Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. Langkah Awal Amara di Rumah Laurent
Setelah beberapa hari tinggal di rumah keluarga Laurent, Amara mulai mengenal lebih dalam siapa saja penghuni rumah tersebut dan bagaimana kebiasaan mereka. Setiap pagi, dia memulai rutinitas dengan merawat Nico, bayi lelaki yang menjadi pusat perhatian keluarga itu, terutama bagi Dante, keponakan sang tuan besar. Dengan penuh perhatian, Amara memastikan Nico dalam keadaan nyaman, dari cara menyuapi hingga menenangkan bayi itu saat menangis, dan perhatian ini membuat Dante mulai memperhatikannya.
Saat Amara merawat Nico, Dante sering berdiri di kejauhan, memperhatikannya dalam diam. Meski terlihat dingin, Dante kadang mengamati bagaimana Nico tampak sangat tenang dalam dekapan Amara. Ketulusan dan kehangatan Amara dalam merawat Nico memberikan kesan yang tak biasa bagi Dante, membuatnya sedikit ragu apakah ada hal tersembunyi di balik senyum tenang pengasuh baru ini. Namun, sebagai seseorang yang selalu waspada, Dante tak bisa sepenuhnya menyingkirkan kecurigaannya terhadap Amara.
Di sisi lain, di sela rutinitasnya merawat Nico, Amara sering meluangkan waktu untuk mengamati seluruh isi rumah. Suatu malam, setelah memastikan Nico tertidur, Amara memutuskan untuk menjelajahi sayap kanan rumah, sebuah area yang jarang dilewati penghuni lain. Dia ingin mencari petunjuk apa pun yang bisa membawanya lebih dekat pada bukti tentang bisnis keluarga Laurent yang telah menghancurkan keluarganya.
Ketika memasuki salah satu ruang penyimpanan, Amara menyalakan lampu kecil di ponselnya dan mulai memeriksa beberapa lemari tua yang penuh dengan dokumen. Di sinilah dia berharap akan menemukan informasi penting terkait perusahaan keluarga Laurent. Jari-jarinya dengan hati-hati membolak-balikkan tumpukan dokumen, matanya berusaha menyimak setiap judul map dan nama file yang mungkin terkait dengan kerugian yang diderita keluarganya.
Namun, di saat itu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Amara segera mematikan lampu ponselnya dan menahan napas, berharap sosok di luar tidak mendengar suara apa pun dari dalam. Tetapi suara langkah kaki itu semakin mendekat, hingga berhenti tepat di depan pintu.
Perlahan, pintu terbuka sedikit, dan cahaya dari lorong luar masuk, memperlihatkan sosok Dante yang berdiri di ambang pintu, wajahnya terlihat tajam dan penuh selidik.
Dante: "Siapa di sana? Apa yang kau lakukan di ruangan ini?"
Jantung Amara berdebar kencang. Dia menyadari situasinya tak bisa dibiarkan seperti ini. Menyusun ekspresi yang tenang, dia memutuskan untuk menghadapi Dante.
Dengan suara rendah, Amara berusaha terdengar tenang, "Oh, Tuan Dante. Saya hanya mencari lampu kecil untuk kamar Nico. Malam ini terasa agak gelap, dan saya ingin memastikan dia tidak merasa takut."
Dante mendekat dengan tatapan curiga. Walaupun Amara berhasil menenangkan dirinya, Dante tampak tak sepenuhnya percaya begitu saja.
"Mencari lampu? Di sini?" Dante melihat sekeliling dengan tatapan tajam. "Ruangan ini bukan tempat untuk mencari peralatan bayi, Amara."
Sejenak, mereka saling beradu pandang. Amara tahu bahwa ia harus segera mengalihkan perhatian Dante sebelum situasinya memburuk.
Amara tersenyum tipis, "Maafkan saya, mungkin saya sedikit bingung dengan luasnya rumah ini. Saya masih belum terbiasa dengan tata letaknya, Tuan Dante."
Dante masih diam, namun akhirnya dia mengangguk kecil. Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia mengambil lampu kecil dari salah satu rak dan menyerahkannya pada Amara.
"Lain kali, tanyakan pada asisten rumah tangga jika butuh sesuatu. Jangan masuk ke tempat yang tak diperlukan." tegas Dante.
"Terima kasih, Tuan. Saya akan mengingatnya," jawab Amara
Saat Amara berbalik dan hendak pergi, dia merasakan pandangan tajam Dante masih mengikutinya. Malam itu, Amara menyadari bahwa Dante bukan hanya sekadar pewaris yang cuek, dia ternyata jauh lebih sulit ditebak. Dia menyadari bahwa untuk melancarkan rencananya, dia harus lebih berhati-hati lagi.
Kembali ke kamarnya, Amara duduk di tepi ranjang, menatap ke arah kamar Nico yang tertutup. Pikirannya penuh dengan langkah-langkah berikutnya yang harus ia ambil. Namun, satu hal yang tak ia duga adalah bahwa Nico, bayi tak berdosa yang menjadi pusat keluarga ini, mulai menyentuh sisi lembut dalam dirinya. Nico yang sudah mengucapkan beberapa kosa kataitu, hari ini memanggilnya, "Ibu".
Dalam kegelapan, Amara meggotong Nico ke kamarnya dan membisikkan tekad pada dirinya sendiri, " Halo anak baik, aku akan menyelesaikan ini, bagaimanapun caranya. Demi ayahku." Bisiknya lalu mengecup kening bocah itu dengan lembut.
Amara bangkit Kembali dan mendekati meja rias, lalu Kembali membuka buku rahasianya. Ia menulis beberapa tambahan dan bagian penting yang ia temukan selama beberapa hari ini seperti bagaimana kesannya terhadap semua anggota rumah. Yang pertama tentu saja Dante.
Kesan pertama Dante di mata Amara adalah sosok yang dingin dan penuh kontrol. Namun, semakin Amara mengamati dari dekat, semakin terlihat sisi lain dari Dante. Ia sering menghabiskan malam larut bekerja di ruang pribadinya, tetapi tidak pernah lupa untuk menengok kakaknya yang depresi, Alessia Laurent, Ibu dari Nico yang disaat terburuknya, seperti di hari pertama Amara datang, ia tiba-tiba menjerit dan menangis, mejatuhkan gramofon yang sedang ia putar dan melemparkan barang dan semua yang ada di dekatnya bahkan sampai melukai dirinya sendiri.
Meskipun Dante punya perawat pribadi untuk Alessia, dia selalu menyempatkan diri menyuapi makan, menyelimuti kakaknya itu di malam hari, dan mengecek kondisinya sebelum pergi bekerja. Ada kelembutan dalam dirinya yang tak pernah Amara duga. Amara mulai merasakan kebingungan. Karena pria ini tak sepenuhnya seperti yang ia bayangkan. Terlepas dari permusuhan antar keluarga, Dante merawat kakaknya dengan penuh perhatian. Terlepas dari itu, Amara berjanji tidak akan terpengaruh oleh apapun juga.
Yang kedua adalalah, Nyonya Laurent. Setiap gerakan dan perkataannya penuh perhitungan, wanita ini rupanya memang sangat tajam dalam membaca orang. Contohnya saja hari ini saat Amara sedikit terlambat membawa Nico ke ruang makan untuk makan siang. Nyonya Laurent dengan wajahnya yang dingin menegur, “Ketepatan waktu adalah tanda kedisiplinan, Amara. Jika kau tak bisa mengatur waktumu, bagaimana kau bisa menjaga cucuku dengan baik?”.
Komentar itu Nampak sederhana, tapi bagi Amara, jelas bahwa Nyonya Laurent tidak menoleransi kesalahan sekecil apapun. Amara harus lebih teliti dalam segala hal, dari cara membawa Nico hingga Menyusun alasan saat keluar dari jadwal rumah. Dia akan selalu berada di bawah pengawasan tak terlihat.
Yang berikutnya adalah, Alessia, kakak Dante. Alessia adalah sosok yang penuh luka. Setelah kematian tragis suaminya, ia jatuh dalam depresi yang mendalam. Amara sering melihat Alessia duduk termenung di tepi jendela kamarnya, menatap kosong ke luar, seolah mencari sesuatu yang tak bisa lagi ia raih. Dante selalu mengunjunginya sebelum pergi ke kantor, meski ada perawat pribadi yang mengurus Alessia sepanjang hari. Hubungan mereka sangat kuat, dan meski Alessia jarang berbicara, Dante selalu hadir untuknya.
Melihat ini, Amara merasakan bahwa ada sesuatu yang lebih dalam pada hubungan Dante dan Alessia. Di balik kesuksesan dan kekuasaan yang Dante miliki, dia memikul beban emosional yang tak ringan. Ini membuat Amara semakin sulit untuk memandang Dante hanya sebagai musuh. Ia melihat kasih sayang yang tulus dari Dante kepada kakaknya, sesuatu yang mengingatkan Amara pada hubungannya sendiri dengan ayahnya dulu.
Yang terakhir adalah ruang pribadi dan ruang kerja Dante. Amara sering melewati ruang kerja Dante, tempat di mana ia menghabiskan sebagian besar waktunya saat tidak di kantor. Ruang itu penuh dengan berkas-berkas penting, cetak biru bisnis, dan buku-buku tebal. Setiap kali dia mendekati pintu, rasa ingin tahunya semakin besar. Tapi dia tahu, tempat ini bukan hanya pusat dari operasi bisnis Dante, melainkan juga tempat ia menyimpan rahasia. Suatu hari, Amara berencana untuk masuk ke ruangan itu, mencari tahu lebih banyak tentang langkah-langkah strategis Dante yang bisa digunakan untuk menghancurkannya.
Namun, setiap kali dia mencoba mendekat ke ruangan itu, bayangan akan kasih sayang Dante pada Alessia membuatnya bimbang. Di satu sisi, ini adalah rencana balas dendamnya. Tapi di sisi lain, dia mulai merasa segalanya tidak sesederhana itu.
Di tahap ini, Amara mulai memahami lebih dalam tentang dinamika keluarga Laurent. Meski awalnya datang dengan rencana balas dendam yang matang, ia mulai melihat sisi manusiawi dalam diri Dante dan anggota keluarganya selain neneknya tentu saja.
Kebingungan tahap awal mulai merasuki pikirannya. lalu kebingan-kebingungan lainnya, silih berganti, hingga waktu membawnya terus terpuruk dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Apakah ia benar-benar bisa menghancurkan keluarga ini setelah melihat bagaimana mereka juga terluka oleh masa lalu mereka sendiri?
bersambung...