NovelToon NovelToon
Mereka Yang Membelokkan Takdir

Mereka Yang Membelokkan Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Reinkarnasi / Sistem / Mengubah Takdir / Trauma masa lalu
Popularitas:610
Nilai: 5
Nama Author: Rizky

seorang anak yang bermimpi untuk menjadi penulis,namun anak itu terus berperang dengan pikirannya hingga dimana bencana waktu membuatnya hidup di tubuh seseorang namun dia hidup di cerita yang dia buat saat menjadi penulis dengan alur penuh kejutan dari takdir yang kosong.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2~ serpihan bayangan masa lalu di alam mimpi

Saat Sofia berbalik, Oska sudah tidak ada lagi di pohon itu. Di hadapannya, gambar yang dibuat Oska melayang, menghampirinya dengan lembut. Sofia menatap gambar itu, dan pesan yang tertera membuat pipinya memerah, hatinya bergetar.

“Ku harap, suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi, Oska,” bisiknya sambil memandang pohon yang seolah menyimpan kenangan manis itu, kenangan yang takkan pernah pudar dalam ingatannya.

________________________________________________

Dalam sebuah mimpi, Sofia teringat kejadian enam bulan lalu. Suasana itu kembali menghangatkan hatinya, namun juga membuatnya merasa kehilangan.

Dia teringat saat-saat indah bersama ibunya, tawa ceria yang mengisi hari-harinya, dan harapan-harapan yang melambung tinggi.

“Mama... kamu di mana?” teriaknya, air mata terus mengalir di kedua pipinya. Layangan tiba-tiba mendarat tepat di hadapannya, seolah mengingatkan akan harapan yang belum padam, harapan yang kini terasa samar.

Lalu, muncul seorang gadis dewasa yang menghampiri layangan itu, memberikan kain untuk menghapus air mata Sofia. “Tersenyumlah, karena dia akan selalu terhubung dengan seseorang yang paling berharga,” ucap gadis itu dengan lembut.

“Walaupun kamu tak tahu sekarang dia ke mana, maaf aku mendengar suara hatimu,” lanjutnya, memberi Sofia sedikit kelegaan di tengah kesedihan yang melanda.

Gadis dewasa itu menarik Sofia dan mengajaknya bermain layangan. Meski air mata masih membasahi pipinya, Sofia merasakan kebahagiaan yang baru. “Bahkan aku tak bisa mengenali wajahnya, saat aku lahir, dia sudah meninggalkanku,” isak Sofia, merindukan sosok ibunya dengan segala kerinduan yang menyakitkan.

Kenangan itu membuatnya merasa sepi dan kehilangan, tapi juga menumbuhkan semangat untuk terus berjuang.

Sofia merasa disalahkan atas kematian ibunya, dan setiap hari di-bully oleh kakak-kakaknya yang tidak mengerti perasaannya. Hanya sang ayah yang tetap membela, meski dia sudah semakin sakit karena penyakit yang dideritanya.

“Mengapa semua ini terjadi padaku?” pikirnya, namun dia tahu bahwa dia harus kuat untuk ayahnya, untuk cinta yang masih ada di dalam keluarganya.

Gadis dewasa itu melepaskan layangan, membiarkannya terhempas angin. Dia menepuk kedua pipi Sofia, mendekatkan matanya dengan senyuman hangat yang penuh kasih.

“Layangan dengan benang yang tak kusut akan terus tinggi menghadapi kuatnya angin,” jelasnya dengan suara lembut dan meyakinkan. “Jangan biarkan angin mengubah arahmu, Sofia. Jadilah seperti layangan yang bebas, terbang tinggi ke langit.”

“Namun jika angin itu memutuskan benangnya, biarkan layangan itu menuju jalannya sendiri, agar tetap terbang tinggi di atas langit,” lanjutnya, memberikan harapan baru bagi Sofia. Mata Sofia berkilau, terinspirasi oleh kata-kata gadis itu. “Tapi... apakah aku bisa menentukan jalanku?” tanyanya dengan keraguan yang masih ada di dalam hatinya.

Tiba-tiba, layangan yang mereka mainkan terputus. Gadis dewasa itu berlari, meraih layangan tersebut dan berhasil mendapatkannya kembali. “Jika itu terputus, kenapa tidak mengejar kembali agar tingginya layangan tetap terjaga?” tanyanya dengan penuh semangat, membangkitkan kepercayaan diri Sofia. “Tersenyumlah, itulah langkah sederhana dalam sebuah perjalanan,” ucapnya, menghibur Sofia dengan senyuman yang tulus.

Perlahan, Sofia mulai tenang dan mengerti apa yang dibicarakan gadis dewasa itu. Saat gadis itu hendak pergi, Sofia memberanikan diri bertanya, “Siapa kamu sebenarnya?” Gadis dewasa itu tidak menjawab namanya.

Ia hanya berkata pelan, “Aku hanyalah sebuah luka yang abadi,” kata-kata itu menyentuh hati Sofia dan membuatnya merenung lebih dalam.

Enam bulan berlalu, Sofia mulai membaik dan dikenal banyak orang di desanya. Namun, kakak-kakaknya semakin benci padanya dan memilih menelantarkan Sofia dan ayahnya di rumah gubuk yang rusak, yang semakin hari semakin tak layak huni.

Sofia hanya tersenyum dan tak membalas perlakuan sang kakak, berusaha menahan rasa sakit di dalam hatinya.

Namun, saat salah satu kakaknya melempar gelas beling ke arah wajah ayahnya, Sofia tidak bisa tinggal diam, melawan rasa takutnya.

Dia menendang gelas kaca itu hingga pecah, serpihannya menggores pipi Sofia. “Jangan sekali lagi!” serunya, menahan amarah saat mengepal tangannya, berusaha melindungi ayahnya dengan segenap kekuatan yang tersisa.

Karena sang ayah memohon kepadanya untuk tidak membuat keributan, Sofia pun melepaskan cekikkannya dengan berat hati.

“Ahhhh, sialan ! Urus saja ayahmu yang sudah mau mati,” ejek kakaknya dengan nada sinis, lalu mereka pun pergi meninggalkan Sofia dan ayahnya berdua di rumah gubuk yang hancur.

Sofia berusaha keras bekerja sambil bersekolah. Sejak jam 4 pagi, dia membantu warga desa berjualan untuk mendapatkan upah agar bisa makan dan memenuhi kebutuhan lainnya.

Warga desa sangat baik, sesekali mereka membantunya dengan tulus, menganggapnya sebagai bagian dari keluarga mereka. Meskipun sibuk, Sofia selalu menyempatkan diri untuk bermain layangan, bersyukur atas berkah yang diberikan.

“Senyuman adalah dasar untuk menjaga benang kehidupan tetap panjang dan tingkatan semakin tinggi,” ucapnya sambil melihat layangannya terbang tinggi di langit biru.

“Aku yakin semuanya akan baik-baik saja,” katanya, bersemangat saat hembusan angin semakin kuat, menerbangkan layangan Sofia semakin tinggi.

Dia merasakan kebebasan dan harapan di setiap tarikan benang yang ia pegang erat. Namun, dalam mimpi itu, ia mendengar bisikan samar.

“Tetapi saat hujan turun, layangan itu bisa hancur oleh kerasnya hujan,” pesan itu membuatnya terbangun dengan penuh pertanyaan di dalam benaknya.

Sofia terbangun, mendapati genggaman hangat sang ayah. Dengan suara lembut, ayahnya membangunkan Sofia, “Sofia... bangun sekarang. Kamu tidak sendirian lagi. Ayah akan ikut berjuang bersama kita hadapi semua ini, ya Sofia.” Sofia menatap ayahnya, merasakan kehangatan yang sempat hilang, dan mengingat kembali semua pengorbanan yang telah dilakukan ayahnya demi dirinya.

“Terima kasih, Ayah. Bersama kita pasti bisa!” ucapnya penuh semangat, merasakan energi baru mengalir dalam dirinya. Dengan keyakinan baru, Sofia bertekad untuk tidak hanya berjuang demi dirinya, tetapi juga untuk ayahnya.

Dalam setiap layangan yang terbang tinggi, ia akan menemukan harapan dan kebahagiaan yang selama ini ia cari, bersamaan dengan cinta yang akan selalu menguatkan langkahnya. Sofia berjanji pada diri sendiri untuk tidak pernah menyerah, karena di dalam hatinya, dia tahu bahwa harapan itu selalu ada, seiring dengan terbangnya layangan di angkasa.

1
AteneaRU.
Menarik dari setiap sudut
RIZKYs: 😉 sungguh ini akan semakin menarik
total 1 replies
Ryoma Echizen
Terima kasih thor, cerita ini membuatku semakin mencintai dunia literasi. ❤️
RIZKYs: sungguh hal yang hebat kamu menyempatkan waktu untuk membaca cerita ini , jgn lupa besok update episode terbaru tentang kelanjutan " pesan terakhirku untuk takdir"/Smirk/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!