya!"
Nijar mendengus kesal dan menyendok makanannya dengan kasar.
Nijar: "Diam kalian! Aku cuma lagi banyak pikiran!"
Jay: "Oh iya, iya! Banyak pikiran… atau banyak melamun?!" Jay kembali tertawa dan menepuk punggung Nijar.
Sebastian: (dengan nada datar) "Mereka ini sangat ribut."
Nijar dan Reiner langsung menoleh ke Sebastian, sementara Jay malah menatapnya dengan curiga.
Jay: "Nah, itu dia yang bikin aku heran! Kenapa sekarang Sebastian duduk bareng kita? Biasanya kau tuh menyendiri dan gak ada yang berani deket-deket sama kau!"
Reiner: "Bukan cuma gak ada yang berani, lebih tepatnya mereka gak mau. Aku juga heran, kenapa sekarang kau betah sama kita?"
Sebastian: (mengangkat bahu) "Aku hanya ingin duduk di sini. Tidak ada aturan yang melarang, bukan?"
Jay: "Iya sih, tapi tetap aja aneh. Kau tuh kayak—"
Nijar: (menyela Jay) "Udah, jangan bahas itu. Lebih baik kita pikirkan sore ini."
Pembicaraan pun beralih ke pertandingan seleksi petarung. Reiner yang paling serius menanggapinya.
Reiner: "Hari ini ada lima pertandingan tersisa. Setelah itu, hanya akan ada 12 petarung yang tersisa untuk bertarung di panggung utama."
Nijar: "Lawan kita semakin kuat, kita harus lebih berhati-hati."
Jay: (menyilangkan tangan dengan bangga) "Hahaha! Tenang aja! Walaupun aku gak ikut, aku akan jadi pendukung nomor satu kalian! Nijar! Reiner! Aku yakin kalian pasti masuk 12 besar!"
Sebastian: (dengan nada santai) "Aku juga penasaran, sejauh mana kalian bisa melangkah."
Nijar: (tersenyum tipis) "Tunggu saja, Jay. Aku tidak akan kalah dengan mudah."
Reiner: (mengepalkan tangan) "Aku juga akan bertarung sekuat tenaga."
Suasana semakin bersemangat. Jay menepuk pundak mereka dengan penuh semangat, sementara Sebastian hanya tersenyum tipis, tetap dengan misterinya.
---
Di Dalam Kereta Kuda – Perjalanan Keluar dari Istana Kemiren
Di dalam kereta kuda yang melaju menuju penginapannya, Armand Silas duduk dengan wajah pucat dan tangan gemetar. Ia meremas-remas dahinya, mencoba mengusir suara-suara yang terus berputar di kepalanya.
"Ledakan itu…"
"Benda-benda besi yang bergerak sendiri…"
"Suara gemuruh yang menelan kapal dalam sekejap…"
Pemandangan yang ia lihat di pulau penelitian Kemiren tidak bisa ia lupakan. Itu bukan sihir, bukan kekuatan ilahi, tetapi sesuatu yang jauh lebih mengerikan—sesuatu yang tidak bisa dilawan oleh manusia biasa.
"Jika Kuranji menolak aliansi dengan Kemiren, itu adalah kebodohan yang tak termaafkan."
Namun, di sisi lain, Armand juga tidak bisa membayangkan bagaimana situasi di kekaisaran saat ini. Kapal milik kekaisaran yang membawa Pangeran Bargo Diaz tidak pernah kembali. Tidak ada yang selamat. Tidak ada saksi yang bisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa yang akan kekaisaran lakukan ketika menyadari kapal mereka lenyap begitu saja?"
Armand menelan ludah. Jika perang benar-benar pecah, Kekaisaran pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan Kemiren. Tetapi dengan teknologi yang dimiliki Kemiren, apakah mereka benar-benar bisa dihancurkan? Atau justru sebaliknya?
Lalu, bagaimana dengan Keerom? Kerajaan kecil yang angkuh itu baru saja kehilangan pangerannya. Tidak mungkin mereka hanya diam dan menerima begitu saja.
Armand memijat pelipisnya dengan frustasi.
"Aku harus meyakinkan Raja Kuranji. Tapi bagaimana caranya?"
Dia tahu ini akan menjadi tugas yang sangat sulit. Raja Kuranji terkenal sebagai pemimpin yang penuh perhitungan dan tidak mudah dipengaruhi. Namun, setelah apa yang ia saksikan sendiri…
"Tidak… Aku harus meyakinkan Raja… Jika tidak, maka kerajaan kami bisa saja menjadi korban berikutnya."
Kereta terus melaju di jalan berbatu, meninggalkan istana Kemiren, sementara di dalamnya, seorang utusan dari Kuranji masih terperangkap dalam pikirannya yang kacau.