Skaya merupakan siswi kelas XII yang di kenal sebagai siswi berprestasi, cantik, dan ramah. Banyak lelaki yang menyukai Skaya, tetapi hatinya justru terpesona oleh seseorang yang tidak pernah meliriknya sama sekali, lelaki dingin yang terkenal sebagai anggota geng motor yang disengani di kota nya.
Darren bukan tipe yang mudah didekat. Ia selalu bersikap dingin, bicara seperlunya, dan tidak tertarik oleh gosip yang ada di sekitarnya. Namun Skaya tidak peduli dengan itu malah yang ada ia selalu terpesona melihat Darren.
Suatu hari tanpa sengaja Skaya mengetahui rahasia Darren, ternyata semuanya tentang masalalu yang terjadi di kehidupan Darren, masalalu yang begitu menyakitkan dan di penuhi oleh janji yang tidak akan ia ingkar sampai kapanpun. Skaya sadar waktu begitu singkat untuk mendekati Darren.
Ditengah fikiran itu, Skaya berusaha mendekati Darren dengan caranya sendiri. Apakah usahanya akan berhasil? Ataukah waktu yang terbatas di sekolah akan membuat cinta itu hanya menjadi kisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azra amalina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Target yang Semakin Dekat
Setelah insiden malam itu, Skaya tidak bisa menghilangkan perasaan waspada. Darren semakin sering mengawasinya, tapi ia tahu itu tidak akan cukup. Jika orang-orang itu berani mengancamnya sekali, mereka bisa melakukannya lagi. Dan benar saja, serangan berikutnya datang lebih cepat dari yang ia duga.
----
Serangan Kedua: Nyaris Celaka
Siang itu, di sekolah. Skaya baru saja keluar dari perpustakaan saat ponselnya berbunyi. Nomor tidak dikenal. Ia ragu, tapi tetap mengangkatnya.
“Skaya…” Suaranya seperti berbisik, serak, dan menyeramkan.
“Kali ini lo beruntung. Tapi kalau lo tetap keras kepala, lain kali enggak bakal ada yang bisa menyelamatkan lo.” Skaya langsung menoleh ke sekeliling, jantungnya berdebar.
Lalu-BRUKK!
Sebuah papan reklame yang besar tiba-tiba jatuh tepat di tempat ia berdiri beberapa detik yang lalu. Orang-orang di sekitar menjerit. Debu berterbangan. Skaya terhuyung mundur, matanya membelalak. Kalau saja ia tidak bergerak lebih cepat… ia bisa saja tertimpa benda itu. Ini bukan kecelakaan. Ini peringatan. Dan orang itu sedang mengawasinya.
----
Serangan Ketiga: Perang yang Dimulai
Darren tiba di tempat kejadian beberapa menit kemudian, napasnya memburu. Saat ia melihat Skaya yang masih syok, sesuatu dalam dirinya meledak. Ia menggenggam bahu gadis itu, suaranya tajam. “Lo enggak apa-apa?”
Skaya mengangguk lemah. “Darren… mereka hampir bunuh gue.” Rahangnya mengeras. “Kalau gitu, gue bakal kasih mereka peringatan juga.” Malam itu, Darren mengumpulkan gengnya. Mereka tidak akan diam lagi. Kalau musuhnya berani menyerang Skaya, maka ini adalah perang. Dan perang ini… hanya akan berakhir dengan salah satu dari mereka yang hancur.
----
Skaya mulai kehilangan rasa aman. Serangan pertama adalah peringatan. Serangan kedua nyaris membunuhnya. Dan kali ini, mereka tidak lagi bermain-main.
----
Serangan Keempat: Penculikan di Malam Hari
Malam itu, Skaya baru saja keluar dari rumah. Ia hanya ingin mencari udara segar, mencoba menghilangkan ketegangan yang terus menghantuinya. Tapi sebelum ia bisa berjalan jauh. Sebuah kain hitam menutupi wajahnya. Skaya menjerit, tapi suara itu teredam saat seseorang menariknya ke dalam mobil. Tangannya diikat, tubuhnya ditekan ke kursi.
Mobil melaju cepat, dan di tengah kegelapan, ia mendengar suara seseorang berbisik: “Lo terlalu keras kepala. Udah waktunya lo belajar.”
----
Serangan Kelima: Rasa Takut yang Nyata
Ketika kain itu ditarik dari wajahnya, Skaya bisa melihat dengan jelas. Ia berada di sebuah gudang kosong, tangannya masih terikat. Di depannya, berdiri dua orang dengan topeng.
Salah satu dari mereka berjongkok, menatapnya dari dekat. “Gue heran,” katanya dengan nada meremehkan. “Kenapa sih lo enggak bisa diem aja?” Skaya menelan ludah, berusaha menyembunyikan rasa takutnya.
Tapi ia tidak siap dengan apa yang terjadi setelahnya. Salah satu pria itu mengambil pisau, mengarahkannya ke wajahnya.
“Kalau lo enggak bisa menjauh dengan cara baik-baik… mungkin kita harus kasih lo bekas luka biar lo inget.” Skaya menahan napas. Tidak. Ini tidak mungkin terjadi. Ia mencoba berontak, tapi cengkeraman di tubuhnya terlalu kuat. Pisau itu semakin dekat. Lalu..
BRAK!
Pintu gudang terbuka dengan keras. Dan di ambang pintu, berdiri seseorang yang sudah siap menghancurkan segalanya.
Darren.
Wajahnya penuh amarah. Matanya gelap.
Dan malam itu, dia tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh Skaya lagi.
-----
Setelah insiden penculikan, Skaya kembali ke sekolah dengan perasaan campur aduk. Luka di lengannya masih terasa, meskipun sudah diperban. Tapi yang lebih sulit disembunyikan adalah ketakutan yang terus menghantuinya.
Namun, kehidupan sekolah tetap berjalan. Ujian akhir sudah di depan mata. Guru-guru mulai sibuk memberikan latihan soal, teman-temannya mengeluh karena tugas yang semakin menumpuk, dan suasana sekolah terasa semakin tegang.
Tapi bagi Skaya, ujian bukan satu-satunya hal yang membuatnya stres. Karena di balik lembar-lembar soal, di balik buku pelajaran yang harus ia pelajari… ada sesuatu yang lebih besar yang sedang mengintai. Dan ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja.
----
Tekanan dari Dua Sisi
“Lo harus fokus ke ujian,” ujar sahabatnya, Aisyah, saat mereka duduk di perpustakaan. Skaya menatap kosong ke arah buku di depannya. “Gue tahu.”
“Tapi?”
“Tapi… ada banyak hal lain yang harus gue pikirin.”
Aisyah menghela napas. “Lo tahu kan, lo enggak bisa terus-terusan mikirin hal di luar sekolah? Ini kesempatan terakhir kita buat dapet nilai bagus.”
Skaya diam.
Tapi sebelum ia bisa menjawab, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal:
“Lo pikir lo aman sekarang? Ini belum selesai.” Jari-jarinya menegang. Mereka belum berhenti. Dan ini hanya soal waktu sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi lagi.