Caroline Blythe Berasal dari keluarga Broken Home dengan ibu yang harus masuk panti rehabilitasi alkohol. Hidup sebatang kara tidak punya kerjaan dan nyaris Homeless.
Suatu ketika mendapat surat wasiat dari pengacara kakeknya bahwa beliau meninggalkan warisan rumah dan tanah yg luas di pedesaan. Caroline pindah ke rumah itu dan mendapatkan bisikan bisikan misterius yang menyeramkan.
Pada akhirnya bisikan itu mengantarkan dirinya pada Rahasia kelam sang kakek semasa hidup yang mengakibatkan serentetan peristiwa menyeramkan yang dialaminya di sana. Mampukah Caroline bertahan hidup di Rumah tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Halusinasi atau Gangguan Gaib
Dreet…
Dreeet..
Dreeet…
Caroline mangambil Ponselnya dengan malas, ternyata Harry Langley yang melakukan panggilan.
“Halo” ujar Caroline malas
“Caroline, mengapa kau tidak bilang jika kau pindah ke rumah kakekmu,” tanya Harry Langley sedikit Emosi.
“Maafkan aku Harry, aku tidak sempat. Kemarin pengacara itu, Tuan Richard yang mengantarku ke Ravenmoore,”
“Baiklah aku segera meluncur kesana sebentar lagi. Aku sudah menyiapkan makanan untukmu dan beberapa bekal. Tunggu aku disana,” KLEK
Belum juga Caroline sempat menjawab, Harry sudah mematikan ponselnya.
Dengan rasa malas Caroline bangkit dari tidurnya di karpet yang dia gelar di lantai rumah tua itu.Teringat dia akan peristiwa kemarin, belum apa apa dia sudah mendapatkan suara dan penampakan di rumah itu
“Mungkin aku waktunya minum Obat,” gumam Caroline dalam hati.
Maklumlah Caroline memang sedang mendapatkan terapi untuk Kondisi PTSD yang dia derita. Memang saat ada di London, Jika Stress nya kambuh, dia juga pernah mengalami halusinasi, apakah itu berwujud penampakan atau suara. Sehingga saat dia melihat penampakan kemarin, dengan enteng dia menduga waktunya minum obat.
Sebetulnya tinggal di rumah yang hampir roboh ini mirip sekali dengan gelandangan yang ada di pinggiran kota London. Namun setidaknya di dalam rumah ini hangat, dan terkunci. Jika dia memilih tinggal sebagai gelandangan di London, maka banyak sekali ancaman Kriminal yang mengintai, belum lagi jika terciduk dinas sosial.
Kata orang, lebih baik bertemu hantu dari pada Manusia Jahat. Kalau hantu tidak bisa menyakiti raga, Kalau orang jahat, dia bisa melakukan tindakan kekerasan dan pembunuhan yang kejam.
Caroline mencari tas kecilnya dan mengambil bungkus rokok yang didalamnya tinggal dua batang. Dinyalakannya satu dan dihisapnya dalam dalam. Dia teringat peristiwa seminggu lalu saat ibunya di ciduk petugas dinas sosial karena ketahuan mabuk di jalanan depan rumah dan mengganggu ketenangan tetangga.
“Pergilah kalian dari sini keluarga Brengsek. Kalian sungguh tidak pantas tinggal di sini. Dasar manusia tikus jalanan, sampah masyarakat,” umpat beberapa tetangganya.
Saat itu dia setengah bersyukur karena pada akhirnya ibunya diangkut ke pusar Rehab alkohol. Namun persoalan baru muncul ketika Pemilik rumah sewa yang ditinggalinya mengusir dan memberi Deadline untuk membayar tunggakan sewa yang sudah menggunung.
Untungnya tak berapa lama, entah keajaiban dari mana, tuan Richard menghubunginya dan memberi tahu soal warisan rumah ini. Segera Caroline mengiyakan untuk menerima warisan itu dengan syarat tuan Richard mau memberinya hutang untuk membayar tunggakan sewa unit apartemen murah yang selama dua tahun ini ditempatinya bersama ibu.
Dan, disinilah dia, di desa yang asing baginya, Ravenmoore. Tanpa uang, tanpa air minum, tanpa makan, mungkin juga tanpa bisa mandi. Rumah ini lebih mirip penjara dari pada rumah. Penjara yang kotor dan jorok.
TOK…TOK..TOK
Dilihatnya Harry sudah ada di depan pintu rumah, Segera dibukanya dan menyambut Harry.
“Hai harry, kau tidak kesulitan mencari rumah reot ini bukan?” tanya Caroline
“Hemm tentu tidak, rumah ini paling jelek dan nampak tak terurus. Orang sekitar bahkan menamainya rumah hantu penasaran. Kabarnya pada malam malam tertentu rumah ini, ramai dengan suara suara tidak jelas.” ujar Harry sambil meringis.
Caroline hanya tersenyum kecut lalu mempersilahkan Harry masuk.
“Caroline, bagaimana kau akan tinggal di rumah kotor dan berdebu macam ini? Bahkan rumah ini sepertinya tidak punya supply listrik, penghangat ruangan dan juga air bersih? Kau sudah gila?” tanya Harry.
“Aku tidak punya pilihan Harry, aku diusir dari kontrakan apartemenku. Aku tidak tahu harus kemana. Dari pada aku menggelandang di jalanan London, lebih baik aku memilih tinggal disini. Setidaknya ada pintu, tertutup dan terkunci. Aku bisa cuci muka di pomp bensin atau sejenisnya,” ujar Caroline tek berdaya.
“Tadi ketika masuk ke desa ini, aku melihat motel di pinggir jalan. Aku kira kau lebih baik tinggal disana kalau malam, sehingga kau bisa tidur dengan nyaman, dan pagi harinya kesini membersihkan rumah ini dan membenahi apa apa yang perlu dibenahi.”
“Aku tidak punya uang Harry, dan aku tidak mau merepotkanmu.” ujar Caroline, wajahnya menunduk menghindari tatapan mata Harry.
“Jangan tolol, ayo ikut aku,” ujar Harry
Diseretnya Caroline naik ke dalam mobil yang dibawanya. Dan segera mereka menuju Motel yang tadi Harry lihat.
*****
Caroline’s POV
Air hangat mengguyur tubuhku yang kotor dan lusuh. Dua hari aku tidak tersentuh air. Sejak peristiwa penangkapan ibu oleh Petugas dinas sosial, PTSD ku kambuh lagi. Aku tidak sadar kalau aku sudah tidak mandi selama dua hari. Baru hari ini kulitku terguyur air lagi.
Rasanya tak pernah terbayang, bahwa aku akan menerima pertolongan Harry seperti ini. Sejak aku menolak cintanya dua bulan lalu, aku tidak pernah terpikir, bahwa dia masih akan peduli padaku. Bahkan dia membelikan aku baju, makan, minum dan membayar tukang untuk membenahi rumah kakek. Oh Tuhan, hidupku benar benar berantakan.
Motel ini cukup bagus, Harry menyewa dua kamar, satu untukku dan satu untuknya. Dia tahu betul, aku tidak suka dan tidak akan mau menerima jika dia hanya menyewa satu kamar untuk kami tempati bersama. Namun kali ini, Harry tidak segera pergi ke kamar nya. Dia sepertinya sengaja menungguku selesai mandi.
“Kau kelihatan lebih segar sekarang Caroline,” Kata Harry padaku sambil tersenyum.
Aku hanya tertunduk malu. Untung sekarang menjelang musim dingin, sehingga aku tidak banyak berkeringat. Bisa dibayangkan jika ini musim panas dan aku tidak mandi selama dua hari. Wow seperti apa bau badanku.
Perlahan aku duduk di sebelahnya, lalu aku berkata,” Terimakasih Harry untuk semuanya. Aku tidak akan pernah bisa membalasnya,”
“You are Welcome. Aku tidak meminta balasan apapun darimu,” ujar Harry.
Harry lalu menatapku tajam dan bertanya,” Apakah kau kenal dengan kakekmu yang mewariskan rumah ini?”
“Tidak Harry, aku tidak mengenalnya. Hanya saja, pengacara kakek tuan Hastings, memintaku menerima surat menyurat terkait rumah itu beserta dokumennya.
“Siapa nama kakekmu,” tanya Harry
“Reginald Ashbourne”, jawabku
Harry kemudia bertanya lagi, “ Bagaimana ceritanya kau bisa tidak mengenalnya selama ini?”
Aku jelaskan pada Harry bahwa Kakekku itu pergi meninggalkan nenekku begitu saja setelah anak mereka lahir, yaitu ibuku. Dan sejak saat itu kami tidak pernah lagi melihat kakek.
Harry termangu mendengar penjelasanku. Lalu dia berkata,” Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu sampai kapan pun”
Tatapannya lurus ke mataku dan menusuk. Aku hanya diam seribu bahasa. Lalu perlahan aku berjalan meninggalkan dia duduk sendiri di kamar motel. Aku pergi keluar dan menghirup udara segar. Siang itu terasa terik. Namun hatiku gelap. Aku tidak tahu kemana mau melangkah setelah ini.
****
Malam itu sesuai rencana Caroline tidur di Motel. Dia nampak sangat lelah. Tidurnya sangat nyenyak. Tiba tiba dia dikejutkan oleh lemparan kerikil ke arah kamar motelnya.
Kletal …Kletak…
Caroline terbangun, dan berjalan mendekati jendela. Terlihat sepi dan tidak ada siapa siapa. Segera dia berbalik dan hendak kembali tidur. Tetapi sesuatu yang aneh terjadi. Di pojok kamar motel tempat dia menginap, nampak bayangan gelap yang tidak jelas bentuknya. Makin lama makin tinggi dan makin tinggi menembus genteng motel. Caroline sangat terkejut dan mulai ketakutan, apa lagi tak berapa lama terdengar bisikan sayup sayup…
“Suuust…suust..Caroline,”
Caroline menutup telinganya dan memejamkan matanya. Dalam hati dia bergumam,”Ini pasti Halusinasi, ini pasti karena aku lupa minum obat, please stop,”
Namun begitu dia membuka matanya, tepat didepan wajahnya nampak seraut wajah yang keriput seperti lama terendam air, dengan pola retak retak biru seperti lebam mayat. Bau anyir menyeruak ke segenap penjuru ruangan dan suasana tiba tiba dingin mencekam.
Lalu wajah wanita itu membuka mulutnya dan mengeluarkan suara teriakan yang nyaring melengking memekakkan telinga. Spontan Caroline menjerit tanpa henti sambil menutup kembali mata dan telinganya.
Tiba tiba,,,tok tok tok…”Caroline buka pintunya.”
Suara Harry terdengar dari luar ruangan. Sontak Caroline berdiri dan membuka pintu kamarnya dan memeluk Harry.
“Harry aku takut..”
Harry balas memeluknya dan berkata, “Easy…easy Caroline tenanglah. Ceritakan pelan pelan apa yang terjadi?”
“Aku…aku,” Caroline tidak sanggup bercerita, dia takut Harry tahu halusinasi nya kambuh. Sampai detik ini dia berpikir bahwa dia mengalami halusinasi.
“Tenanglah Caroline, aku ada disini,” jawab Harry
“Maukah kau menemaniku tidur malam ini Harry?” jawab Caroline dengan wajah pucat dan kata terbata bata.
“Oke Oke. Kau pindah ke kamarku saja,” jawab Harry.
Akhirnya berdua mereka memasuki Kamar Harry dengan Caroline yang masih memeluk Harry kuat kuat. Lama kelamaan Caroline sadar, bahwa dia sedang memeluk Harry. Dia segera melepas pelukannya.
Tetapi Harry justru menahannya dan malah mendorong kepala Caroline dari belakang ke arah bibirnya dan melumat bibir gadis itu dengan mesra. Sebuah ciuman yang sangat dalam dan mesra. Caroline tidak bisa mengelak dan melawan. Dia hanya mengikuti apa yang menjadi kemauan Harry malam itu. Menciumnya dengan Mesra.