seorang gadis kecil yang saat itu hendak pergi bersama orang tua ayah dan ibunya
namun kecelakaan merenggut nyawa mereka, dan anak itu meninggal sambil memeluk bonekanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rika ananda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bruno mencari tumbal
Desas-desus tentang kematian Angelica menyebar cepat seperti api yang menjilati daun kering. Gadis kecil berambut keemasan itu ditemukan tak bernyawa di taman belakang rumahnya, wajahnya pucat dan bibirnya terbuka seperti ingin menjerit. Yang lebih menyeramkan, boneka kesayangannya, sebuah boneka beruang bernama Bruno, hilang tanpa bekas.
Warga desa berbisik tentang kutukan. Mereka menunjuk jari ke Bruno, mengatakan bahwa boneka itu berhantu dan menuntut balas dendam. Kisah tentang Bruno yang menyeramkan tersebar dengan cepat. Orang-orang mengatakan bahwa Bruno muncul di tengah malam, berjalan sendiri di jalan desa dengan mata berbinar-binar.
Tak hanya itu, teror kematian pun mulai melanda desa. Seorang petani tua ditemukan mati di ladangnya, tangannya mencengkeram sebatang kayu yang tertancap di dadanya. Beberapa hari kemudian, seorang ibu rumah tangga ditemukan mati di dalam sumur rumahnya, wajahnya menunjukkan ekspresi ketakutan.
Histeria menyerang desa. Orang-orang hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Mereka menghindari jalan sepi, mengunci pintu rumah dengan kuat,
Keheningan malam di desa itu terpecah oleh langkah kaki kecil yang menyeramkan. Angelica, gadis kecil yang seharusnya terbaring di kuburan, muncul dari balik pohon besar di tepi desa. Matanya berbinar-binar dengan cahaya yang tak alamiah, bibirnya tersenyum sinis, menyeramkan seperti hantu yang keluar dari kubur.
Di tangannya, dia menggenggam boneka beruang Bruno, yang dulunya merupakan teman setia Angelica. Namun, sekarang, Bruno tampak berbeda. Matanya hitam menyeramkan, dan mulutnya terbuka lebar menunjukkan deretan gigi tajam.
Angelica berjalan menuju rumah-rumah warga desa, langkahnya senyap dan menyeramkan. Dia mengetuk pintu dengan jari-jarinya yang kecil, kemudian menunggu dengan senyum sinis di wajahnya.
Ketika pintu dibuka, warga desa yang terkejut menatap Angelica dengan mata mebulat. Mereka mencoba menjerit, tapi suara mereka terjebak di tenggorokan seperti ada sesuatu yang menekan dada mereka.
"Angelica?" bisik mereka, suara mereka bergetar karena ketakutan.
Angelica hanya tersenyum sinis, kemudian menunjuk Bruno ke arah mereka. "Dia ingin bermain," bisik Angelica, suaranya menyeramkan seperti desisan ular.
Warga desa itu merasa dingin menyerbu tubuh mereka. Mereka mencoba menarik diri ke dalam rumah, tapi tangan mereka terasa lemah. Angelica mendekati mereka dengan langkah yang tak terduga, Bruno di tangannya bergoyang-goyang seperti menari.
"Mainkan aku," bisik Angelica, suaranya menyeramkan.
Warga desa itu terpaku di tempat, tak berani bergerak. Mereka menatap Angelica dan Bruno dengan mata yang mengerikan.
Angelica tersenyum lagi, kemudian berbalik dan menghilang dalam kegelapan. Warga desa itu masih terpaku di tempat, tubuh mereka bergetar karena ketakutan. Mereka tahu, teror itu baru mulai.
Di tempat kecelakaan itu, di mana mobil keluarga Angelica menabrak pohon besar dan menghilangkan nyawa mereka, terdapat suasana sunyi dan menyeramkan. Udara terasa dingin dan berat, seolah-olah tempat itu diliputi aura kematian.
Namun, di tengah kesunyian itu, terdapat sesuatu yang menyeramkan. Bruno, boneka beruang kesayangan Angelica, berdiri tegak di atas reruntuhan mobil yang berkarat. Matanya yang hitam berbinar-binar, menatap ke arah jalan desa.
"Aku ingin bermain," bisik Bruno, suaranya terdengar lemah tapi menyeramkan. "Berikan aku tumbal."
Bruno berjalan perlahan menuju jalan desa. Langkah kakinya senyap, tapi aura kematian yang dipancarkannya menyeramkan.
"Aku ingin bermain," bisik Bruno lagi, suaranya semakin keras. "Berikan aku tumbal."
Bruno menunggu di pinggir jalan desa, menatap ke arah mobil yang melewati jalan itu. Dia mencari tumbal, seseorang yang berani mendekati dia.
"Berikan aku tumbal," teriak Bruno, suaranya menyeramkan dan mengancam. "Atau, aku akan mengambil jiwa mu!"
Bruno bersiap menyerang, menunggu korban berikutnya. Teror kematian di desa itu belum berakhir. Bruno akan terus mencari tumbal sampai kepuasan hatinya terpenuhi.