Bertahun-tahun aku berusaha melupakan kenangan kelam itu, namun mimpi buruk itu selalu menghantuiku bahkan setiap malam. Akupun tidak bisa bersentuhan dengan laki-laki. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Ku kira selamanya tidak akan ada pria yang masuk dalam hidupku. Hingga dia datang dan perlahan merubah kepercayaanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kambuhnya Penyakit Nasya
Seperti yang direncanakan sebelumnya. Yudi membawa Juna berkeliling hotel untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi hotel saat ini. Mereka berjalan menuju salah satu kamar yang kosong terlebih dahulu untuk melihat keadaannya.
"Apa interior dan fasilitas setiap kamarnya sama?" tanya Juna sambil melihat-lihat seisi kamar.
"Kita memiliki 4 jenis kamar. Ada standar room, deluxe room, suite room dan presidential suite room. Semua fasilitas sama sesuai jenisnya masing-masing." Yudi menjelaskan pada Juna mengenai kamar yang mereka miliki.
"Aku ingin melihat setiap jenisnya."
"Baik Pak." Yudi menanggapi kemudian mereka keluar kamar untuk melihat masing-masing jenisnya.
"Tadi kita sudah melihat kamar yang standar dengan fasilitas terbatas. Sekarang kita berada di jenis kamar deluxe yang sedkit diatas kamar jenis standar." Yudi menjelaskan sedikit perbedaan kamar yang dilihat sekarang dengan yang tadi mereka lihat.
Juna tidak berkomentar apapun dan hanya melihat-lihat seisi kamar hotel dengan raut wajah datar tanpa ekspresi. Dia sangat teliti saat memeriksa setiap sudut kamar. Terkadang alisnya tampak berkerut saat menemukan sesuatu.
"Ayo ke kamar berikutnya!" Tanpa menunggu tanggapan dari Yudi, Juna langsung berjalan keluar dari kamar itu. Mereka pun menuju kamar lain. Kali ini mereka berada dikamar suite room. Juna kembali memeriksa sekelilingnya dengan seksama.
"Apa kamu tahu standar hotel yang bagus itu seperti apa?" Juna bertanya Yudi tanpa menoleh kearahnya. Dia tetap berkeliling memeriksa setiap sudut kamar.
"Menurut kami ini sudah sesuai dengan kriteria hotel yang bagus. Hotel kita termasuk kelas bintang 5 dan selalu menjadi incaran wisatawan yang datang ke kota ini." Yudi menjelaskan pada Juna mengenai pendapatnya.
"Hotel yang bagus itu tidak hanya tentang barang-barang yang mahal saja. Desain interior dan fasilitas yang nyaman juga bisa menjadi salah satu kunci untuk menarik minat pengunjung. Contohnya ini, ini kamar suite room. Orang membayar lebih mahal daripada kamar standar room, tapi apa yang akan membuat mereka kembali kemari? Sofa yang dipasang dekat tempat tidur? Atau ini? Seprei yang terlihat seperti bekas digunakan orang lain padahal kamar ini kosong? Apa tidak ada pelatihan karyawan?" Juna bertanya pada Yudi dengan sikapnya yang tegas. Dia ingin menegaskan kalau fasilitas dan desain interior yang dimiliki hotel ini benar-benar berantakan.
Yudi memperhatikan dengan seksama penjelasan dari Juna dan memikirkan pendapat dari atasan barunya itu.
"Begini saja. Panggil kemari desain interior secepatnya. Aku ingin merenovasi setiap kamar dengan suasana baru." Juna menatap Yudi saat dia bicara. Sorot matanya terlihat sangat tajam hingga membuat Yudi tidak bisa berkata apapun.
"Baik, Pak. Akan saya panggil secepatnya." Yudi menanggapi dengan sikap yang tegas. Mereka pun melanjutkan rencana mereka dengan mengumpulkan beberapa staf dari beberapa bagian untuk dilakukan evaluasi sekaligus perkenalan.
"Dan satu lagi. Setelah makan siang nanti, kumpulkan perwakilan staf dari beberapa bagian dan juga menu makanan yang disajikan dihotel ini." Tegas Juna pada Yudi sebelum dia berlalu pergi untuk kembali keruangannya.
"Pantas saja pak Wilandra mempercayakan hotel ini pada pak Juna, ternyata dia orang yang tegas. Semoga saja pak Juna bisa membawa hotel ini kembali pada kejayaannya." gumam Yudi sambil menatap punggung Juna sebelum dia juga berjalan mengikutinya dari belakang.
...****************...
Jam makan siang, kantor Nasya.
"Sya, ayo pergi! Katanya mau makan bersama?" Alex menghampiri meja kerja Nasya untuk mengajaknya makan siang bersama.
"Tunggu sebentar ya. Lia sedang mmeberikan laporannya dulu." Nasya menanggapi dengan sikap tenang dan sopan.
"Kita tinggalkan saja dia dan pergi makan berdua." Alex berusaha membujuk Nasya agar mereka bisa makan siang berdua saja tanpa Lia.
"Kita sudah janji akan makan siang dengan Lia. Dia pasti akan kecewa kalau kita meninggalkannya." Nasya berusaha meyakinkan Alex agar tetap pergi bersama Lia.
"Alah... Dia tidak akan marah. Kalaupun dia marah, paling hanya ngomel sebentar. Jadi ayo kita pergi sekarang saja!" Alex meraih sebelah tangan Nasya agar dia bisa menariknya pergi. Seketika wajah Nasya berubah pucat dan panik, napasnya menjadi sesak dengan keringat yang mulai bercucuran.
"Sya, Nasya? Kamu kenapa? Apa kamu sakit?" Alex terlihat khawatir dan bingung dengan apa yang terjadii pada Nasya secara tiba-tiba.
Nasya tidak memberikan tanggapan. Dia masih berusaha mengatur napasnya sambil memegangi dadanya dengan tangan satunya lagi.
"Sya? Nasya?" panggil Alex lagi yang masih tidak mendapatkan tanggapan dari Nasya.
Tak lama Lia keluar dari ruangan bosnya dengan membawa sebuah dokumen ditangannya. Matanya membelalak dengan dahi berkerut.
"Nasya? Kenapa dia seperti itu?" gumam Lia yang melihat Nasya seperti saat dihalte bis. Dia pun bergegas menghampiri Nasya dan Alex.
"Nasya? Lex, apa yang terjadi pada Nasya?" tanya Lia yang terlihat penasaran.
"Aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saja dia seperti ini." Alex menjawab dengan menggelengkan dan mengangkat kedua bahunya secara bersamaan.
"O-bat" jawab Nasya dengan suara yang lemah.
Samar-samar Lia mendengar ucapan Nasya. Diapun lebih mendekatkan diri pada Nasya untuk mendengar lebih jelas apa yang dikatakannya.
"To-long O-bat-ku" jawab Nasya lagi sambil menunjuk kearah tasnya.
Lia dengan cepat membuka tas Nasya dan mencari obat yang dia maksud. Setelah mencari akhirnya Lia menemukan sebotol kecil obat dalam tas Nasya.
"Ini?" tanya Lia untuk memastikan.
Nasya mengangguk perlahan dan meminta Lia untuk mengambilkan obat itu. Lia pun mengerti dan mengeluarkan satu butir obat dari botol lalu mengambilkan Nasya air putih yang memang tersedia diatas mejanya. Nasya meminum obat itu dan perlahan mengatur napasnya.
"Sini. Duduk dulu." ujar Lia membantu Nasya duduk. Alex masih berdiri disana dengan wajah panik setelah melihat kondisi Nasya.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Alex pada Nasya dengan nada bicara yang lembut.
"Jangan dekat-dekat. Biarkan nasya tenang dulu!" Lia menarik tangan Alex agar sedikit menjauh dari Nasya.
"Aku kan cuma khawatir. Apa salahnya?" Alex sedikit tidak terima dengan perlakuan Lia padanya.
"Iya, aku tahu. Tapi jika kamu terlalu dekat, maka akan sulit bagi Nasya untuk mendapatkan oksigen." Lia sedikit memberikan alasan pada Alex agar menjauh dari Nasya.
"Aku sudah tidak papa. Terima kasih." Nasya kini sudah mulai tenang dan napasnya kembali teratur. Dia bicara sambil sedikit menunjukkan senyumannya.
"Kamu yakin?" tanya Lia memastikan. Nasya hanya menganggukkannya memberikan tanggapan.
"Apa kita jadi makan siang diluar?" Alex kembali bertanya untuk memastikan rencana mereka.
"Kamu ini! Kamu tidak lihat kondisi nasya sekarang ini?" Lia bicara sambil melayangkan pukulan pada tangan Alex.
"Adu! Sakit. Aku kan hanya bertanya saja." Alex menanggapi sambil mengusap tangannya yang dipukul Lia barusan.
"Kalian bisa pergi berdua saja." ujar Nasya menengahi Lia dan Alex.
"Tidak mau! Aku menyiapkan voucher ini agar bisa makan siang denganmu. Kenapa jadinya harus sama dia?" ujar Alex yang tidak ingin rencana awalnya gagal.
"Tapi kan kondisi Nasya sedang tidak baik. Bagiamana bisa kamu tetap ingin makan siang diluar dengannya?!" Lia meninggikan suaranya pada Alex karena kesal.
"Sekarang Nasya sudah lebih baik. Lagipula restorannya dekat sini!" Alex pun bersikeras untuk pergi bersama Nasya.
"Kamu ini..."
"Sudah-sudah jangan bertengkar. Baiklah kita makan diluar."Nasya setuju melanjutkan rencana mereka.
"Apa kamu yakin?" tanya Lia khawatir.
"Iya. Aku sudah tidak papa. Ayo pergi sekarang sebelum waktu makan siang kita habis!"
Lia pun menggandeng tangan Nasya untuk membantunya berjalan.
"Biar aku bantu." ujar Alex yang hendak meraih kembali tangan Nasya.
"Tidak perlu. Biar Lia saja yang membantuku." Dengan cepat Nasya menarik tangannya agar tidak lagi disentuh oleh Alex. Mereka pun berjalan keluar ruangan dengan raut wajah Alex yang sedikit kecewa karena tidak bisa menggandeng tangan Nasya.
tapi tetep suka karena sifat laki²nya tegas no menye² ...