NovelToon NovelToon
Vanadium

Vanadium

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Cinta pada Pandangan Pertama / Epik Petualangan / Keluarga / Anak Lelaki/Pria Miskin / Pulau Terpencil
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: ahyaa

Ada begitu banyak pertanyaan dalam hidupku, dan pertanyaan terbesarnya adalah tentang cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ahyaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode dua

" huftt... Huftt .." Nafasku terengah-engah, sepanjang jalan menuju stasiun aku memutuskan untuk berlari, aku mengecek lutut kanan ku yang sejak tadi entah mengapa terasa begitu perih, dan ternyata dugaan ku benar, warna kulitku berubah menjadi merah, untuk saja celanaku tidak robek.

Benar benar menegangkan, di sisa jarak yang hanya lima kilo meter lagi, aku memutuskan untuk berlari sekuat tenaga, tidak perduli kalau aku jatuh untuk yang ke sekian kalinya, tidak perduli kalau kakiku berulang kali menghantam benda tumpul entah itu tunggul kayu yang melintang atau batu yang tertanam di sela sela jalan.

Aku sampai di stasiun tepat waktu, persis ketika orang orang berbaris rapih mengantri untuk menyerahkan tiket kepada petugas lalu mulai menaiki anak tangga kereta. Aku menyilakan orang orang agar duluan, sengaja baris paling belakang karena aku memiliki kepentingan dengan kondektur kereta api ini, menyerahkan surat dari wak El, meskipun aku tidak tau bagaimana isi suratnya.

Aku mulai menyapu pandangan melihat di sekelilingku, kereta ini adalah barang paling berharga yang ada di desa, asap hasil pembakaran terlihat mengepul di bagian cerobong pembuangan, tidak seperti sekarang di mana kereta api sudah menggunakan listrik, kala itu kereta api masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, aku tidak bisa membayangkan berapa banyak batu bara yang di gunakan untuk bisa membuat kereta api ini tiba di stasiun berikutnya, pengaplikasian baru bara sebagai bahan bakar benar benar sedang mengalami revolusi besar besaran, walaupun demikian penggunaan batu bara sebagai sumber energi masih kurang efisien karena bahan bakunya akan habis jika terus menerus di gunakan, serta menghasilkan polusi udara yang berlebihan. Kereta dengan panjang lima gerbong ini terlihat gagah di bawah penerangan lampu minyak tanah.

Tidak banyak penumpang kereta malam itu, hanya sekitar tiga puluh orang, yang rata rata mereka semua berusia empat puluh tahun ke atas, warga kampung sangat jarang berpergian menggunakan kereta api, biaya yang mahal, serta perjalanan panjang yang membosankan membuat warga kampung lebih memilih menjalani kehidupan di kampung di bandingkan harus keluar.

stasiun ini sudah berdiri hampir lima puluh tahun lamanya, di bangun ketika masih penjajahan Belanda. Belanda sengaja membangun sebuah stasiun di antara dua kampung untuk memudahkan mereka mengangkut hasil bumi para warga.

Antrian penumpang sudah semakin menipis, hanya tersisa lima orang lagi di depanku, meskipun kala itu aku baru berusia lima belas tahun, tapi karena asupan gizi ku yang terpenuhi, tinggi serta postur tubuh ku tidak jauh berbeda dengan orang orang dewasa kebanyakan. Aku akhirnya melihat petugas kondektur yang di maksud oleh Wak El, namun langsung menelan ludah setelah melihatnya, seorang bapak bapak paruh baya dengan tubuh tinggi besar, pakaian dinas kerja yang di penuhi lambang lambang serta pin yang tidak ku kenali, sorotan mata yang tajam serta bola mata yang besar, dahi yang lebar dan astaga, yang membuat aku menahan nafas adalah kumisnya yang melintang.

Antrian semakin menipis, hanya tersisa dua orang lagi di depanku, aduh bagaimana jika ternyata dia menolak membaca surat ku, atau bagaimana jika dia tetap tidak perduli setelah membacanya dan malah mengusir ku dari stasiun, dahiku mulai berkeringat, aku tidak pernah terbiasa dengan hal seperti ini.

Tinggal satu orang lagi penumpang di depan ku, aku bisa mendengar dengan jelas bagaimana kondektur itu menanyakan tiket kepada penumpang, tampangnya yang garang ternyata tidak berubah walaupun sedang melayani seorang penumpang perempuan, aduh ... Atau aku putar balik aja, mengurungkan niatku untuk berangkat malam ini saja, persis ketika aku ingin balik badan, terlambat kondektur itu sudah menyadarinya.

" mau ke mana kau? Mana tiket mu heh?" tanya nya

" eh anu pak itu, saya kebelet mau ke kamar mandi, eh iya ini surat dari wak El pak, tadi dia pesan suruh kasih ke bapak." ucap ku gelagapan sambil menyerahkan amplop dari wak El.

Kondektur itu mengambil amplop itu dari tanganku. Membuka segelnya lalu mulai membaca, aku bisa menyimpulkan bahwa surat yang di tulis Wak El tidak panjang, karena kondektur itu hanya butuh waktu empat puluh tiga detik untuk menyelesaikan membacanya, tapi yang menariknya adalah dia memutuskan untuk membaca sekali lagi, mencerna ulang.

Satu menit dua puluh enam detik akhirnya kondektur itu selesai membaca surat dari wak El. Kondektur itu melipat kembali kertas, menghela nafas pelan, menatapku prihatin.

" aku turut berdukacita nak, aku dan elio dulu adalah teman dekat semasa kecil, aku pindah dari kampung sekitar tiga puluh tahun yang lalu ketika kedua orang tuaku meninggal dunia, memutuskan mencari peruntungan di kampung orang, aku, elio, dan ibumu adalah teman yang bahkan bisa di bilang keluarga, ibumu selalu melindungi ku ketika elio dan anak anak yang lainnya jahil kepadaku. Aku benar benar merasa kehilangan nak." ucap kondektur itu sambil mengusap air mata yang mulai mengalir di pipi.

Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, aku pikir tadi akan di marah oleh kondektur ini, ternyata dia adalah teman ibu.

" Kau bisa naik dulu nak, jangan risau mengenai tiket mu, aku yang akan mengurusnya. Kau duduk saja dulu di gerbong paling ujung, aku masih ada sedikit pekerjaan mengenai dokumen penumpang, satu jam lagi baru aku bisa menemanimu, kalau kau mau ke kamar mandi, di setiap gerbong ada kamar mandi di sudut kanannya." ucap kondektur itu sambil berusaha tersenyum yang membuat wajahnya tambah seram.

Aku mengangguk, mengucapkan terimakasih lalu mulai menaiki anak tangga. Aku mulai berjalan di antara gerbong gerbong kereta, sebenarnya satu gerbong hanya sekitaran sepuluh meter panjangnya, hanya saja karena jalan antar gerbong yang di desain agak kecil supaya bisa memuat banyak penumpang jadi sedikit menyulitkan ku. Semakin kebelakang gerbong maka semakin sedikit pula penumpang yang kutemui, beberapa di antara mereka bahkan sudah terlelap tidur karena sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, bagi orang orang di kampung jam jam segini sudah terhitung larut, karena mereka harus menyiapkan banyak stamina untuk besok bekerja di ladang sampai sore.

Setelah hampir sepuluh menit berusaha jalan di antara gerbong gerbong kereta, akhirnya aku tiba di gerbong terakhir. Pintu gerbong yang sudah tua dan berkarat sedikit berdecit ketika ku dorong. Hanya ada dua orang bapak bapak di dalam gerbong itu yang masing masing terpisah tiga kursi dan sudah terlelap tidur. Aku memilih kursi paling belakang dan yang dekat dengan jendela, ku buka sedikit jendela kereta namun enggan lalu ku tutup kembali karena percuma tidak ada yang bisa ku lihat selain gelapnya malam.

Aku meletakkan buntalan kain di atas kursi, lalu mengambil buntalan kecil berisi makanan. ' semoga belum basi' batin ku dalam hati. Persis aku membuka penutup rantang, aroma makanan langsung menyergap hidungku. Gulai sayur nangka, tumis ikan asin, dan nasi putih. benar benar makanan kesukaanku. Aku tidak tau siapa yang telah menyiapkan ini semua, karena ketika tadi para tetangga menyapa atau pamitan, aku hanya mengangguk sambil menundukkan kepala.

Aku cuci tangan sebentar di kamar mandi gerbong yang sesuai perkataan kondektur tadi berada di sudut kanan gerbong. Pikiranku sedang kacau sebenarnya, apalagi kondisi hatiku, tapi perutku harus tetap di isi agar aku punya tenaga untuk melakukan aktivitas besok. Lima menit kemudian karena nafsu makan ku yang belum kembali, aku hanya bisa menghabiskan 1/4 saja makananku, aku kembali mencuci tangan lalu membereskan peralatan makananku. Aku memutuskan untuk mandi. Daripada aku termenung tidak jelas, dan pikiran pikiran negatif menghantui ku lebih baik aku mandi sejenak, ibu pernah mengatakan kalau air memiliki nilai sugesti yang baik.

Selesai mandi aku mengenakan pakaian yang di siapkan oleh warga, yang lagi lagi aku tidak tau siapa yang telah menyiapkannya. Mandi di kereta api benar benar menjadi pengalaman baruku, biasanya kalau di kampung aku bisa langsung mandi di bawah guyuran air terjun, kalaupun mau mandi di rumah maka harus ambil air dulu di sungai, tapi di sini aku tinggal mandi saja.

Aku duduk sejenak di kursi, menyisir rambutku yang basah menggunakan jari jemari. Berbeda sekali dengan zaman sekarang yang sudah maju, di kala itu perabotan yang ada di kereta api benar benar terbatas, sangat terbatas malahan, hanya ada dua puluh kursi penumpang yang di desain berdekatan serta berhadapan, sebuah kamar mandi di sudut kanan ruangan, sudah hanya itu saja, jangan bandingkan dengan saat ini yang dimana di setiap gerbong ada AC nya, ada televisi, bahkan ada jaringan internet gratis.

Aku menghembuskan nafas pelan, terlihat embun mulai terbentuk di kaca jendela gerbong, aku menyipitkan mata melihat keluar jendela, di antara gelapnya malam ternyata ada banyak kunang kunang yang berterbangan di dekat kereta api

Getaran di sekitar ku terasa semakin kencang, ' ada apa?' tanya ku dalam hati, spiker di atas pintu masuk menjawab pertanyaanku. Petugas menginformasikan bahwa kereta akan segara berangkat, para penumpang yang mengantar keluarganya di persilahkan untuk turun kembali, petugas juga menginformasikan durasi perjalanan serta ketibaan di stasiun kota kecamatan besok hari.

Aku menarik nafas lega, ternyata kereta akan segera berangkat, aku tadi sempat berfikir akan terjadi gempa bumi atau apa. Ternyata hasil pembakaran dari batu bara tidak mulus, atau jangan jangan memang ada kerusakan pada kereta api, kepalaku berfikir cepat menggambarkan desain grafis dari interior kereta api, aku tidak tau pasti karena aku bukan teknisi dan aku tidak memiliki ilmu lanjutan tentang kereta api, tapi aku bisa menyimpulkan bahwa ada yang salah dengan kereta api ini. aku melirik ke dua penumpang lain yang berada di depan, ternyata mereka tetap tertidur pulas, apakah memang seringkali terjadi hal begini atau mereka tidak sadar?

Aku menghela nafas pelan, baiklah aku akan mulai berhenti memikirkan hal hal buruk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!