[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 | Kilas Balik Kairo (1)
Zeeya, Reega, dan Kairo telah memiliki ikatan dari sejak sebelum mereka lahir. Ayahnya Kairo adalah sahabat papanya Zeeya dan Reega sejak bangku kuliah. Mereka menjalin ikatan yang begitu erat. Persahabatan mereka bahkan tak terputus hingga kedua telah menjalin rumah tangga masing-masing. Tak sengaja mereka membeli rumah yang berdekatan, pada akhirnya mereka hidup bertetangga. Semakin erat silaturahmi yang telah terjalin antara kedua keluarga itu.
Kairo lahir setahun sebelum kelahiran Si Kembar, Zeeya dan Reega. Dia lahir secara prematur dan sering terserang berbagai penyakit. Zeeya dan Reega, merekalah yang telah menemaninya tumbuh beranjak remaja.
Beberapa tahun yang lalu
“Ini semua apa, Mas?” tanya Rika, ibu Kairo sambil menunjukkan tumpukan tagihan dari bank.
“Aku nggak tau harus bagaimana lagi. Perusahaan yang kubangun sekarang hampir bangkrut,” jawab ayah Kairo sambil mengerutkan alis.
“Lalu bagaimana kita membayar tagihannya?! Besok sudah jatuh tempo, rumah kita bakal disita pihak bank!”
Ayah Kairo terdiam sejenak. “Aku akan meminta bantuan Rizal. Dia sahabatku, pasti dia bisa membantu.”
Ayah Kairo merogoh saku celananya, mencari HP untuk menelepon sahabatnya itu.
“Andaikan kamu terima tawaran kerja sama dengan sahabatmu membangun satu perusahaan besar. Bukan malah buka usaha sendiri, lalu berujung bangkrut!” bentak ibunya Kairo.
“Apa kamu bilang?!” ayah Kairo melempar Hp ke arah istrinya.
Otaknya memanas, dia melontarkan pukulan demi pukulan kepada istrinya. Roda kehidupan tak selalu berputar mulus. Di umur Kairo yang ketiga tahun, dia harus mengalami kejadian yang tak disangka.
Orang tuanya bercerai, ibu Kairo merantau jauh dan tidak mau membawa Kairo untuk ikut bersamanya. Kairo yang harus tinggal berdua dengan ayahnya juga mengalami kekerasan yang setimpal setiap waktu ayahnya mengamuk.
.........
Tak terasa, Kairo, Zeeya, dan Reega telah tumbuh bersama sampai pada suatu waktu di mana mereka kelas tiga SD. Waktu itu, sekolah mereka mengadakan upacara memperingati Hari Kartini yang setelahnya akan disusul beberapa lomba yang memeriahkan acara. Zeeya dan Reega berlari menuju pagar sekolah, mereka diam-diam menyelinap ke barisan paling belakang. Untungnya, mereka tidak ketahuan guru kalau datang di tengah upacara berlangsung.
“Ree, kamu lihat Kai, nggak?” tanya Zeeya sambil celingukan mencari sosok sahabatnya.
“Nggak! Huh ... capek banget!” kata Reega yang masih ngos-ngosan.
Zeeya memandangi anak-anak yang baris di depannya.
“Nah ... itu dia! Kai, sini!” Zeeya memanggil Kairo dengan teriakan kecilnya.
Kairo yang sedang dalam posisi hormat saat bendera dikibarkan, sontak kaget saat Zeeya memanggilnya.
“Apa, Zee?” suara Kairo pelan.
“Sini! Pindah ke belakang.”
Tempat Kairo berdiri berjarak dua baris dari belakang. Dia menatap sekeliling, memastikan tidak ada guru yang memperhatikannya. Sambil membungkukkan badan, Kairo berpindah tempat ke barisan paling belakang secepat kilat.
“Ree, Kai, aku bosan nih upacara berdiri terus,” ucap Zeeya menggerutu.
“Habis ini kan upacaranya selesai, Zee. Lagian kamu datangnya telat, masa baru berdiri bentar sudah capek,” balas Kairo
“Aku barusan dimarahi mama tadi, gara-gara mandinya lama. Malas ah ... hari ini kan tanggal merah, malah disuruh upacara.”
Mereka terdiam sejenak mendengarkan pembina upacara menyampaikan amanat.
“Eh, aku dengar, nanti ada lomba ya?” Reega menghentikan lamunan Zeeya dan Kairo.
“Nggak tau, aku ingin langsung pulang.” Zeeya menjawabnya lesu, “hem ... gimana kalau pulang sekarang?”
“Hah! Pulang sekarang?” Reega terkejut.
“Buruan!!! waktu pembacaan doa kita kabur ya ...” Zeeya memberi aba-aba. “ ... satu ... dua ... tiga!”
Dengan sekuat tenaga Zeeya menarik tangan Reega, berlari melewati pagar yang dari tadi terbuka dan bersembunyi di balik tembok luar sekolah.
“Eh, eh ... tunggu aku!” Kairo bergegas menyusul.
Mereka akhirnya berada di luar sekolah, berjalan sambil riang bernyanyi-nyanyi bertiga. Langkah kaki membawa mereka hingga tak sadar sudah berada di area perkampungan tempat tinggal mereka. Mereka lega karena bisa kabur dari barisan upacara bendera yang membosankan.
“Lihat! Ada toko biru. Kita jajan, yuk!” Reega menunjuk ke sebuah bangunan bercat biru.
“Wah ada es krim!” teriak Zeeya kegirangan.
“Tapi aku nggak ada uang ...” wajah Kairo memelas.
“Tenang, kan ada Reega yang siap mentraktir kapan saja dan di mana saja.” Zeeya menyenggol pundak Reega.
“Huh! Uang jajanku nggak cukup.”
“Ayolah Ree ... masa kamu tega biarin Kai nggak makan es krim.” Zeeya memohon.
“Eh ... kita patungan berdua aja, deh buat beli tiga es krim.”
“Huh! Kirain bakal ditraktir.” Zeeya menyodorkan uang yang dia punya kepada Reega.
Mereka bertiga membeli es krim rasa coklat dan menyantapnya di pinggir jalan. Kairo makan dengan terburu-buru seperti dikejar sesuatu.
“Zeeya, Reega, aku pulang dulu ya. Makasih buat es krimnya. Dadah!” Kairo pamit pulang meninggalkan Si Kembar.
“Dadah Kai ...” balas Zeeya.
“... Ree, aku masih bosan. Kalau pulang sekarang, mama bakal tahu kalau kita bolos sekolah,” kata Zeeya sambil menghabiskan es krimnya.
“Mampir ke rumah nenek dulu saja, deh. Aku masih lapar, nenek pasti masak makanan enak.”
“Ya udah. Buruan yuk!” Zeeya spontan berdiri disusul Reega.
Mereka berdua memutuskan untuk mampir terlebih dahulu di rumah nenek mereka yang masih satu kampung dengan rumah si kembar.
Ketika berada di halaman rumah nenek, terlihat seorang lelaki yang baru saja keluar dari rumah itu. Paman Juan, adik dari papa Zeeya dan Reega, melangkah keluar menuju halaman belakang. Menaiki motornya dan melaju entah pergi kemana.
Zeeya dan Reega tak menghiraukan pamannya itu. Si Kembar mengetuk pintu rumah, tak ada jawaban.
Tok tok!!!
Reega beberapa kali mengetuk pintu tapi tetap tak ada yang membukanya. “Zee, kayaknya nggak ada orang.”
“Iya, di dalam sepi. Memang nggak ada orang.” Zeeya mengintip dari jendela.
“Pulang aja, yuk! Keburu siang.” Ajak Reega.
Zeeya dan Reega pun mengurungkan niat mereka untuk mampir ke rumah nenek.
.........
Kairo yang sudah sampai di rumahnya mendapati ayahnya berjalan mondar-mandir mengemas barang seperti hendak pergi. Raut wajahnya yang memerah seperti kepiting rebus membuat Kairo bisa menduga kalau ayahnya itu sedang marah besar.
“Dari mana saja kamu?!”
“A-anu, Yah. Aku baru pulang sekolah ...” jawab Kairo gugup.
“Ha?! Kenapa nggak pulang dari tadi? Cepat ikut ayah sekarang!” ayah Kairo menjewer telinga Kairo, menarik tangannya dan berusaha membawanya keluar.
“Akh!!! Awh!!! Sakit, sakit ... Yah!!!”
Kairo menjerit keras dan menangis kesakitan memegangi lemari di dekatnya seolah tak mau ikut ajakan ayahnya.
“Ayo cepat!!! Kita harus pergi sekarang!!!” suaranya makin kuat.
Tak mendengar jeritannya, ayah Kairo malah melontarkan pukulan membabi buta. Dia melampiaskan kemarahannya pada anak kelas tiga SD itu.
Brak!!!
Pintu rumah rusuh itu didobrak oleh sekumpulan orang, diiringi suara sirene dari mobil polisi. Ayah Kairo tampak kaget lalu diam terpaku. Para polisi segera mengamankan Kairo dari genggaman ayahnya.
“Pak Galih Prakansa, Anda ditangkap atas dugaan pengedaran narkoba. Kami akan membawa Anda ke kantor polisi untuk diperiksa,” kata seorang polisi sambil memborgol kedua tangan ayah Kairo.
“Ti-tidak pak! Saya tidak pernah menyentuh narkoba!” ayah Kairo berusaha melepaskan borgol yang melekat di tangannya.
“Anda tetap akan ditahan dan diperiksa di kantor polisi.” Beberapa polisi menyeret ayah Kairo masuk ke dalam mobil tahanan.
Sebelum pergi ke kantor polisi, beberapa petugas mengantar Kairo ke sebuah panti asuhan kecil untuk tempat tinggal sementara sebab Kairo tak punya sanak saudara di kota ini. Kairo tinggal di panti asuhan milik Bu Asti, seorang guru yang mengajar di sekolah dasar mereka bertiga.
...****************...
Hingga menginjak SMP, Kairo masuk ke sekolah asrama yang sama denganku dan Reega. Sekarang Kairo telah duduk di bangku SMA, dia memutuskan untuk bersekolah di sekolah negeri favorit di kota ini lewat beasiswa yang dia dapatkan. Aku, Reega dan Kairo tetap bersahabat walaupun tidak lagi belajar di satu sekolah.
^^^-Adila Zeeya Vierhalt-^^^
...****************...
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/