Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 2
Sudah satu bulan berlalu. Seperti yang Arsyilla duga. Hari-harinya sejak kedatangan Rivandra menjadi hari-hari yang melelahkan.
Laporan proposalnya tidak ada satupun yang lolos dari Rivandra. Selalu saja ada coretan kesalahan, meski sudah di baca dan di teliti Shayna dan Kayla terlebih dulu sebelum menyerahkannya ke Rivandra.
Arsyilla masih berdiri dengan kepala tertunduk sembari mempermainkan jemarinya. Tidak berani menatap Rivandra yang tengah mengecek laporan yang dia buat.
Rivandra menyandarkan tubuhnya di kursi, sedikit mengangkat berkas laporan Arsyilla hingga menutupi sebagian wajahnya. Tapi matanya tidak terlepas dari sosok Arsyilla, sesekali tersenyum lucu karena Arsyilla seolah tidak berani bergerak bahkan seolah berat hanya untuk sekedar bernafas.
Sebenarnya laporan Arsyilla tidak ada yang salah, Rivandra pun hanya sekedar mencoret asal hingga siapapun yang membacanya akan kesulitan mencari di mana letak kesalahan laporan Arsyilla.
"Ini sudah satu bulan, tapi kamu masih belum juga becus merevisi laporan yang kamu buat. Apa aku harus membuatmu lembur setiap hari untuk lebih teliti lagi?"
Arsyilla menelan ludah getir, salah lagi?
"Ini mau bagaimana? Kita sudahi laporan ini, atau mau mencoba membuat berkas laporan yang lain?"
Arsyilla masih terdiam, tidak berani menjawab.
"Apa sekarang kamu sudah menjadi bisu? Bosmu bicara dan kamu hanya diam? Memangnya bosmu sedang bicara dengan tembok?"
"Ma-af, Pak. Ijinkan saya mencoba merevisi lagi, Pak." pinta Arsyilla dengan suara sedikit gemetar.
Rivandra tersenyum lucu, "Kamu bahkan tidak melihat bosmu saat bicara. Apa kamu pikir aku akan mengijinkannya?"
Arsyilla mendongak, sejenak mata mereka bertemu. Arsyilla mengalihkan tatapannya menuju rak di belakang Rivandra. Merasa takut melihat sorot mata tajam itu.
"Maaf, Pak" ulang Arsyilla.
"Baiklah. Aku beri satu kesempatan untuk merevisinya sekali lagi. Meskipun, kamu sudah tidak sopan dengan tidak melihat bosmu saat bicara." kata Rivandra sambil melemparkan berkas Arsyilla di depannya.
Arsyilla hendak protes tapi di urungkannya saat melihat Rivandra berdiri.
"Kamu pikir aku tidak tahu kemana arah mata kamu?" Rivandra melangkah ke kanan sedikit, "matamu tertuju pada rak ini, bukan padaku."
Arsyilla berdehem sebentar untuk mangatasi kekagetannya. Lalu mengangguk dengan sopan, "permisi, Pak."
'Kenapa Pak Rivandra bisa tahu aku melihat rak itu bukannya matanya? Ngeri juga ya. Meskipun suaranya tidak dalam keadaan marah, tapi matanya tetap setajam itu.' batin Arsyilla heran.
"Gimana? Gimana?" tanya Shayna yang sedari tadi menunggu di meja kerja Arsyilla.
"Revisi lagi."
"Lagi??" tanya Shayna heran, “Padahal menurutku ini sudah perfect lho Syilla. Apa lagi yang harus dirubah?” protes Shayna saat menggantikan Kayla yang sedang absen karena sakit.
“Tidak bisakah pertanyaan itu kamu tanyakan pada kakakmu?” sindir Arsyilla kesal dan mulai mengecek laporannya.
Shayna hanya tertawa melihat Arsyilla yang cemberut. Dia mendekat dan mencubit kedua pipi Arsyilla dengan gemas.
“Senyum dong! Sejak kakakku di sini, aku tidak pernah melihat lesung pipit di kedua pipi ini lagi. Apa sebegitu bencinya kamu pada kakakku?”
“Ahh... Lepaskan, Shay!”
“Apa yang sedang kalian lakukan?! Ini waktunya bekerja bukan bercanda!!” bentak Rivandra.
Spontan Shayna melepaskan cubitannya. Dan Arsyilla berdiri karena kaget. Bahkan sorot mata Rivandra di rasa Arsyilla lebih menakutkan daripada saat di ruangannya tadi.
“Maaf, Pak.” jawab keduanya bersamaan.
“Begini kinerja kamu? Pantas saja laporan kamu tidak ada yang becus!!”
“Pak Rivan!!” tegur Shayna kesal.
“Kenapa? Mau memamerkan sok jadi teman yang baik? Lupa dengan tugasmu yang harus memantau kinerja mereka?”
“Bukan begitu, Pak. Tapi...”
“Mulai hari ini, Arsyilla di mutasikan ke bagian pemberkasan. Silahkan bereskan meja kerjamu!” Bentak Rivandra kesal dan beranjak masuk ke ruangannya.
Shayna melongo tidak percaya dengan keputusan Rivandra yang tiba-tiba.
“Tunggu...”
“Shay, sudahlah. Kamu tahu kan kalau Pak Rivandra sedang marah. Sudah lanjutkan pekerjaanmu.” cegah Arsyilla.
“Ta-tapi...”
Arsyilla menghela nafas panjang dan membereskan meja kerjanya. Teman-teman yang lain hanya bisa melihat Arsyilla kasihan, tapi mereka juga sudah diberitahu kalau Rivandra memang selalu seperti itu pada Arsyilla sejak mereka masih magang.
Shayna juga membantu membereskan barang-barang Arsyilla. Masih tidak berani mengajak Arsyilla bicara.
Arsyilla melangkah menuju ruangan pemberkasan. Satu-satunya ruangan yang penghuninya selalu tidak ada yang betah. Karena harus lebih bekerja keras menyiapkan dan memisahkan berkas untuk pekerjaan empat orang pegawai dan juga berkas untuk Pak Rivandra.
Sebenarnya, bagi Arsyilla pekerjaannya di rasa lebih mudah daripada harus menerima penolakan setiap kali laporan pada Rivandra. Hanya saja yang membuatnya malas berada di bagian ini, karena setiap hari dia harus keluar masuk ke ruangan Pak Rivandra untuk memberikan berkas-berkasnya. Itu berarti setiap hari dia harus keluar masuk ke ruangan Pak Rivandra, orang yang tidak di sukainya.
"Ehhmm,,, masih marah?" tanya Shayna ragu.
"Marah kenapa?"
"Maafkan aku, Syilla. Aku gak tahu kalau si Rivan itu ternyata keluar kandang." gurau Shayna.
Arsyilla tertawa sedikit mengurangi kesalnya.
"Lalu, kamu sendiri? Kenapa masih ada di sini? Sana, kembali ke kandangmu!"
"Iihhh,,, apaan sih!"
Keduanya kembali tertawa lucu.
"Aku benar-benar gak bermaksud membuatmu di mutasi, Syilla."
"Aku mengerti, Shay. Setidaknya, aku gak harus merevisi laporan lagi kan? hanya saja,,,"
"Hanya saja apa?"
"Apa bisa kamu saja yang memberikan berkas Pak Rivandra ke kantornya?"
Shayna menepuk keningnya lalu tertawa lucu, "Ah iya. Kenapa tidak terpikirkan ke sana ya. Itu berarti, setiap hari kamu harus keluar masuk kandang si Rivan untuk memberikan berkasnya."
"Masuk ke kandang kakakmu lebih menakutkan daripada masuk ke kandang singa."
"Ihhh,,, memangnya kakakku sejelek itu ya?"