Susah payah Rico mengumpulkan kepingan hatinya yang berserakan karena dua kali penolakan dari gadis yang merupakan cinta pertamanya.
Disaat dirinya sudah mulai kembali menata hidup tanpa lagi memikirkan cinta.
Hidupnya yang tenang kembali harus jungkir balik setelah secara terpaksa harus memenuhi permintaan sang mama untuk menikahi seorang gadis yang masih sangat belia.
Tak mampu menolak hingga pada akhirnya Rico memilih untuk mengajukan syarat.
"Aku tak akan mendua apalagi sampai menikah lagi, tapi bukan berarti kau berhak atas diriku. Jangan pernah mencintaiku karena cinta bagiku adalah sebuah kemunafikan belaka. Kau bebas dengan hidupmu dan aku dengan kehidupan ku meski kita terikat pernikahan." .... Rico Aditama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 . Gadis aneh
Rico mengerutkan keningnya manakala kedua kakinya membawanya masuk ke dalam sebuah ruang perawatan. Diatas brangkar nampak seorang gadis tengah terlelap dengan selang infus masih tertancap di lengannya.
Wajah gadis itu sepertinya sangat familiar. Rico seperti pernah melihatnya entah dimana. Kedua matanya membulat sempurna saat sekelebat bayangan seseorang hadir dalam ingatannya.
Rico kembali bergerak, sedikit mengikis jarak untuk membuktikannya. Menatap gadis yang terlelap dengan tenang itu semakin dalam.
"Aku rasa hanya mirip, bukankah gadis aneh itu memiliki tompel di pipinya juga rambutnya bergelombang sedang kan dia rambutnya lurus dan tak memiliki tompel." monolog Rico pada diri sendiri.
Mengingat gadis aneh yang ditemuinya sebulan yang lalu itu membuat Rico kembali kesal. Bagaimana tidak, gadis yang entah datang dari mana itu tiba-tiba memeluknya dan mengaku sebagai kekasihnya. Rico yang kala itu baru datang tentu saja terkejut.
Yang membuatnya lebih kesal lagi saat gadis aneh itu melenggang pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun setelah membuat kekacauan.
"Ckck bisa bisanya aku mengingatnya. Bikin kesal saja."
Rico mendesah kemudian melangkah keluar ruangan kembali ke tempat dimana sang mama kini menunggu.
"Ma, bagaimana keadaannya?"
"Dokter mengatakan jika operasi nya akan dilakukan dalam waktu dekat. Kemungkinan besar anak itu akan mengalami cacat nantinya. Tapi itu lebih baik daripada membahayakan jiwanya."
"Kamu tidak keberatan kan jika mama mengurus mereka?" Mama Yenni berujar pelan sambil menatap ke arah anak keduanya itu.
Rico menganggukkan kepalanya, dia yang sangat mengenal bagaimana sang mama yang memang memiliki jiwa sosial yang tinggi tentu tak akan melarang. Mama nya akan bersedih sepanjang waktu jika apa yang menjadi kesenangannya tak bisa terwujud. Lagipula menolong orang lain tak akan merugikan mereka. Apalagi mengingat tak ada kerabat atau keluarga yang bisa dihubungi dari kedua korban tersebut.
Tak ada identitas atau petunjuk apapun membuat mereka sedikit kesulitan untuk mencari keluarga mereka. Hingga sampai hari ke 3 belum juga menemukan hasil.
Rico juga telah meminta bantuan pihak berwajib untuk membantunya. Bagaimanapun dia tak ingin ada hal yang tak diinginkan dikemudian hari.
"Tapi ma, mama harus memperhatikan kesehatan mama sendiri. Rico nggak mau sesuatu terjadi pada mama nantinya."
Mama Yenni mengangguk dengan antusias, entah mengapa melihat kedua anak itu membuatnya terenyuh. Keduanya mengingatkannya pada kejadian saat Rico dan Rena masih kecil. Kedua anaknya itu harus tumbuh dengan kekurangan kasih sayang mengingat kala itu sang papa tega mendua dan memilih untuk meninggalkan mereka.
***********
"Kau kenapa? ada masalah?" Roy menepuk pelan lengan Rico membuat pemuda itu menoleh.
"Sedikit."
"Masalah kantor?" Rico menggeleng membuat Roy mengernyit.
"Soal cewek lagi? kali ini perempuan mana lagi yang kau buat kecewa?" Ledeknya sambil mendudukkan diri di kursi yang berada di depan meja Rico yang hanya terhalang oleh meja kerja adik dari Raka itu.
"Ckck." Rico mendengus namun juga tak menampiknya.
Apa yang dikatakan Roy memang benar adanya dan semua orang tahu itu. Bagaimana sosok Rico yang terkenal hangat dan juga baik memiliki satu kekurangan yakni anti terhadap perempuan.
Lelaki tampan itu hanya baik pada wanita-wanita yang memang dekat dengannya. Selebihnya Rico seolah memiliki antipati pada makhluk yang disebut perempuan.
"Soal gadis itu lagi?"
"Hem, entah mengapa saat melihat gadis yang pada waktu itu mama tolong, aku seperti melihat gadis itu tapi dalam versi berbeda."
"Wajah mereka mirip hanya saja tahi lalat yang menjadi pembeda juga bentuk rambut mereka. Selebihnya nyaris sama."
"Kau hanya sedang merindukannya saja mungkin, hingga membuatmu berhalusinasi begitu." Roy tergelak dengan ucapannya sendiri.
"Si@lan." Umpat Rico membuat Roy semakin tergelak.
"Ada apa kau kemari, jangan bilang jika kau datang hanya untuk mengejekku."
Hahahha
"Aku datang untuk mengingatkanmu jika hari ini kita ada pertemuan dengan beberapa klien."
"Ehm balik lah. Kau temani aku nanti."
Keduanya kembali terlibat pembicaraan kali ini tentang pekerjaan dan beberapa kerjasama yang akan mereka jalani ke depannya.
Sementara itu di rumah sakit tepatnya di kamar rawat seorang gadis berusaha untuk bangun dari atas brangkarnya. Ditatapnya sang adik yang berada di brangkar tak jauh dari tempatnya. Air matanya menetes namun segera diusapnya dengan cepat.
"Kamu nggak papa nak?"
"Iya tante."
"Jangan khawatir, dokter bilang adikmu akan baik baik saja setelah ini. Hanya tinggal menunggu waktu untuknya bisa sadar kembali."
"Terimakasih tante, tapi saya nggak punya uang untuk membayar biaya rumah sakit ini."
"Kamu nggak usah memikirkan hal itu, sekarang fokus saja sama pemulihan mu dan juga adikmu. Dia membutuhkanmu untuk menguatkannya." Mama Yenni memeluk gadis yang bernama Deviana itu lembut.
Dee begitu gadis itu sering di panggil. Gadis malang itu mengaku hanya tinggal berdua dengan sang adik setelah kedua orang tua mereka meninggal setahun yang lalu.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama sang adik, Dee bekerja di sebuah bengkel kenalannya. Dia yang diusir dari rumahnya terpaksa mengontak sebuah kamar untuk tempatnya berteduh sementara.
Mama Yenni yang mendengar cerita gadis itu semakin merasa miris. Jiwa kemanusiaan dalam dirinya seolah memberontak hingga membuatnya bertekat untuk membantu kedua kakak beradik itu hingga tuntas. Paling tidak hingga keduanya bisa berdiri dan mampu menjalani kehidupan yang lebih baik lagi terlepas dari segala kesulitan yang ada.
Keduanya masih terlalu kecil untuk memikul beban hidup yang begitu keras. Bahkan anak seusia Adit seharusnya masih bersekolah namun menurut apa yang di katakan oleh Dee jika kehidupan mereka berubah semenjak kedua orang tua mereka meninggal.
Tak hanya Adit bahkan Dee pun harus rela memupus harapannya untuk bisa berkuliah hingga lulus dan menjadi seorang dokter nantinya.
Dee mengepalkan tangannya kuat, amarah dan rasa benci bercokol dalam hatinya. Melihat bagaimana kondisi sang adik yang bahkan terancam mengalami cacat di kedua kakinya membuatnya semakin membenci paman dari mendiang papanya.
Dee sangat yakin jika apa yang menimpanya dan sang adik adalah andil dari laki-laki itu. Tak puaskah mereka merampas semua milik keluarganya hingga mereka pun tak membiarkannya untuk hidup tenang.
"Aku akan membalas semua hal menyakitkan yang kalian berikan padaku dan Adit.Aku akan menuntut semuanya." Sorot mata gadis itu menyiratkan luka yang begitu dalam.
Belum sembuh luka karena kehilangan kedua orang tuanya kini luka itu ditambah lagi dengan menyaksikan sang adik yang juga harus menanggung sesuatu yang tak seharusnya mereka tanggung.
astaga pantes aja Rico jadi trauma, disaat dia bner" mencintai seorang gadis tpi mlaah dikhiannati bahkan sampai berbadan dua
Segala hal