NovelToon NovelToon
Secret Admirer

Secret Admirer

Status: tamat
Genre:Tamat / cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Macet

Ketika Laura mendapatkan surat cinta, dia dengan tekad bulat akan menyusuri jejak sang pengagum!

....

Laura ingin rasanya memiliki seorang pacar, seperti remaja di sekitarnya. Sayangnya, orang-orang selalu menghindar, ketika bersitatap dengannya. Jadi, surat cinta itu membawanya pada ambisi yang kuat! Mampukah Laura menemukan si pengagum dan mendapatkan akhir bahagia yang ia impikan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Macet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2. Jejak Sang Pengagum

Jejak Sang Pengagum

Pagi ini terasa panas, terik matahari membuatku harus mengaduh. Haruskah Senin ada di setiap Minggu? Kenapa upacara harus dilaksanakan, mengapa ocehan pembina upacara terasa sangat panjang? Kakiku lemas seolah bisa luruh kapan saja.

"Yuna, kau tidak merasa lelah?" Aku melihat ke samping, di sana Yuna masih berdiri dengan senyuman palsu.

"Jika boleh jujur aku sangat lelah, hanya saja para anggota PKS, sedari tadi melotot ke arah sini. Diamlah di tempatmu Laura, jika namamu tidak ingin dicatat di buku terlarang itu." kata Yuna dengan lirih. Dapat kulihat lirikan matanya menatap anggota PKS.

Aku hanya dapat diam, mengedarkan pandangan pada barisan kelas lain yang tampak ricuh dengan keluh kesah. Kenapa anggota PKS itu tidak datang ke sama dan mencatat nama mereka semua? Apalagi cowok menyebalkan itu, selalu mencari masalah kapan pun dan di mana pun.

Biar kuperkenalkan, namanya Zen, cowok tipe bad. Dia selalu saja mengusikku dengan tingkah menyebalkannya. Kemarin hariku terasa damai karena dia tidak hadir, apakah sekarang akan damai juga?

Aku menatap tajam Zen kala tak sengaja bersitatap, dia juga balik menatap tajam dengan tangan terkepal. Oleh sebab itu, langsung saja kualihkan pandangan ke arah lain. Sudah kukatakan kan dia itu menyebalkan.

Padahal mestinya dia baik padaku dan menjadi teman yang selalu ada di sisiku. Mau bagaimanapun, kami sudah kenal selama enam tahun lamanya, dia itu tetanggaku. Tetapi tidak tahu kenapa dia selalu melontarkan kata-kata tajam dan sorot mata benci.

Lupakan Zen, aku kembali fokus melaksankan upacara lantaran pembina upacara sudah selesai dengan curahan hatinya (bimbigannya).

Upacara berlangsung dengan khidmat, tidak ada orang yang kulihat menjadi korban para anggota PKS. Dengan itu barisan dibubarkan dan kembali ke kelas.

Aku menelungkupkan wajah di antara lengan di atas meja. Sudah sangat lelah karena berdiri di teriknya matahari.

Suara gesekan kursi terdengar di telinga, aku mengabaikannya. Kemudian terdengar bunyi yang lebih nyaring, membuatku tersentak dan terpaksa duduk dengan benar.

"Kau berniat membunuhku, Yuna?" kataku tajam, dan Yuna si pelaku penggebrakan meja hanya tersenyum tak bersalah. Dia dengan lancang duduk di sebelah, meletakkan tas hitamnya di sana.

Dia bertopan dagu, berkata, "Itu tidak akan sampai membunuhmu Laura, kamu terlalu dramatis."

Aku mendengus, mengeluarkan buku mata pelajaran hari ini. "Terserah kamu. Biar kutebak, kamu kembali menyogok teman sebangkuku agar bisa duduk di sini?" kataku.

"Iya, benar sekali! Soalnya jika tidak duduk bersamamu, dan berbincang ria, aku merasa sangat hampa," kata Yuna semangat. "Kau tahu, Ria sebangkuku itu, tidak seceria itu. Suram, seolah tidak memiliki niat untuk hidup."

"Benarkah?" Aku mengedarkan pandang, melihat Ria yang tertidur di bangku paling belakang. Cewek itu memang pemalas.

Yuna merapatkan bangku, itu membuatku waspada. Yuna kemudian memayunkan bibirnya, kemudian tersenyum, bertanya, "Di mana surat cinta yang kau temukan di dalam loker, kemarin?"

"Untuk apa," kataku merogoh saku. "Mau kau apakan surat ini?"

Sepucuk surat tergeletak di meja, dengan cepat Yuna mengambilnya. Dia terlihat membaca ulang surat tersebut. Sedetik kemudian dia tampak senang dengan binar mata bahagia.

"Apa yang sedang kaulakukan?" tanyaku. "Kenapa tersenyum seolah menemukan harta berharga?"

Yuna dengan kejam menyentil jidatku, aku meringis. "Tentu saja mencari jejak bodoh! Bukankah aku sudah berjanji akan membantumu mencari jejak sang pengagum?"

Aku terdiam sesaat, memikirkan perkataan Yuna. Dia itu sangat baik, bukan? Repot-repot untuk mengurusi masalahku, aku lantas mengulas senyum.

"Mari kita keluar sebentar!" ajak Yuna kemudian berdiri.

"Jangan, bagaimana jika guru tiba-tiba datang?"

Yuna berdecak malas, kemudian menatap seisi kelas. "Bu. Sinta tidak dapat hadir, dan materi pelajaran hari ini telah dikirim melalui WhatsApp. Mengenai mencatat materi di rumah saja! Aku akan meminta izin ke ketua kelas dengan dalih ke kamar mandi. Ayo!"

Terpaksa mengikuti langkah Yuna menuju ketua kelas untuk meminta izin. Kemudian setelahnya kami berdua berlalu menuju loker.

"Baiklah, akan kubuka!" Setelah menarik nafas dalam, aku langsung membuka loker kecilku. Di sana tidak ada apa pun, alias kosong. Tetapi sorot mata Yuna tampak berbinar melihat ke bawah sepatuku.

Dengan cepat aku mundur kala dia menunduk mengambil sesuatu. Aku memicing, itu tanda pengenal kelas.

"Ditemukan di sini, yang pasti ini milik pengagum rahasiamu kala menaruh surat itu," kata Yuna memamerkan tanda pengenal kelas. "Kelas XI, berarti satu angkatan dengan kita!"

Aku mengangguk saja, hanya bermodalkan mengetahui kelas saja dia sudah sangat bahagia. Tetap saja sulit untuk mencari tahu siapa sebenarnya pengirim surat cinta tersebut. Aku tersenyum, tidak sabar mengetahui siapa dia.

"Tenang saja Laura, mungkin bagimu ini adalah bukti kecil, tapi bagiku ini sudah lebih dari berharga. Menurut keterangan surat, dia selalu ada di sekitarmu, memandangmu dari kejauhan. Jadi, untuk mencari si pengagum, kita hanya perlu memperhatikan sekitar." tutur Yuna kemudian merangkul pundakku. Dia berhasil mengalihkan kegelisahan.

"Apa yang kalian berdua lakukan di sini?!" Suara itu mengudara dengan tegas. Aku tersentak dan lantas menoleh ke belakang, di sana Wafi menatap datar kepadaku.

"Eh, kami..." Aku tidak tahu harus berkata apa.

"Kami apa?" tanya Wafi.

"Kami sedang melakukan misi rahasia, cowok dilarang tahu!" kata Yuna cepat, dia menatap tajam ke arah Wafi. "Ini perihal penting."

Wafi menaikkan alis. Tetapi dia tidak lagi bertanya. Kulihat dua orang itu bersitatap cukup lama, aku jadi curiga kenapa Wafi begitu sensitif. Apa jangan-jangan...

"Kau membuat nama Laura hampir tertulis di buku terlarang. Tadi guru tiba-tiba datang untuk menggantikan mengajar." kata Wafu tajam. Dia membelaku hanya karena itu? Aku menyipitkan mata tidak mengerti.

"Cih. Aku sudah meminta izin kepada ketua kelas."

Wafi tidak lagi menjawab. Yuna tidak lagi bersuara. Melihat itu aku menggaruk tengkuk yang tak gatal. Kemudian dengan inisiatif merangkul pundak Yuna.

"Benar, Yuna bahkan sangat baik padaku. Jadi kita jangan berdebat hanya karena masalah sepele. Kembali ke kelas!" kataku. Mereka tidak menjawab, melainkan menatapku dengan aneh.

"Baiklah." Yuna menghela nafas kemudian mengikuti langkahku menuju kelas.

"Wafi membuatku jengkel hari ini," kata Yuna kemudian duduk. "Kenapa bisa dia menatapmu datar begitu, rasanya aku ingin menampar wajahnya bolak-balik."

Aku tersenyum canggung, betapa baiknya Yuna kekeuh dengan pendiriaannya. "Mungkin saja dia tidak bermaksud begitu."

Aku mengalihkan pandangan, menatap keluar jendela dan tanpa sengaja melihat seorang cowok dengan balutan hodie, dia juga mengenakan masker. Aku tidak dapat melihat wajahnya.

"Aneh. Siang bolong begini mengenakan pakaian tertutup." gumamku. Kemudian cowok itu berlalu dari sana.

1
tishabhista
lanjutttt...
Pena Macet: ceritanya udah tamat kak/Smile/
total 1 replies
Mona
lanjut kakkkk
Mona
Asekk dapat surat cinta 🔥
Khana Imoet
absen dl kk
Shinn Asuka
Tidak bisa menunggu untuk membaca karya baru dari author yang brilian ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!