~Dibuat berdasarkan cerpen horor "Anna Van de Groot by Nath_e~
Anastasia ditugaskan untuk mengevaluasi kinerja hotel di kota Yogyakarta. siapa sangka hotel baru yang rencana bakal soft launching tiga bulan lagi memiliki sejarah kelam di masa lalu. Anastasia yang memiliki indra keenam harus menghadapi teror demi teror yang merujuk ada hantu noni Belanda bernama Anna Van de Groot.
mampukah Anastasia mengatasi dendam Anna dan membuat hotel kembali nyaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nath_e, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekhawatiran Adam
Anastasia berdiri di sudut pantry, tubuhnya tegang dengan tatapan yang sulit diterjemahkan. Suasana di ruangan itu terasa berat, meski denting piring dan suara aktivitas dapur di luar masih terdengar samar. Kepala chef, seorang pria paruh baya dengan wajah serius, berdiri di dekat meja kerja sambil melipat tangannya. Pelayan terkait, seorang wanita muda yang terlihat gugup, sesekali mencuri pandang pada Anastasia.
Adam, manajer keuangan hotel, berdiri dengan raut wajah cemas, memegang tablet yang memutar rekaman CCTV.
“Ini nggak masuk akal,” gumam Adam sambil mengulang rekaman yang memperlihatkan gerakan aneh di salah satu sudut dapur.
Dalam video itu, laci tempat penyimpanan pisau tiba-tiba terbuka dengan sendirinya, diikuti suara barang jatuh. Beberapa pisau meluncur ke lantai tanpa sebab yang jelas. Dan yang paling mencengangkan, tiga pisau yang menancap sempurna seolah mengisyaratkan ancaman.
"Aku melihatnya sendiri," ujar pelayan wanita itu dengan nada bergetar. "Nggak ada satu orang pun dari kami disana. Aku nggak bohong, Bu Ana.”
Anastasia mengangguk pelan dengan berat hati. Ia tahu itu meski tidak dijelaskan. Saat kali pertama memasuki pantry, aura tak bersahabat sudah menyapanya. Kelebatan bayangan hitam berpindah tempat dengan cepat saat ia mendekati meja. Tapi Anastasia tak ingin banyak bicara, ia tak ingin menakuti karyawannya.
"Yah, dan sekarang kita semua tahu," tambah Adam, menunjuk layar. "Semua kejadian aneh ini terekam. Tapi bagaimana mungkin?"
Anastasia menatap layar itu dengan intens. Ada sesuatu di balik kejadian ini yang hanya dia pahami. Tangannya mengepal di samping tubuhnya, tapi ia berusaha menjaga ekspresinya tetap tenang.
“Kalian yakin pintu dapur tadi terkunci saat insiden terjadi?” tanya Anastasia, suaranya dingin tapi tegas.
Kepala chef mengangguk cepat. “Ya, kami memastikan semuanya tertutup sebelum shift dimulai.”
Anastasia menghela nafas panjang. Ada sesuatu yang tak kasat mata tengah bermain-main, dan meski dirinya tidak ingin memicu kepanikan, Anastasia tahu kejadian ini bukan murni kebetulan.
“Aku akan menyelidikinya lebih lanjut,” ujar Anastasia akhirnya. “Untuk sekarang, anggap saja ini kesalahan teknis.”
“Masalah teknis? Apa kamu gila, An? Ini lebih dari sekedar masalah teknis! Hotel bakal buka tiga bulan lagi dan kejadian ini bisa jadi rumor buruk yang bakal berpengaruh sama kepercayaan investor!” Adam menyela, bingung membayangkan kegagalannya menarik dua investor besar yang baru saja di lobby-nya.
Pelayan dan chef kepala saling pandang, Anastasia menghela nafas berat. “Kalian boleh keluar.” Perintahnya pada keduanya.
Setelah keduanya keluar, Ana menoleh pada Adam. “Harus ya, ngomongin ini di depan mereka? Mereka baru shock lho, Dam? Jangan bebani pikiran mereka sama beginian juga kali!”
“Ya biarkan mereka juga mikir, bahwa rumor begini bakal bikin hotel kita rugi besar! Gimana kalau kita nggak jadi opening hanya karena rumor hotel berhantu?!”
“Kamu terlalu overthinking, Dam. Mana mungkin opening batal hanya karena rumor nggak jelas gitu? Semuanya bakal tetap berjalan sesuai rencana, on schedule and no cancelled.”
Adam meletakkan tablet di meja,melipat kedua tangannya didepan dada. “Jadi apa solusimu?”
“Nggak ada,” jawab Ana singkat.
“Nggak ada? Hei, jangan bercanda An! Ini serius loh masalahnya. Kamu nggak liat video itu? Dan aku juga nggak tahu apa ada karyawan yang sudah curi rekaman lalu up ke medsos!”
Anastasia memijat pelipisnya, Adam memang tipe perfeksionis tapi juga terlalu berlebihan. “Dam, please … jangan bertingkah layaknya kamu pemula deh. Di up di medsos kan malah kebetulan? Promo gratis jadi mereka penasaran sama hotel kita. Lagian masyarakat kita itu suka sama hal yang menyangkut misteri kayak gini. So masalahnya dimana?”
“Investor Ana … investor! Gimana kita bisa yakinin mereka kalau mereka aja nggak yakin hotel kita bakal rame dalam lima tahun kedepan hanya karena rumor hotel berhantu!” Adam berkata dengan berapi-api.
“Dam, come on! Ini cuma satu gangguan kecil lagian selama hotel ini beroperasi baru ini kan yang aneh? Lainnya nggak ada!”
“Kamu yakin?”
Anastasia ragu menjawab, karena dia sendiri baru saja dipindahkan dari kantor pusat ke Yogyakarta untuk mengurus hotel ini. “Ehm, mungkin.”
Adam tertawa sinis, “kamu tahu nggak, sejak awal aku sudah ada disini, sejak hotel ini dalam proses pembangunan, dan aku tahu persis apa yang terjadi disini, di hotel ini!”
“Ya udah, ngapain juga dibuat masalah Dam? Banyak lho hotel yang nawarin juga program kejar hantu, rame lho. Kita bisa jadi pemandu tur keliling hotel, lumayan kan?” Anastasia kembali berkata dengan santai membuat Adam kesal.
“Aku nggak ngerti cara berpikir kamu, An. Kamu beda sama kakakmu, Dewi nggak bakal mikir begitu.” Adam berdecak kesal dan berlalu keluar ruangan.
“Ngapain juga bawa-bawa nama mbak Dewi, aneh!” Sungut Ana tak terima disandingkan dengan kakak perempuannya.
Dewi adalah general manager di salah satu cabang hotel yang sama. Dewi dan Adam satu angkatan hanya saja beda keberuntungan. Kakak tiri Anastasia itu lebih cepat mendapat promo ketimbang Adam yang sampai saat ini harus cukup puas di posisi manager keuangan.
Anastasia terdiam untuk beberapa saat, ia menarik nafas dalam mengatur energinya yang kacau karena situasi tak terduga tadi.
“Baiklah, kita lihat apa yang sebenarnya terjadi disini,” ucapnya sambil membuka pintu ruangan dan kembali ke pantry.
Ruangan pantry sudah kembali kembali rapi dan semua orang sudah pergi. Anastasia memilih untuk tinggal. Cahaya dari lampu dapur yang redup menyisakan bayangan samar di sekitar ruangan. Ia berdiri di tengah pantry, menatap laci-laci penyimpanan yang tadi menjadi pusat kejadian ganjil itu.
Bayangan kejadian tadi masih segar di ingatannya—laci-laci yang mendadak terbuka sendiri, suara denting besi, dan tiga pisau besar yang meluncur secara vertikal, berhenti melayang tepat di hadapannya sebelum jatuh ke lantai. Itu bukan kejadian biasa.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Indra keenamnya berdenyut, memberikan sinyal samar yang terasa seperti bisikan di sudut pikirannya. Anastasia memejamkan mata, membiarkan energi ruangan itu meresap ke dalam dirinya.
Suasana terasa hening. Saat ia memusatkan perhatiannya, udara di pantry berubah menjadi dingin. Ia merasakan kehadiran sesuatu—entitas yang tidak terlihat oleh mata biasa. Denyutan di pikirannya semakin kuat, hingga ia bisa melihat kilasan samar.
Bayangan seorang pria dengan tangan yang gemetar memegang pisau. Sosok itu tampak panik, seperti dikejar oleh sesuatu yang tidak terlihat, sebelum bayangan itu menghilang.
"Siapa kamu?" bisik Anastasia lirih, suaranya hampir tenggelam oleh keheningan ruangan. Tidak ada jawaban. Hanya dingin yang merambat, menyentuh kulitnya seperti belaian angin yang menusuk.
Tiba-tiba, salah satu laci di depannya bergerak sedikit, berdecit pelan. Anastasia membuka matanya, menghadap laci itu tanpa gentar. Ia menunduk perlahan, meraih pegangan laci dengan hati-hati. Saat ia membukanya, matanya menangkap sesuatu yang membuat dadanya berdegup kencang—sebuah ukiran kecil di bagian dalam laci. Ukiran itu membentuk simbol aneh, seperti lingkaran dengan garis-garis yang bersinggungan di tengah.
"Ini kan ..," gumamnya, menggenggam erat pegangan laci. Simbol itu terasa akrab, seolah pernah ia lihat di masa lalu, di tempat lain dengan misteri serupa.
“Roh yang marah, terjebak dalam ketakutan. Tapi … kenapa sekarang?”
Anastasia harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Intuisinya mengatakan ini akan semakin buruk. Kilasan teror itu nyata dan sempat memberinya petunjuk tentang sebuah tempat.
“Pohon Flamboyan …,”
Bersambung …,